Chapter 11

984 61 0
                                    

Damien sedang menikmati sejuknya udara pagi sambil memainkan embun yang membasahi tanaman-tanaman dipekarangan rumahnya. Paginya selalu sama tapi tak pernah membosankan, bahkan jika ia hanya duduk ditaman dengan segelas susu almond dan Dhya disampingnya adalah bagian yang paling sempurna dari yang namanya "Menikmati Surya."

Damien masih suka mencuri pandang pada wanita yang selalu menemaninya beberapa bulan ini, pandangan Damien kadang membuat Dhya salah tingkah bahkan sampai marah-marah. Dhya tidak suka jika Damien menatapnya lekat-lekat karena bagi Dhya itu akan membuat Damien menjadikan diri Dhya sebagai bahan imajinasinya.

Imajinasi pria tua.

"Hiiiii..." Dhya mengendikan bahunya mengingat apa yang dia pikirkan adalah hal yang menggelikan.

"Kau kenapa pocong ?"

"Tidak. Aku baik-baik saja." Jawabnya tanpa menatap Damien yang melihat Dhya keheranan.

"Kau.."

"Aku ? Aku kenapa ?" Jawab Dhya balik bertanya tapi kini menatap Damien heran.

"Kau tidak menjawab apa yang sudah aku utarakan kemarin."

"Bukankah kau memang tidak bertanya bapak tua ?" Ucap Dhya sambil memutar bola matanya.

"Aku tidak pandai merangkai kata. Seharusnya kau tahu maksud perkataanku itu kemana."

"Aku bukan wanita yang peka." Jawabnya sambil menahan senyum yang hamper lolos dari bibirnya.

"Apa ini karena kau masih mencintai seseorang dimasa lalumu ?" Tanya Damien dengan nada penuh kecemburuan.

Dhya hanya mampu mendengus kesal. Entah mengapa bapak tua ini, padahal usianya sudah hamper 40 tahun tetapi tetap saja tidak pandai membaca bahasa tubuh wanita. Tidak dapatkah dia lihat bahwa Dhya sangat bahagia ketika bersamanya, tidak dapatkah bapak tua itu lihat bagaimana Dhya bahagia ketika Damien memilih menjadi muslim.

Setidaknya bagi Dhya, satu tembok besar antara dirinya dan Damien telah runtuh, hanya tinggal bagaimana orangtuanya saja. Apa bisa kedua orang tua Dhya menerima seorang mennantu yang usianya saja lebih pantas menjadi adik atau keponakan mereka. Jika Dhya mengingat kesana rasanya harapan itu sedikit, tembok yang sudah hancurpun seolah dibangun dengan bantuan Jin seperti dikisah dongeng roro jonggrang yang meminta 1000 canti dalam 1 malam, express.

"Aku bukan wanita yang hidup dengan bayang-bayang masa lalu." Jawabnya lirih.

"Aku memang mencintai dirinya, sangat malah, sangat mencintai. Tapi Allah berkehendak lain, dia mengakhiri hubungan kami hanya dengan sebuah surat."

Damien yang mendengarkannya heran.

"Kapan kau berhubungan dengannya? tahun 1990? 1998? Atau 2000?" ucap Damien yang heran.

"2 tahun yang lalu." Jawab Dhya dengan malas.

Jawaban Dhya disambut gelak tawa yang sangat keras dari Damien, Damien yang awalnya berdiri dengan jemuran handuknya kini terduduk ditanah berumput dihalamannya rumahnya. Damien terbahak-bahak sambil memegang perutnya yang mulai kesakitan akibat tarikan yang dihasilkan dari tawanya itu. Dhya hanya melihat Damien dengan wajah heran, heran mengapa Damien bisa terpingkal-pingkal karena ucapan "2 tahun yang lalu" karena bagi Dhya tidak ada yang lucu dari kalimat itu.

"Kau kenapa?" Ucap Dhya heran sambil berjongkok dihadapan Damien.

"Ha Ha Ha, 2 tahun lalu itu bukannya sudah jamannya anak-anak SD menyatakan perasaan dimedia social bukan?"

DLJ Love Story, an inspiration to love againTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang