#SPOILER 1
"Dengan surat ini menyatakan bahwa, Byun Baekhyun dan Park Aeri menjadi pasangan suami – istri."
Netra bulatnya menatap lekat sebuah pigura foto yang terpajang di dinding berlapiskan wallpaper berwarna violet favoritnya. Wallpaper itu sudah agak mengusam warnanya, dindingnya juga ada retak sedikit dibeberapa sudut. Langkah seseorang dari belakang membuat netra bulatnya ikut menoleh seiring kepalanya yang juga menoleh. Senyumnya tertaut di bibirnya yang terlapis oleh pemerah bibir yang tipis ketika melihat hadir orang itu. Yang berada di satu pigura foto dengannya.
"Aku pulang."katanya mulai bersuara memecah keheningan. Suara lembutnya juga yang dapat membuat hatinya lebih sedikit damai dan lega setelah banyak hal yang mengerikan terjadi dalam rumah tangga mereka. "Kau pasti lelah. Terimakasih telah bekerja keras, Byun Baekhyun."
Setelah mengatakan itu, si wanita mendapatkan sebuah pelukan dan kecup singkat di keningnya, yang membuatnya mengeluarkan sebuah kerut heran setelahnya. "Maaf telah membuatmu dalam masa sulit, Aeri.."
Wanita bernama Aeri itu menggeleng. "Mungkin aku akan lebih menderita jika orang yang aku nikahi bukan dirimu, Baekhyun. Bukankah semuanya akan membaik setelah hal sulit datang?"
Baekhyun merasa perih mendengar itu, hanya itulah yang membuat mereka bertahan. Asa keduanya yang akan memperkuat keduanya. Percaya bahwa, segalanya akan membaik setelah hal sulit dapat mereka lalui dengan baik.
**
"Jadi..maksud anda adalah Aeri akan sulit mempunyai anak dari kandungannya?"
"Benar. Bukan tidak bisa, hanya saja untuk Aeri dapat hamil itu memerlukan waktu yang tidak sebentar. Kalian harus bersabar, menunggu untuk hari itu datang. Aku harap, anda dapat mendukung istri anda agar tetap menjalani aktivitas seperti biasanya."
Dan lagi, hal sulit berikutnya mengikuti bayangan hidup Aeri dan Baekhyun.
AERI
Aku menjatuhkan gelas yang ada di tanganku setelah meminum pil yang diberikan dokter untukku dalam masa pemulihan yang baru saja kembali dari Rumah Sakit kemarin siang. Dengan air mata yang sudah mengumpul sebuah tanya masih aku ajukan untuk Baekhyun.
"Aku.. tidak bisa mempunyai anak maksudmu?"
"Bukan Aeri. Sungguh! Kau bisa mempunyai anak, tapi itu tidak mudah.Kita, harus menunggu lebih lama, Aeri.."
Tidak ada frasa lain yang aku ucap setelahnya, karena hanya sebuah isak yang dapat keluar dari bibirku yang bergetar. Dan, seperti membangunkanku dari mimpi buruk ia membawaku dalam peluknya yang hangat.
"Baekhyun?
Waktu terus berjalan dan berlalu sebulan, tidak ada kesedihan yang abadi di dalam hidup. Mungkin, aku dan Baekhyun hanya sedang diberikan sebuah ujian pilihan ganda, dimana ada banyak pilihan untuk melanjutkan hidup kami kembali, setelah semua kemalangan yang kami lalui. Mulai dari Baekhyun yang harus di depak dari perusahaan tempatnya bekerja, insiden kebakaran yang hampir membuat dia pergi dari sisiku, dan juga aku yang sulit untuk memiliki anak.
Dan, lamunanku hancur begitu matanya bertemu dengan mataku. Dia baru saja kembali dari tempat kerjanya, masih dengan dasinya yang ia longgarkan, kancing kemejanya yang terbuka dua paling atas, ikat pinggang yang tertutup oleh kemejanya yang sudah tak teratur lagi. Aku melangkah mendekat padanya yang masih berdiri membelakangi kulkas. Mengangkat surai hitamnya yang menutupi keningnya, ada sebuah memar yang aku tak tahu kapan ia dapatkan itu.
"Apa kau sakit?"tanya dia dengan menatapku cemas. "Tidak, mungkin kau yang seharusnya sakit, Baek –'
Baekhyun justru terkekeh mendengar jawabanku. Apa yang dia kekehkan juga aku tidak tahu kenapa. Rasanya menyebalkan ketika aku serius, tapi ia malah bercanda seperti ini. Tangannya kini pindah ke atas bahuku, sedikit mencengkramnya hingga aku tersentak. "Istri cantikku, sudah saatnya kau berhenti memainkan peran hanya menjadi ibu rumah tangga. Akhiri cuti kuliahmu, kembalilah melanjutkan pendidikanmu semester ini.."
KAMU SEDANG MEMBACA
【END】Book 1: Hold Me Tight 「꽉 잡아 내 손으로」
FanfictionBeritahu aku, jika ini berat untukmu Beritahu aku, jika ada yang salah di antara kita Bukankah dalam sebuah hubungan adalah kepercayaan yang pertama? Bukankah kita yakin seperti itu yang benar? Lantas, mengapa kau nampak seperti dilema? Lantas, m...