Saat ku menoleh, ternyata Simon baru keluar dari kamar apartemen bersama dengan Alex. Ah!! Aku lupa kalau Alex akan datang hari ini!!
"Apa yang kamu lakukan disitu, dek?", tanya Alex kepadaku yang masih memegangi daun pintu apartemen Tylor. Seketika, Tylor pun keluar, membuat Alex semakin terkejut, "Tylor?! Apa yang kalian berdua lakukan?!"
Aku menoleh kearah Tylor yabt bajunya terbuka sedikit, "Ah!! Tidak! Kami tidak melakukan apa-apa!! Percaya lah", jawabku mendorong Tylor masuk kedalam, memberi signal untuk mengancing bajunya kembali dengan benar
Simon menariku, "Apa yang kamu lakuin dengan dia, sih?!"
Aku heran kenapa kedua kakak laki-lakiku terlihat sangat marah, "memangnya kenapa?"
Aku menoleh, melihat Alex berjalan menghampiri Tylor. Alex langsung memberikan sejumlah uang, kartu ATM, dan kunci kepada Tylor yang tentunya membuat Tylor sangat terkejut
"Aku sangat berterimakasih atas bantuanmu selama ini. Tapi, sekarang semuanya sudah cukup. Semuanya ku kembalikan padamu"
"... Apa?", tanya Tylor kebingungan.
Seketika ku lihat mama keluar membawa koper, "Aku akan membawa Mama dan Christin ke Jakarta", tambah Alex yang lalu menoleh kearahku, "Kemasi barangmu sekarang. Kita akan segera berangkat"
Aku ingin membantah, namun tatapan Alex sangat tajam, membuatku tidak bisa melawan. Aku pun menurut dan langsung masuk kedalam kamar dan membereskan pakaianku.
"Apa kau tak lelah nenyakiti adiku terus?", tanya Alex yang terdengar sampai kedalam, "Aku memang sangat berterimakasih kau sudah mau membantu keluargaku, tapi aku tidak terima jika kau terus menyakiti adiku"
"Kau bilang kau menyukainya. Tapi, dari segala perbuatanmu, apa aku bisa mempercayainya?", tanya Simon menambahkan.
"Alex, Simon... Sudah lah!!", sekarang Mama yang berbicara.
"Aku... sungguh mencintainya. Aku tahu aku selalu menyakitinya, maka dari itu aku berusaha menjauh. Namun aku salah, aku malah semakin menyakitinya, Tapi-"
Belum selesai Tylor menjelaskan, aku keluar dan memeluk Tylor, "Maaf... selama ini kau yang memperjuangkan aku. Sekarang giliranku", bisiku sambil tersenyum.
Memang. Selama ini aku hanya diam dan membiarkan Tylor berjuang sendirian demi aku. Sekarang adalah saatnya, ini adalah giliranku untuk berjuang baginya.
"Mama, Simon, Alex... Aku... Tylor tidak pernah menyakitiku, malahan selalu membahagiakanku. Aku lah yang lebay karena aku tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Aku tidak suka melihat kalian terus menyalahi Tylor, karena dia memang tidak salah. Ini semua karena aku mencintainya...", Aku menatap mata Alex dan Simon, "Maka dari itu-"
Alex menghela napas panjang, "Baru kali ini aku melihat adiku memperjuangkan sesuatu. Kau tahu? Selama ini kau orangnya itu selalu mengalah, lho... Abang bangga, kau sudah dewasa sekarang. Kau sudah bisa memperjuangkan sesuatu yang kamu ingini", lalu dia menoleh kearah Aku dan Tylor, "tapi Christin dan Mama harus tetap pindah ke Jakarta. Aku sudah menemukan fakultas yang bagus buat Christin, aku juga mau sepenuhnya mengurus kedua wanita yang ku cintai ini dengan hasil gajiku sendiri... jadi, bisakah aku membawa mereka?", Alex tersenyum kepada Tylor
Tylor melihatku yang masih memeluknya, ia tersenyum, "Ini saatnya kita berdua berjuang di jalan kita masing-masing, bukan?", aku terdiam. Memang benar, aku masih harus mengejar cita-citaku dan Tylor masih harus mengembangkan usahanya, aku pun mengangguk. Tylor kembali melihat kearah Alex, "Baiklah. Lagipula, sampai saatnya tiba nanti, Aku akan membawanya kembali"
Simon masih terdiam, "jujur, aku masih sangat kesal melihatmu. Ku tanya sekali lagi, apa saja yang sudah kau perbuag kepada Christin selama ini? Kau belum... ehem"
"Tentunya belum!!", ucap Tylor tersontak, "aku bukan Pria macam itu!!"
Aku dan Mama tertawa. Simon menghela napas, "baiklah. Lagipula, aku akan tetap disini, memperhatikan calon iparku"
Aku terkejut, "calon ipar??"
"Hah? Iya. Kenapa?", tanya Simon, "Aku tidak pernah menentang hubungan kalian, kan?"
Aku dan Tylor melirik satu sama lain. Kami hanya tertawa kecil.
Aku pun masuk dan membereskan barang-barangku. Sebelum masuk ke mobil, Tylor mengajakku berkeliling sebentar, mencari angin malam.
"Jadi... Kau akan kuliah kimia industri bagian kosmetik?", tanya Tylor sambil menggandeng tanganku, dia tersenyum, "Kau ingin bekerja di perusahaanku, ya?"
Aku hanya mengangguk, "iya... Entah kenapa, waktu mendapat pengajaran dari Pak Nathan, Pak Daniel, dan Pak Harry waktu itu, membuatku tertarik dengan dunia kosmetik"
Seketika Tylor terlihat murung, "jadi bukan karena aku, ya?"
Aku tertawa, "Ya, jelas bukan", aku berhenti berjalan dan mengelus kepalanya, "Memang bukan Tylor yang bikin aku jadi tertarik di dunia kosmetik... Tapi, Tylor, lho, yanh buat hatiku berdebar seperti ini", gombalku sambil meletakan tangan Tylor di dadaku.
Tylor langsung memeluku, "duh!! Gak usah gombal, deh! Makin susah, nih, nanti ngelepasnya"
"Musti sabar nunggu, ya... 4 tahun"
"Iya", ucap Tylor. Dia menciumku lembut, "disana, jangan selingkuh, ya"
"Gak bakal, lah"
Akhirnya, kami pun berpisah. Dia masih melambaikan tangannya saat mobil mulai berjalan, begitupun aku.
Entah kenapa, walaupun sakit, tapi aku yakin, pasti kami akan segera bertemu lagi.
Semoga, 4 tahun ini bisa cepat berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Aneh 💘
RomansaChristin, seorang gadis yang masih duduk di bangku SMA kelas 3 dengan suatu kelebihan yang sangat tidak diinginkan oleh kebanyakan gadis seumurannya, ya, berat badan, tidak membuatnya merasa minder atau terganggu. Saat banyak orang berkata bahwa wan...