content warning: toxic masculinity.
"Hi, can we talk?"
"Mau bicarain apa?"
"Udah, ikut gue aja. Bawel lo."
Beberapa tahun lalu, Dirga gagal memperoleh promosi jabatan sebagai Chief Creative Officer di perusahaan akibat tersandung kasus penyalahgunaan narkoba. Dirga pun nyaris ditendang keluar dari perusahaan, karena banyak para petinggi serta investor beranggapan keberadaan Dirga menciptakan citra buruk di mata masyarakat luas. Namun, waktu itu, dewi keberuntungan seolah memihak Dirga—sebagian investor menyayangkan apabila Dirga dilengserkan; hal tersebut dibahas dalam rapat direksi besar-besaran.
"Untuk apa Pak Dirga dilengserkan? Menurut saya, brand Get Ready With You nggak akan sesukses ini tanpa adanya beliau. Pak Dirga dan timnya berhasil membangun image baik di tengah banyaknya produk kompetitor. Brand ini pun ada karena beliau. Oke, jika misalkan creative director divisi kecantikan digantikan oleh orang lain, apakah menjamin visi dan misi orang baru akan sejalan dengan perusahaan? Belum ada kandidat yang sekompeten Pak Dirga. Lagi pula, hasil menunjukkan Pak Dirga nggak menggunakan narkoba. Negatif."
Sejujurnya, Dirga masih belum pulih dari kepedihan masa lalu. Dibenci seluruh dunia di saat dirinya tidak berbuat salah dan tidak bisa membela diri merupakan hal paling menyesakkan. Jurang tersebut pun semakin dalam ketika Dirga dinyatakan tidak bersalah. Tanggapan publik adalah dirinya menyogok pihak berwenang agar dibebaskan seperti kebanyakan orang kaya lain.
"Sumpah, I hate him so fucking much," Claire, creative director divisi fashion yang menangani brand Pov&Act, mengumpat panjang-lebar seraya mengambil sekotak rokok beserta pemantik dari saku celana. Perempuan cantik berambut pendek sebahu dengan aura girl boss itu tak pernah absen merokok di rooftop gedung perusahaan apabila sedang stres berat.
"He doesn't deserve that position. Cowok itu mengandalkan koneksi, tukang jilat atasan, dan nggak punya skill mumpuni. Attitude-nya aja minus seratus! Andai aja lo nggak terjerat kasus fitnah nggak jelas itu beberapa tahun lalu, lo pasti sudah menjabat di posisi itu, Ko," Claire mengisap dalam-dalam puntung rokoknya hingga asap memenuhi paru-paru sesudahnya mencak-mencak tidak jelas guna melampiaskan emosi.
Dirga melipat kedua tangan di atas pembatas rooftop; mendengar Claire mengomel, mengamati cerahnya langit, sambil menikmati segelas vanilla latte rendah gula melalui sedotan merupakan jadwal paten setiap sebulan dua kali. Vanilla latte pun merupakan treat dari Claire sebagai ganti untuk mendengarkan omelannya. Dirga pun tak pernah lupa membawa asbak kertas buatannya sebagai tempat sampah abu rokok.
"Lo tahu apa yang bikin gue sebenci itu ke dia? Saat meeting, dia pura-pura mendengarkan bak atasan super keren. Sering mempertanyakan tingkat keberhasilan atau kalau lagi males ya 'iya-iya' aja. Tapi semua hal dilampiaskan ke tim gue jika nggak berhasil! Ada anak gue yang hampir resign karena dia. Kasihan, kan?!" Claire mengentak-entakkan kaki. Menganggap aspal di bawahnya merupakan tubuh sang atasan. Dirga menatap langit dengan mata menyipit selagi menyimak gerutuan si perempuan. Claire memberengut. "Kenapa dia nggak dilengserkan aja terus digantikan oleh lo? It's been five years! Seharusnya sangat aman andai kata lo kembali dipromosikan menjadi Chief Creative Officer."
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Ready With Me
Romance"Sekonyol dan semustahil apapun mimpimu, dunia nggak akan mengalahkan selama Tuhan berkehendak. Yang menuntun langkahmu itu Tuhan, bukan manusia. Kenapa kamu sangat insecure?" *** Prista, si make up artist amatir, memiliki segudang impian. Di tengah...