LMBYRW 8

461 24 10
                                    

Bangunan megah di hadapanku ini benar-benar mengusik pandangan. Temboknya tampak kokoh dihiasi cat dengan warna-warna cerah yang menyakitkan mata. Bahkan atapnya sendiri berwarna merah. Aku otomatis menggeleng-gelengkan kepala. Apa? Apa yang sedang kulakukan di sini? Kenapa aku bisa bersama komplotan manusia-manusia eksentrik di basecamp mereka yang juga eksentrik?

"Siapa kalian? Siapa saya? Di mana ini?" tanyaku seperti orang linglung.

"Jangan pura-pura amnesia, Reina. Kamu ada di rumah kakek saya, saya udah menjelaskannya di perjalanan tadi."

Omongan pak Han menyelamatkanku dari ketersesatan pikiran. Benar sekali. Untuk apa aku bertanya-tanya lagi. Bahkan tiang beranda rumah ini juga memberikan petunjuk yang sangat nyata. Tiang aneh berselimutkan bulu-bulu angsa itu seperti berteriak ke arahku, "Hanya keluarga pak Syarif yang punya ide menjadikan bulu angsa sebagai bagian dari dekorasi tiang rumah mereka, Reina!"

"Kak Reina, ayo masuk!" Beautiful menggamit lenganku, yang tak mampu kulepaskan mengingat tenagaku tidak ada apa-apanya dibandingkan kekuatan ekstrem yang ia miliki. Saat melirik ke arah adik perempuan pak Han itu, aku mendapati matanya berkedip-kedip tanpa jeda. Perlahan-lahan aku jadi semakin terbiasa dengan sawan Beautiful. Namun tidak dengan kehadirannya dalam hidupku.

"Kak Reina!" Beautiful bersuara lagi. Ya, dia memang selalu bersuara. Aku sudah tidak heran, tapi belum bisa maklum. "Apa hobi Kakak?" tanyanya.

Aku mencoba berpikir. Menjawab pertanyaan Beautiful, loading... loading... loading.... Tunggu, bagaimana bisa 'hobi' menjadi pertanyaan sulit bagiku? Leherku tidak gatal, tapi tanganku bergerak begitu saja menggaruknya. "Apa, ya...," gumamku. "Makan, mungkin."

"Hehehe." Beautiful memamerkan kilauan giginya. "Kalau hobi Beautiful, sih, berdekatan sama kak Reina."

Hah, aku kira hobinya itu sok kenal sok dekat dengan orang.

"Jadi sebelum ketemu Kakak, hobi kamu apa?" tanyaku basa-basi.

"Nggak ada!" jawabnya tanpa kenal santai. Volume suaranya itu. Aku terpaksa menutupi telingaku demi menyelamatkan masa depan fungsi pendengaran.

Aku menoleh ke belakang setelah itu, penasaran dengan pak Han dan Pretty yang tanpa suara berjalan mengikuti Beautiful dan aku. Dan memang, seperti apa yang telah diprediksi suara hatiku, pak Han tampak melangkah sok model, sedangkan Pretty sibuk memotretnya dari berbagai angle. Dasar. Seharusnya aku tidak perlu menoleh ke belakang.

Pintu rumah pak Syarif dibuka dari dalam begitu kami bersiap masuk. Kukira pintu itu otomatis, ternyata ada asisten rumah tangga yang berdiri di baliknya, mempersilakan kami masuk.

"Mbak, pinjamin kak Reina baju, ya," kata Beautiful pada mbak-mbak ART itu. "Baju kak Reina basah karena Beautiful... hiks."

"Oke, Tipul!"

Mbak-mbak ART itu permisi ke belakang, namun baru beberapa langkah ia sudah berbalik lagi menghampiri kami.

"Ini bu Reina, ya?" tanya mbak-mbak ART itu sambil senyum-senyum. Aku memicingkan mata ke arahnya. Dia bilang 'bu'?!

"Iya." Pak Han menyahut. "Baik-baik sama dia, ya."

Mbak-mbak ART itu tersenyum lebar. Aku jadi serba salah, apakah harus membalas senyumnya selebar itu juga... atau tersenyum sambil tetap memicingkan mata. Aku memutuskan untuk tersenyum sewajarnya saja.

"Bu Reina, saya sudah dengar banyak tentang Ibu dari pak Syarif," kata mbak-mbak ART itu, membuat mataku kembali terpicing. "Ternyata benar kata pak Syarif. Bu Reina itu penampilannya sederhana, tapi wajahnya cantik mirip Lisa Blackpink."

Let Me Be Your Real Wife [Repost, Rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang