Gugur Satu Demi Satu

73 2 0
                                        

Sejujurnya Analis ini memang sekolah yang cukup berat bagi kami anak yang baru lulus SMP, terlebih lagi bagi mereka yang tidak minat sedikitpun sekolah analis atau medis. Kami sekolah dari pagi hingga sore dan terkadang kami sekolah sampai malam. Karena kami harus menunggu guru kami datang untuk mengajar. Banyak orang awam dan kami juga sebetulnya beranggapan bahwa medis itu keren, kece baday deh pokoknya. Sekolah setinggi apapun, kalau sudah mendengar orang sekolah medis rasanya sekolah umum sehebat apapun kalah tingkatnya.

Mungkin masuk di sekolah Analis Kesehatan kami ini sedikit lebih mudah, karena memang sekolah kami ini jarang yang tahu apa itu analis kesehatan. Meski kami beranggapan sekolah analis kesehatan kami ini masuk dengan cukup mudah, ternyata perjalanan sekolah inilah yang menjadi cukup sulit bahkan bisa di bilang sulit. Proses belajar kami inilah yang terkadang membuat kami jenuh, lelah dan pusing sekali. karena kami harus di jejal dengan materi yang banyak dan semua materi itu menyangkut IPA, entah itu bagian organ tubuh, penyakit masyarakat, kimia, bahkan pelajaran umum pun kami harus menelannya juga. Terkadang kami merasa kapan lulus dari sekolah ini.

Karena keadaan materi kami yang sulit dan kami harus menghafal dan menghafal entah sampai kapan, banyak di antara kami yang menyerah di tengah jalan. Semua berawal dari teman kelas B. Anton, Riska, Ardi dan Fendika mereka keluar dari sekolah di saat semester pertama kelas 1. Awalnya mereka jarang masuk sekolah hingga pada akhirnya mendapatkan SP (Surat Peringatan), namun itu tidak mengubah perilaku mereka hingga pada akhirnya orang tua mereka di panggil ke kantor. Entah ada apa dengan mereka, kami juga tidak terlalu dekat dengan mereka, hanya anak-anak kelas B yang paham mereka. Alhasil mereka tidak bisa di perjuangkan lagi, mereka pun tumbang. Tak lama setelah itu, rasanya kelas A juga akan kehilangan teman-teman satu kelas. Ini bermula dari Lail, dia adalah teman satu kelas kami. Ia ini memang seperti setengah hati untuk sekolah di analis ini. setiap kali belajar, ia selalu tidur, terkadang sibuk dengan ponselnya, tidak mendengarkan sama sekali. hingga akhirnya ia pun juga mengambil keputusan yang sama dengan teman kelas B.

"Lail beneran mau keluar?" tanya Anik

"iya, Nik"

"kenapa? Emangnya gak betah disini?"

"ya gak papa, mau keluar aja"

"lah, masa kayak gitu alasannya"

"Lail, pamit ya. Besok Lail gak sekolah disini lagi" ucap Lail sambil memakai ranselnya dan berjalan keluar kelas.

"yah, Lail" ucap kami semua. Anak-anak cowok kami pun menemani Lail keluar kelas dan nongkrong-nongkrong di warung pengkolan sambil membawa ransel mereka. Saat itu kami sudah jam pulang. ya, kami kehilangan salah satu personil teman sekelas kami.

Tak lama setelah itu, Ajeng membuat kami semua terkejut. tanpa ada angin dan hujan, Ibi menyampaikan kepada kami di depan kelas.

"pengumuman, kita kehilangan satu teman lagi. Ajeng keluar dari sekolah, dia bilang sama gua salam buat kalian semua"

"Ajeng keluar?" kami semua terkejut

"iya"

Kami semua terdiam, apa mereka keluar karena memang tidak betah sekolah disini? Apa karena materinya terlalu berat? Kepergian mereka tidak jauh dari kepergian teman kelas B. Tinggal satu semester lagi kami menginjak kelas dua. Mungkin memang ini jalan yang mereka pilih.

****

Masa suram kelas 1 telah berlalu, kini kami sudah naik ke kelas 2. Kami harap tak ada lagi yang membuat suram kelas kami dengan cara keluar dari sekolah.

Analis GokilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang