"Sekonyol dan semustahil apapun mimpimu, dunia nggak akan mengalahkan selama Tuhan berkehendak. Yang menuntun langkahmu itu Tuhan, bukan manusia. Kenapa kamu sangat insecure?"
***
Prista, si make up artist amatir, memiliki segudang impian. Di tengah...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Menurut Pak Dirga, gimana kandidat kompetisi tahun ini?"
Dirga melirik smartwatch pada tangan kiri sembari membawa sepuluh folio map berisi application form para kandidat yang sudah selesai diwawancara. Dirga tampak merenung sejenak, menggaruk tengkuknya yang tak gatal, kemudian tersenyum kaku; tak menunjukkan kepuasan atau kesan baik.
"Merosot agak jauh dibanding kandidat tahun sebelumnya," Dirga menghela napas lelah. Merasa seluruh waktunya terbuang percuma akibat interview kelewat panjang namun tidak berkesan. "Tahun lalu seleksinya sulit sekali, karena banyak kandidat bagus, baik secara skill maupun attitude. Tapi tahun ini ... hmm, apalagi kandidat pertama yang namanya Ratu Widyaningsih itu. Ya Tuhan, songongnya luar biasa seakan dunia memuja dia hanya karena punya pengalaman setahun menjadi MUA di luar negeri. Tadi bahkan meremehkan Bu Ayunda ketika memberi koreksi. Saya pribadi nggak akan meloloskan dia. Saya nggak mau ada peserta seperti itu—"
"What about that last candidate, Pak?"
Dirga tahu betul siapa kandidat yang dimaksud Ayunda. Dirga mengedikkan bahu dibarengi kedua alis terangkat. Tak ingin memberi jawaban pasti secara langsung, sebab tidak bisa memberikan penilaian pribadi yang sudah terkena bias akibat kejadian beberapa waktu lalu.
"Kita diskusikan ini besok saja, Bu," Dirga berusaha mengalihkan pembicaraan. Terlalu lelah untuk diajak bicara lebih jauh serta menghindari perdebatan dengan user lainnya. Selain itu, dia ingin segera pulang untuk mengistirahatkan tubuhnya. "Anyway, thanks for today. Bu Ayunda, Bu Cia, Pak Kevin, saya pamit undur diri."
Dirga beranjak ke ruang divisi kecantikan yang sudah sepi, karena semua karyawan sudah pulang. Dirga masuk cukup lama ke ruangan pribadinya guna mengunggah beberapa soft file ke sistem aplikasi perusahaan, memantau update tugas harian hari ini, meletakkan folio map dan membereskan beberapa barang di atas meja. Dirga membawa beberapa barang titipan Juli, seperti: sandal, baju serta celana, dan beberapa makeup—memasukkan semua barang itu ke dalam backpack kerjanya. Mereka hendak pergi bersama menonton bioskop sekaligus membahas soal pernikahan Juli malam ini.
Dirga menuju lift dan langkahnya sempat terhenti ketika tak sengaja menciptakan kontak mata dengan Prista. Perempuan itu baru saja ditegur oleh resepsionis untuk segera pulang sebab pintu akan dikunci. Duh, kenapa gue ketemu dia mulu, sih? Dirga lekas berpaling guna menghindari Prista.
Sialnya, lift tidak kunjung sampai di lantai delapan.
"Pak Dirga."
Bulu kuduk Dirga meremang sesudah mendengar Prista memanggil namanya dari belakang. Dirga tak menginginkan interaksi lagi dengan si perempuan. Dirga menghela napas panjang, berharap Prista tak lagi mengajaknya bicara.