Demo

60 2 0
                                    


Setelah kami selesai PKL dan selesai menjalankan KTI dari hasil PKL kami, kami kembali di sibukkan dengan belajar. Kami mengejar kembali materi yang masih tertinggal untuk persiapan ujian nasional yang sedikit lagi harus kami hadapi. Tanpa terasa dalam waktu 6 bulan kami akan memasuki ujian nasional. Namun disinilah masa kami yang mereka bilang masa SMA adalah masa yang bandel-bandelnya, betul ini terjadi pada kami.

Saat itu kami harus menghabiskan waktu untuk praktik dan entah mengapa reagen untuk kami praktik stoknya kosong sudah beberapa minggu. Alhasil kami praktik dengan reagen yang ada saja. kami pun merasa heran, bukankah kami ini setiap bulan membayar uang bulanan sekolah dan biayanya tidak murah? Lalu kenapa kami masih belum mendapatkan apa hak kami sebagai pelajar. Itulah yang kami fikiran saat itu, hingga akhirnya kami memiliki pemikiran yang brutal bagi seorang pelajar.

"kita demo aja"

"demo gimana? Pake spanduk gitu demo minta di beliin reagen?"

"haha macem demo turunkan harga BBM" ucap Kamel

"bukan, kita demo mogok masuk kelas satu hari" ucap Winda

"hah!? Seirus?"

"gak mau ah. Nanti kena masalah"

"sekali-kali harus di giniin, emangnya kita bodoh apa"

"iya betul tuh"

Beberapa dari teman-teman setuju dengan pemikiran demo itu, tetapi beberapa lainnya tidak setuju dan beberapa lagi merasa ragu dan mengambil keputusan untuk ikut saja apapun keputusannya. Diskusi terus dilakukan setiap kali ada kesempatan. Kami harus membulatkan satu keputusan. Alhasil di dapatlah kami demo mogok masuk kelas.

Aku pun dirumah merasa khawatir, aku selalu memegang ponselku, agar aku segera tahu informasi apapun. Kami semua tidak boleh datang kesekolah. Hingga akhirnya pihak sekolah mencari kami. Beberapa teman di hubungi oleh sekolah, di kirim pesan singkat dengan bujukan demi bujukan. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk kembali kesekolah.

"atas keputusan Waty sebagai ketua kelas, kita semua mengambil keputusan untuk kembali kesekolah. Kita kumpul dulu disini sampai semua datang" ucap Winda. Tempat kami berkumpul adalah di Masjid Al-Falah dekat sekolah kami.

Setelah semua berkumpul kami pun semua bersama-sama menuju sekolah dan masuk ke gerbang sekolah. Jantung kami terasa deg-degan bukan main. Saat masuk gerbang rasanya suasananya seperti horor. Meski kami juga merasa takut, kami harus tetap berusaha berani karena kami melakukan suatu aspirasi. Kami menuntut hak kami. Udah kayak demo di depan gedung DPR aja.

Kami semua duduk tanpa suara di dalam kelas. Guru-guru kami pun masuk kedalam kelas, begitu juga kepala yayasan, kepala sekolah kami pak Asep, pak Caridi selaku pembina osis, pak Johan selaku wali kelas kami, pak El selaku kepala jurusan, juga pak Zithar selaku kepala penanggung jawab jurusan, juga bu Lely dan bu Marsih selaku tata usaha. Kami persis seperti di ruang gedung pengadilan yang siap di sidang. Meski kami menuntut hak kami, tapi kami sadar cara kami ini salah.

"apa maksud kalian demo seperti ini?" ucap pak Asep dengan wajahnya yang sangat mengerikan karena amarahnya. Vera pun berdiri sebagaimana sudah di atur siapa yang akan berbicara.

"kami sebenarnya hanya ingin menuntut hak kami pak. sudah beberapa minggu ini kami praktik tapi kami tidak punya reagen yang lain. Jadi kami harus praktik dengan reagen yang ada"

"maaf pak, betul kata Vera. Saya sebelumnya minta maaf selaku ketua kelas kami telah melakukan hal yang salah seperti ini, tetapi kami harus melakukannya. Kami sedikit lagi ujian nasional dan ujian produktif analis dari pemerintah. Kami harus mengulang banyak praktikum. Namun sayang, praktik kami tertunda"

Analis GokilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang