14. Interview itu Mimpi Buruk!

338 81 85
                                    

Jangan lupa vote dan komentarnya yaa. Thank you!

ArsyllaGood luck ya buat interview besok! Mimpi lo sudah menunggu di ujung sana!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arsylla
Good luck ya buat interview besok! Mimpi lo sudah menunggu di ujung sana!




Prista sudah berdoa pagi, siang dan malam untuk meminta kelancaran interview bersama pihak Get Ready With You. Pukul delapan pagi, Prista berdiri di depan gedung perusahaan megah tersebut. Perusahaan kreatif terkemuka itu terdiri dari sepuluh lantai. Jantung Prista berdegup kencang. Prista sudah berulang kali memastikan penampilannya cukup layak. Dia mengenakan kemeja putih, celana kain high waist berwarna cream muda serta sepatu hak tinggi berjenis pointed toe pumps yang dipinjamkan Joanna. Rambutnya diikat rapi ke atas dan jangan lupakan tas selempang elegan yang bertengger rapi pada pundak kanannya. Dengan style serapi dan semodis itu, orang awam pasti akan mengira Prista merupakan budak korporat.

Prista menelan ludah sebelum memberanikan diri melangkah masuk ke lobi yang bisa dikatakan 'sepi', sebab jam ini merupakan jam kerja para karyawan. Prista sedikit ciut; merasa orang sepertinya tak pantas masuk ke perusahaan semegah ini. Desainnya sangat kreatif nan minimalis, tapi berhasil menunjukkan kesan 'ini anak muda banget' alias tak digerus waktu.

Lobi perusahaan tersebut memiliki dinding berwarna cokelat kayu natural dan lantai marmer terang. Pencahayaan dari jendela besar dipadukan dengan beberapa lampu gantung bulat yang elegan. Meja resepsionis berada di ujung; di tembok terdapat tulisan balok timbul yang menceritakan sejarah dibangunnya perusahaan dari tahun 2007 sampai sekarang. Papan informasi dan dekorasi seni sederhana pun melengkapi tampilan minimalis dan fungsional lobi tersebut. Selain itu, terdapat dua lift yang berada tak jauh dari meja resepsionis.

"Permisi."

Prista belum menyampaikan apapun, namun salah satu resepsionis itu menampilkan senyum terbaiknya ketika berbicara layaknya robot artificial intelligence. "Kak Prista Anandhita, ya? Hari ini ada agenda interview dengan kepala koordinator event dan yang lain. Apa benar? Jika iya, bisa silakan langsung naik menggunakan lift ke lantai delapan. Di lantai delapan, nanti ada resepsionis yang mengarahkan ke ruang tunggu. Terima kasih."

"Terima kasih." Prista menundukkan kepala santun lantas berlalu pergi menuju ke lantai tujuh sesuai arahan sang resepsionis. Di sana, dia diarahkan ke ruang tunggu yang sudah diisi oleh sembilan peserta MUA Hunter lain.

Suasana mencekam akibat rasa kompetitif tinggi sungguh kentara. Tak ada yang bicara atau memulai obrolan. Bahkan, dinginnya udara dari air conditioner tak cukup menusuk seperti tajamnya tatapan para MUA dalam ruangan itu ketika tak sengaja bertukar pandang.

Prista yang biasanya terkenal bar-bar dalam mendekati orang duluan untuk diajak berteman pun menciut. Para MUA lain berusia lebih tua, kelihatan tak mau kalah, dan sungguh ingin mengejar posisi pertama. Padahal aku ikut kompetisi ini juga karena ingin nambah teman sesama MUA, soalnya aku lihat banyak alumni MUA Hunter jadi bestie setelah kompetisi berakhir. Tapi kok suasananya kayak gini ya.. Prista mengusap tengkuknya selagi merogoh ponsel dari dalam tas. Hendak sok menyibukkan diri seperti peserta lain.

Get Ready With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang