Chapter 3

1.3K 95 0
                                    

Minggu pagi ini…

Kedatangan Dhya sudah dinantikan oleh keluarga Javier, Dhya sudah memberitahukan pada Bram jika dirinya akan sampai sekitar pukul 10.00 dan sekarang masih pukul 07.00, Dhya akan merasakan rindu pada keluarganya karena ia akan pulang seminggu sekali bahkan tidak akan sampai 24 jam dirumahnya.

Setidaknya kini ia dapat membungkam mulut receh milik tetangganya yang sudah kehabisan bahan gosipan. Semua tertuju pada Dhya, Dhya yang tidak bekerja, Dhya yang belum menikah dan Dhya yang bertambah gendut. Ya, Dhya memiliki tubuh yang berisi, sekal atau gendut lah katakan. Tapi Dhya tidak peduli dengan celotehan tetangganya, hanya sang mama saja yang sibuk dengan omongan orang.

Dhya hanya berat meninggalkan orangtuanya karena adiknya tidak pandai menjaga kedua orangtuanya, kedua adiknya sibuk dengan dunianya sendiri makanya Dhya selalu setengah hati bila bekerja. Sementara sang kakak sudah menikah dan berada didaerah lain meski mereka tetap satu kota.

Kini Dhya, harus meninggalkan kota sejuta angkot menuju planet tak terbatas, Bekasi. Keluarga Javier tinggal disebuah perumahan elite dikawasan Harapan Indah. Dhya dulu sering bermain disini, makan Mcd atau sekedar meminum kopi dan duduk ditaman dengan selonjoran kaki dengan seseorang. Seseorang yang ia kenal sebelum hijrahnya. Apa itu namanya, pacar ya.

Dhya sudah tidak pernah pacaran semenjak hijrahnya, bahkan bersentuhan dengan lawan jenis pun tidak pernah. Pria terakhir yang menghiasi hidupnya meninggalkan Dhya dengan sebuah surat. Surat yang sudah Dhya bakar. Hatinya akan terluka jika mengingat kejadian itu lagi. Dhya yang lemah jika sudah jatuh cinta.

“Nak.. Nak.. Ayo berangkat..”

Ucapan sang mama mengaburkan lamunannya yang melalang buana pergi melintasi waktunya dengan Dicky. Pria yang mengajaknya berta’aruf dan berencana menikah dengan Dhya 2 tahun lalu.

Lagi, Dhya meneteskan air mata karena merindukan Dickynya.

“Kenapa dii ?” ucap mamanya khawatir.

“Nggak apa-apa mah, sedih aja harus jauh dari rumah.” Ucapnya terpaksa berbohong. Pasalnya sang mama akan marah jika mendengar Dhya masih memikirkan Dicky.

“Doain mama sama papanya sehat ya sayang.”

“Aamiin ma, ayo berangkat. Udah telat kita.”

Perjalanan dari Bogor sampai ke Harapan Indah memakan waktu 1 jam 30 menit. Sesampainya di HI, mobil keluarga Dhya sudah ditunggu oleh beberapa bodyguard keluarga Javier.

“Selamat siang Non Dhya, saya James, silahkan ikuti mobil kami.” Ucap salah seorang bodyguard menghampiri mobil Dhya.

Sesampainya dikediaman keluarga Javier, keluarga Dhya pun pamitan karena kedua adiknya Dhya dirumah.

Dhya masih menatap rumah besar itu dengan kagum, hanya saja hingga saat ini ia masih tidak tahu seperti apa rupa dari bapak-bapak yang akan ia urus, yang mana istrinya dan yang mana anaknya. Pasalnya dirumah itu sangat ramai dan yang Dhya kenal hanya Bramkovic.

“Tantee.. perasaanku saja atau memang kita pernah bertemu ?”Ucap Dhya saat melihat mamanya Damien.

“Iya nak, kita pernah bertemu beberapa minggu lalu di minimarket. Ingat ?”

“Minimarket ?” ucapnya sambil menaikkan alisnya seolah mengisyaratkan ia berpikir keras.

“Oh, iyaaaaa saya ingat tante. Tante yang ngeliatin saya gak ngedip-ngedip kan?” ucapnya.

“Iya benar.” Jawab mama Damien sambil diikuti dengan kikikan keduanya, seolah flashback kemasa beberapa minggu lalu.

“Mmm.. jadi pasien saya, anak tante yang waktu itu didepan minimarket ?”

DLJ Love Story, an inspiration to love againTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang