LMBYRW 11

307 20 0
                                    

Handoko menatap jas hitam yang akan dikenakannya pada acara pernikahannya nanti. Pukul sepuluh dijadwalkan dia harus sudah hadir di lokasi acara. Dia akan menikah sebentar lagi, dengan wanita yang belum lama 'dikenalnya'. Handoko ingat, Reina adalah salah seorang penyiar Big FM delapan tahun yang lalu. Handoko hapal betul wajah galak itu, wajah yang tidak berubah sampai sekarang. Hanya saja, dulu dia tidak mengenal Reina, dia hanya tahu Reina sebagai karyawannya. Sekarang, baru sebentar mereka berkenalan, tahu-tahu mereka akan melangsungkan pernikahan.

Reina. Tadi malam Handoko memimpikannya. Bukan mimpi basah yang pernah dialaminya ketika remaja dulu, yang tadi malam itu mimpi buruk. Di mimpi itu, wujud Reina ada banyak, tertawa menyeramkan seperti hantu, dan saling berebutan hendak mencekik Handoko. Handoko sesaat mengalami sleep paralysis, tapi untungnya kesadaran lebih cepat menghampirinya. Dia tidak bisa tidur lagi setelah itu.

Pintu kamar Handoko terbuka kasar, menampakkan dua orang gadis kembar dengan gaun serupa berwarna ungu. Mereka menghampiri Handoko yang berdiri di depan lemari.

"Mas Putro! Ini cincin siapa? Buat Beautiful aja, ya?" Adik pertama Handoko, Beautiful, memamerkan cincin di jari manisnya sambil matanya berkedip-kedip manja.

"Jangan, Ipul, itu mau Mas kasih sama Reina." Handoko menggeleng kencang. Namun gelengan Handoko otomatis berhenti setelah kembaran Beautiful, Pretty, mulai menjepretkan kamera ke arahnya tanpa henti. Handoko tidak ingin melihat hasil foto-fotonya buruk.

"Tapi ini muat sama Beautiful, Mas," ujar Beautiful, masih mempertahankan keinginannya.

Tanpa mengalihkan pandangan dari kamera, Handoko merebut cincin dari tangan Beautiful, lalu mengantunginya. Agak mengherankan sebenarnya. Bagaimana dia bisa mengambil cincinnya dengan tepat? Berpikiran positif saja, mungkin itu sudah menjadi kelebihannya.

"Mas Putro nggak pernah belikan Beautiful cincin! Nggak adil!"

Handoko mulai membuka bajunya, berpose sekalian bersiap memakai kemeja dan jas pernikahannya. Sementara itu, Pretty masih setia memancarkan cahaya kameranya ke arah kakak laki-laki satu-satunya itu.

"Ipul memangnya mau nikah? Kok mau dibelikan cincin?" tanya Handoko santai.

"Beautiful kan pengen...," rengek Beautiful semakin menjadi-jadi.

Wajah Beautiful kini muram, menatap sedih pada kakaknya yang tengah mengancingkan kemeja dengan asal karena matanya masih menatap tajam kamera Pretty. Kancing kemeja paling atas dikancingkan ke lubang kancing yang paling bawah. Benar-benar asal. Beberapa detik kemudian Handoko melebarkan mata, namun secepatnya menajamkan matanya lagi. Ia kaget dengan kancingan kemejanya yang berantakan. Ia lalu membuka kancing itu dengan sabar.

"Udahlah Ipul, ini cuma cincin. Apa gunanya jari dipakaikan cincin?" Sebenarnya Handoko sedang panik. Kenapa dia mendadak lupa cara mengancingkan kemeja? "Pret, hentikan dulu foto-fotonya!"

Handoko buru-buru berlari menuju kamar mandi. Ketakutan membuatnya jadi aneh begitu, Handoko tak habis pikir. Tak lama kemudian Handoko keluar dengan napas lega, namun tertahan saat melihat orang-orang yang kini ada di kamarnya. Ada Beautiful, Pretty, kakeknya, dan dua orang penata rias. Kenapa? Apa dirinya harus dirias juga?

"Putro, kamu akan didandani dulu sebelum berangkat," kata kakek Handoko, pak Syarif, dengan wajah yang bercahaya. Setelah diperhatikan dari dekat, ternyata itu karena make-up.

"Tapi, Grandpa, Putro nggak mau pakai bedak," protes Handoko. Ia berjalan mundur saat dua orang penata rias itu menghampirinya dengan sebuah tas make up berukuran besar yang terlihat seperti barang haram di matanya.

"Putro, hanya satu olesan saja. Biar wajahmu kelihatan di keramaian nanti. Kamu tau tamu undangan kita banyak sekali."

"Grandpa! Tolong! Grandpa!"

Let Me Be Your Real Wife [Repost, Rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang