Sepanjang jalan pulang, dia terus memarahiku, Sampai saat ini. Dia tidur membelakangiku, menjaga jaram cukup jauh. Aku hanya terdiam, melihat punggungnya yang ia paparkan kepadaku.
Aku menyentuh punggungnya lembut, "Tylor... Apa kau masih marah?", tanyaku pelan. Tad ada jawaban. Aku menghela napas, "...selamat malam", aku berputar, membelakanginya.
Posisi kami saling membelakangi satu sama lain, ada jarak yang sangat jauh diantara kami, dingin.
Aku memejamkan mataku, berharap malam ini segera berlalu, seketika aku merasakan kasur bergerak, ada tangan yang meraihku, memeluku dengan erat, "Aku g bisa marah sama kamu lama-lama", ucapnya.
Aku terdiam, jantungku langsung berdebar kencang. Rasa dingin dipunggungku kini tergantikan dengan hangatnya dada Tylor.
"Aku sudah memikirkan segala hal terburuk yang akan terjadi... makanya aku ingin kau merahasiakan pernikahan kita, agar kau aman... agar kau tak terluka"
Dia sudah bersiap-siap akan hal ini sedari dulu? Astaga, sudah seberapa jauh dia memperhitungkan pernikahan ini?
"Tylor... Kau sudah memperhitungkan hal ini?"
"Tentunya. Setiap langkah yang ku ambil selalu ku perhitungkan matang-matang", dia meletakan dagunya di kepalaku, "Tapi, ada saja satu atau dua hal yang membuatnya gagal sehingga aku harus bekerja dua kali lipat"
Aku terdiam. Aku menghela napas, lalu melirik kearahnya, "Apakah aku yang selalu mengagalkan rencanamu?"
"Iya"
"Sejak kapan?"
Dia memeluku erat, mengeluskan kepalanya ke kepalaku, "sejak kau masih berumur 7 tahun", seketika suaranya semakin pelan terdengar, "Tapi, ya... sejak itu aku jadi jatuh cinta padamu"
GRROOKKKK!! Dia tertidur.
Meninggalkanku dengan penuh rasa penasaran, "bisa-bisanya kau ngegantung aku seperti ini?", gumamku sambil mengelus kepalanya yang ia sandarkan di tengkukku.
Ke esokan paginya, aku melihat Dean berdiri di depan pintu gerbang sekolah, sepertinya dia menunggu seseorang, "Dean!", sapaku sambil setengah berlari kearahnya.
"Ah... Pagi, Christin", ucap Dean sambil tersenyum, "Aku menunggumu"
"Eh? ada apa?"
Dia tidak menjawab. Dia langsung menariku dan membawaku ke kelas dengan segera, Disana sudah ada Putei, Aster, Permata dan Noel. Tanpa kuduga, dia langsung menceritakan semuanya kepada mereka.
Mereka terdiam, namun aku berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Untungnya, mereka sepemikiran denganku, Dean langsung dirangkul oleh Noel dan mereka tertawa. Tanpa kusadari, dia masih menggandeng tanganku, dan menggenggamnya erat.
"CHRISTIIIINNN", Panggil seseorang yang tiba-tiba langsung memeluku, "Aku kangen!!", suara ini! Eric!!
"Eric?! Kau sudah keluar dari rumah sakit?!", tanyaku terkejut. Lagipula, bukan seharusnya dia boleh pulang besok?
"Ah, aku meminta agar dokter mengijinkanku pulang hari ini", dia tersenyum lalu mengedipkan matanya, "Lagipula besok hari sabtu... ada yang berjanji akan lari pagi denganku"
Aku tersenyum lalu menghela napas.
Tiba-tiba Dean mendorong Eric agar menjauh dariku, "g usah nempel gitu juga"
Eric terdiam, "Apaan sih", dia memandang Dean dengan sinis, "Situ juga g usah pegang-pegang... emang situ siapa?", tanya Eric melihat Dean masih menggandeng tanganku
WADUH... ADA APA INI?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Aneh 💘
RomanceChristin, seorang gadis yang masih duduk di bangku SMA kelas 3 dengan suatu kelebihan yang sangat tidak diinginkan oleh kebanyakan gadis seumurannya, ya, berat badan, tidak membuatnya merasa minder atau terganggu. Saat banyak orang berkata bahwa wan...