9. A Photo

8.2K 859 101
                                    

Sebenarnya, Jihoon masih tak menyukai Mingyu dan kerap kali mengerling tajam pada si taring itu setiap bertemu. Apalagi, sikap Mingyu yang kurang ajar dan selalu tak menghiraukan sopan santun membuat Jihoon tak henti mendumel habis-habisan. Ia tak mengerti jalan pikiran pria itu sama sekali. Dimana rasa bersalahnya setelah membuat Wonwoo begitu banyak menderita?

Di sisi yang lain, Jihoon begitu risih setiap kali ia melihat aura kelam diantara Mingyu dan Wonwoo. Bukankah rasanya aneh melihat kedua orang bermusuhan ketika akan menikah?

Bagaimanapun, sepasang calon pengantin tak boleh memiliki pertengkaran apapun menjelang pernikahan mereka, bukan?

Jeonghan pun berpikiran sama seperti Jihoon. Dan baginya, Mingyu dan Wonwoo harus berbaikan secara perlahan-lahan, tak bisa dipaksa. Jeonghan pastinya mengerti bagaimana sulitnya Wonwoo ketika Mingyu lari dari tanggung jawabnya sebelum anak mereka dilahirkan. Dan ia juga memahami bahwa Mingyu sama sekali belum bisa menerima Wonwoo dalam kehidupannya -karena ia tahu sejak dulu Mingyu sangatlah keras kepala.

Maka, tak ada cara lain selain melarang orang-orang masuk ke ruangan Wonwoo selama Mingyu berada di dalam sana. Jangan menjenguk Wonwoo berjam-jam bahkan menginap selain Mingyu. Itulah kesepakatan baru yang dibuat oleh Jihoon dan Jeonghan sebagai bentuk kerjasama tak langsung antara keluarga Jeon dan keluarga Kim.

Dan ini telah memasuki kesekian hari semenjak Mingyu disuruh mendekam di ruang inap Wonwoo dan harus menginap di sana guna menemaninya. Bayangkan betapa suramnya suasana di dalam ruangan itu karena baik Mingyu maupun Wonwoo, keduanya tak mau saling berteguran.

Mereka berdua tahu benar, itu memang adalah taktik Jihoon dan Jeonghan untuk mencoba mendekatkan mereka berdua. Dan kalau saja bukan karena bentakan garang mereka, Mingyu dan Wonwoo tak mungkin sudi berdua berada dalam satu ruangan.

Tetapi kian lama, saling mengunci bibir rapat-rapat itu terkadang bisa menyusahkan juga. Wonwoo terlalu enggan untuk meminta bantuan Mingyu ketika sedang lapar. Dan Mingyu gengsi untuk mengingatkan Wonwoo saat wanita itu lupa kapan saatnya waktu meminum obat. Terkadang, Mingyu merasa resah sendiri setiap Wonwoo berkali-kali melewatkan obatnya. Bisa dibilang, ia merasa sangat khawatir -walau ia sama sekali tak mau mengakui perasaan itu.

Namun secara tanpa sadar, Mingyu semakin lama dapat menunjukkan perubahan pada sikapnya. Itu terjadi setiap kali Wonmi terbangun dan menangis tengah malam, sehingga dalam keadaan mengantuk Wonwoo dan Mingyu harus memomongnya bersama.

Dan barusan terjadi lagi.

Wonmi dengan kebisingannya membuat Wonwoo dan Mingyu kalang kabut di pagi buta, sekitar jam 2 lewat. Dengan penuh kantung mata mereka berdua berusaha keras membuat Wonmi tenang kembali. Jika sudah seperti itu, Wonwoo dan Mingyu tak bisa mengingat pada jarak mereka lagi.

Seperti sekarang.

Mingyu yang duduk di tepi ranjang, hanya terus mengarahkan pandang pada Wonmi yang perlahan-lahan lelap di gendongan Wonwoo yang sedang duduk menyandar di ranjang. Posisi mereka sudah sangat dekat, tak lagi duduk berjauhan sepeti yang lalu-lalu.

Setelah beberapa saat ruangan menjadi hening tanpa tangisan anak bayi, Wonwoo terlebih dahulu membuka suara, dan melontarkan kalimat yang begitu tiba-tiba.

"Dengar. Aku menerima pernikahan itu bukan karena kemauanku, bukan juga untukmu."

Sementara Mingyu, ia masih belum dapat melepaskan perhatiannya pada anaknya, dan hanya menggumam setuju pada perkataan Wonwoo.

The Sweetest Disaster • meanie gs [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang