12

340 6 0
                                    

"Sudah sepantasnya airin dekat dengan lelaki seumurannya, bukankah mereka cocok? Sepertinya ada ketertarikan diantara mereka" sally mencoba memperlihatkan kedekatan airin dan jack saat mereka tengah berpelukan.

"Kurasa tidak. Cinta kadang bukan soal umur dan fisik, kadang cinta adalah soal kenyamanan"

Jawaban alvin membuat sally merasa kecewa.

"Eh bapak sejak kapan disini? Kebetulan sekali aku juga ingin pamit pulang"

"Ya aku juga sekalian ingin pulang, ayo ku antarkan.."

Kami meninggalkan sally yang sejak tadi memasang tampang muram. Saat kami sampai diparkiran ternyata ban mobil pak alvin kempes, akhirnya kami memutuskan untuk menunggu taksi, saat menunggu dipinggir jalan, hujan mulai turun deras serta petir yang mulai menyambar, pak alvin segera mengajakku berteduh di gubuk kayu. Sejak kecil aku takut sekali dengan petir, biasanya saat ada petir aku akan menutup mukaku dengan bantal sampai hujannya reda, tapi disini tidak ada bantal jadi aku menyandarkan mukaku dipunggung pak alvin.

"Kenapa?"

"Tidak papa. Aku hanya takut petir"

"Tenanglah.. petir itu tidak akan sampai menyambarmu"

"Aku hanya takut karna suaranya"

"Tenang saja, disini ada aku.."

Pak alvin menggenggam tanganku erat seolah ingin menjelaskan kalau semuanya baik-baik saja.

"Lelaki yg bersamamu tadi itu siapa?"

"Eh.. itu temannya sally. Aku juga tidak kenal kok"

Pak alvin hanya mengangguk-ngangguk.

"Memangnya sejak kapan bapak memperhatikan kami disana?"

"Tidak lama sih. Sudahlah, tidak usah dibahas"

Tidak lama suara petir mulai menghilang tapi hujan masih belum juga reda, pak alvin memberikanku jaket kulit yg digunakannya, lalu memelukku, aku sedikit kaget. Dia menatapku dalam-dalam, tanpa sadar ternyata wajah kita sudah saling berdekatan dan tidak lama bibirnya sudah mendekat dengan bibirku. Seolah bibirnya seperti magnet yang membuatku tidak bisa menolak, aku merasakan kehangatan dan kelembutannya, kami cukup lama berciuman, dan tanpa sadar hujan mulai reda.

"Ayo, sudah waktunya pulang.." ujar pak alvin gugup.

Pak alvin beranjak berdiri, dan membersihkan celananya yang kotor. Dia terlihat kikuk, mungkin dia baru menyadari kelakuannya tadi.

****

Aku masih termenung memikirkan kejadian semalam, kecupan itu seolah masih terasa. Apa ini tanda dia juga menyukaiku? Apa aku nyatakan saja kalau aku menyukainya? Tapi aku masih belum berani.

"Heh airin kau ini kenapa sih dari tadi aku ngomong malah diam aja, ini lihatlah nilai kita paling rendah tau!" Veli terus-terusan menggoyang-goyangkan badanku. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan nilai rendah, aku sudah biasa mendapatkannya kok.

"Ya mau bagaimana lagi, terima saja" jawabku malas..

Sementara dari jauh elia dkk terlihat memperhatikan kami sambil tertawa-tawa.

"Memalukan.. apa mereka tidak punya malu ya!" teriak chika teman kelompok elia.

Veli langsung emosi mendengarkan kata-kata chika tadi. Dia langsung beranjak dari kursi dan menghampiri mereka..

"Heh..! Apa urusannya denganmu?!" teriak veli keras, membuat seluruh kelas memperhatikannya.

"Kenapa kau ini..? Aku hanya bicara kenyataannya. Apa kau tidak malu terus-terusan bodoh seperti itu?" jawab chika lebih keras seolah menantang.

Veli langsung menampar mukanya dengan keras, sampai chika terjengkang sedikit ke belakang, aku langsung menghampiri dan melerai mereka, chika berlari keluar sambil terisak menangis.

Keadaan dikelas langsung ricuh, tidak lama pak alvin datang dan berusaha menenangkan anak-anak.

Saat jam pelajar usai, aku langsung mengantarkan veli kerumahnya.

Dari tadi dia hanya diam seperti bukan veli yang biasanya, aku sedikit sedih melihatnya seperti itu.

"Rin, kamu mau tidak nginap disini?"

"Eh.. sebenarnya aku bisa sih. Tapi memangnya kenapa tiba-tiba kamu mengajakku menginap?"

"Tidak papa. Aku hanya sedang butuh teman saat ini"

"Tapi aku gak bawa baju ganti"

"Pakai saja baju tidur punyaku"

"Baiklah, kalau gitu aku akan sms mamah dulu"

Tidak lama setelah pesan terkirim, mamah langsung membalas dan dia mengizinkan aku nginap.

"Gimana?" tanya veli.

"Iya dia bilang boleh.."

"Bagus kalau begitu. Ayo kita nonton film horror, kemarin aku baru saja membeli kasetnya"

"Wah, wah.. seru nih," jawabku dengan sumringah.

Tidak terasa sudah jam setengah dua belas malam, kami menonton film, mandi bareng, setelah itu makan, lalu nonton film lagi, dan ngobrol-ngobrol sampai tidak sadar sudah jam segini. Tiba-tiba veli mendapat pesan dari felix, cowok yang sudah lama dia taksir.. Katanya lelaki itu ngajak ketemuan karna ada hal penting yang ingin dibicarakan.

"Kamu yakin mau keluar? Inikan udah malam, kenapa gak besok aja disekolah?"

"Gak papa, cuma bentar kok.. mungkin saja dia mau menyatakan cinta padaku hehe" veli tersenyum senang.

"Gak mau aku temani?"

"Tidak usah. Kamu hanya akan mengganggu suasana kami berdua"

"Huh, dasar.." aku membantingkan bantal kearah mukanya, dia hanya bisa tertawa.

Setelah veli pergi, satu jam kemudian dia menelponku, dari suara nafasnya, dia seperti terengah-engah,

"To-tolong aku.."

Roti ManisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang