Bab 12 - Bagaimana Kue Manis Itu Menunggu Kenangan Kita

783 35 5
                                    

Bab 12 – Bagaimana Kue Manis Itu Menunggu Kenangan Kita

(Axelyon, 25 tahun. Di dunia sebelumnya)

"Kapan kamu akan menikah?" tanya ibuku menggerutu di ponsel.

Kuhela napas panjang dan menjawab, "Aku baru saja mendapat pekerjaan, Ma."

Meski kedua orangtuaku sudah bercerai sejak lama, ibu tak pernah absen memberiku perhatiannya bahkan sampai sekarang. Wanita itu berjanji akan selalu hadir di setiap momen penting hidupku. Walau sekarang, sepertinya ibuku ingin agar aku segera membuat momen paling penting bagi orangtua mana pun.

Melihat anaknya menikah.

"Telepon dari ibumu?" tanya Laura memberiku Crepes Ubi pesananku.

Kami berdua duduk di bangku taman, sembari menikmati Crepes krim ubi manis yang kami pesan bersama. Hari itu adalah salah satu hari biasa lainnya. Aku mulai bekerja di Firma bidang desain perumahan kotemporer. Laura memulai karirnya sebagai asisten editor penerbitan buku. Jadwal kami penuh sepanjang hari kerja, tetapi kami akan selalu meluangkan waktu satu hari dalam seminggu untuk bertemu.

Itu sebenarnya ide Laura dan aku ikut-ikutan saja. Bukan seperti aku sangat antusias dengan ide ini. Aku dan Laura sudah berteman sejak lama, kami terbiasa mengobrol dan kurasa aku juga terbiasa dengan kehadiran wanita itu di hidupku.

"Yup," Aku mengiyakan. "Dia menyuruhku agar segera menikah."

Laura mengangguk dan melahap satu gigit crepes yang masih hangat, "Tipikal orangtua," katanya. "Ayahku juga menyuruhku begitu."

"Maksudmu, ayahmu yang sangat menginginkan seorang putra, dan berharap dengan kau yang menikah, bisa memberinya cucu laki-laki yang pantas untuk mewarisi kerajaan bisnis Lancaster?"

Laura tertawa dan bahkan hampir tersedak dengan krim ubi manis di mulutnya. Tubuhnya tersentak ke belakang dan pundak kami bertemu. Sampai mengirim gelenyar aneh di tubuhku dengan cara yang tak bisa kupahami.

"Terima kasih sudah mengingatkanku soal detailnya," Laura memilih untuk menyandarkan kepalanya di bahuku. "Kau sudah menceritakan riwayat hidupku dengan tepat sekali."

Aku ikut tersenyum mendengarnya. Selebihnya yang kutahu soal keluarga Laura adalah ayahnya merupakan sosok reinkarnasi Hitler yang paling mirip dari yang kutahu. Aku bisa melihat sikap keras ayahnya diturunkan pada Laura. Apalagi dengan ekspetasi beliau yang berlebihan untuk memiliki seorang putra. Setiap didikan dan hal yang menjadikan Laura seperti sekarang adalah hasil dari hati beku sang ayah.

"Ayahku mungkin merencanakan pertunanganku dengan putra konglomerat atau putra dari pebisnis sukses sejagat dengan koleksi 20 mobil mewah."

"Kau tidak terdengar senang dengan semua itu," tukasku menyimpulkan.

Laura diam dan kemudian mengangguk pelan. "Aku capek mencari cara agar ayahku bangga memiliki putri sepertiku," bisik Laura bersama dinginnya semilir angin musim gugur yang membuat daun-daun berwarna senja berterbangan di atas kami.

"Kalau pun nanti aku benar-benar menikah ... Aku tidak ingin anakku tertekan sama sepertiku dulu."

Setelahnya hanya kesunyian yang mengalir di antara kami. Seperti air danau di depan kami yang memberiak hingga ke tengah. Hingga beriak itu hilang dan membuat layar kaca besar memantulkan bayangan langit biru. Crepes kami sudah habis, dan mulut kami terkatup. Membiarkan alam berbicara pada kami.

"Lyon," panggil Laura.

"Hmm?" tanyaku.

"Aku sedang berpikir tentang hal yang cukup gila," lanjutnya masih nyaman membaringkan kepalanya di pundakku.

The Replacing Husband (TAMAT) | 1.3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang