Chapter 14

1.5K 185 68
                                    

Desc : Naruto dan Yuri On Ice bukan milikku.

Rated : semi M

Pair : SasuNaru, MitsuBoru dll.

======= Happy Reading ======

"SHINA-CHAN!" Minato berteriak memanggil nama anak angkatnya dan berlari secepat yang ia bisa menuju pinggiran dermaga. Dalam sekali lompatan jauh, Minato masuk ke laut dan menyelam, mengejar tubuh mungil bayinya.

Fugaku berniat menyusul Minato yang belum juga muncul ke permukaan setelah beberapa menit berlalu sejak pria itu menceburkan diri. Namun, langkahnya terhenti saat bala bantuan musuh datang dan mengepung dirinya dan yang lain. Sasuke bahkan sudah terlibat baku tembak dengan komplotan itu.

Fugaku mendecih, ia menunduk saat salah satu musuhnya menebaskan pedang pada leher Fugaku. Dengan cepat ayah dari Sasuke itu menyapu kaki musuhnya hingga pria bercodet terjatuh dan mengelepar kesakitan karena lehernya terjatuh tepat di atas bagian tajam pedang.

Sesekali Fugaku menoleh pada laur di mana Minato terakhir kali terlihat, tapi lelaki itu belum juga muncul ke permukaan. Perasaan cemas semakin pekat menyelimuti hati.

Seorang pria berambut pirang berlari dengan cepat melewati Sasuke setelah menumbangkan tiga orang yang nyaris menyerang pria Uchiha dari belakang. Kemudian melompat dan masuk ke dalam laut, menyelam untuk mencari bayi dan orang tua yang belum juga muncul kepermukaan sama sekali.

Fugaku menghela napas lega, lelaki itu adalah anak angkat Victor dan Yuuri, ia yakin pria berusia 38 itu bisa menyelamatkan Minato dan bayinya. Untuk sekarang, Fugaku bisa lebih memgokuskan diri melawan musuhnya. Yah, walaupun encoknya mendadak kambuh saat ia bergerak terlalu cepat, setidaknya kemampuan yang ia miliki masih jauh lebih unggul dari musuh.

Yurio memutuskan untuk menyelam di laut untuk mencari kakek tua yang berusaha menyelamatkan bayinya. Lelaki itu menggerutu, mengatai kelakuan orang tua yang menurutnya tidak sadar umur itu. Bagaimana bisa, orang yang seharusnya sudah tidak boleh banyak bergerak itu malah nekat bertarung bahkan sampai menyelam ke laut.

Yurio mengedarkan pandangan susah payah di dalam air laut yang asin itu, mencari keberadaan pria tua pirang dan bayinya. Lelaki itu menemukan Minato dan sang bayi sedikit lebih bawah dari tempatnya berada. Dengan cepat, Yurio menyelam lebih dalam dan meraih kedua sosok itu.

"Puaaaah!" Yurio muncul kembali ke permukaan dengan napas terengah, dengan susah payah ia membawa Minato yang terbatuk-batuk dan bayi dalam dekapannya ke dekat dermaga.

Di sana, Otabek Altin menyambutnya. Pria berekspresi kaku itu membantu Yurio membawa Minato dan bayinya keluar dari air. Ia menyerahkan Minato dan sang bayi pada anak buahnya untuk diperiksa lebih lanjut.

"Kau baik-baik saja?" Otabek menyampirkan jas miliknya pada bahu Yurio.

"Ya, bagaimana dengan musuh?"

Otabek menunjuk ke arah belakangnya menggunakan jempol. Membuat Yurio menggeser sedikit tubuhnya untuk melihat apa yang di tunjuk oleh teman hidupnya itu.

Beberapa meter dari tempatnya berdiri, Yurio dapat melihat Ayah angkatnya menempel pada Papa angkatnya di atas tumpukan musuh yang sudah tidak berdaya. Mendengkus melihat kelakuan kedua orang tuanya, Yurio tidak habis pikir kenapa ia mau-mau saja dijadilan anak angkat oleh dua orang absurd seperti mereka.

Menoleh ke sisi kirinya, ia mendapati pria yang ia ketahui bernama Sasuke tengah membantu Fugaku meredakan encoknya—kata Otabek, sih.

Saat ia kembali menoleh, ia melihat Minato yang sudah siuman. Yurio memutuskan untuk mendekati Minato diikuti oleh Otabek.

"Di mana wanita pirang itu?" tanya Yurio saat tidak menemukan sosok musuh wanita satu-satunya itu.

"Entahlah, dia berhasil kabur. Tapi tenang saja, Ayah dan Papamu sudah mengerahkan bawahannya untuk mencarinya."

"Baguslah, cepat atau lambat, wanita sialan itu akan tertangkap."

***

DOR!

Suara tembakan memekakan telinga memenuhi ruangan temaram dalam sebuah gedung tua di sudut kota Moscow. Asap putih mengepul keluar dari moncong pistol yang teracung. Sesosok tubuh wanita berambut pirang terpaku di tempat saat timah panas menembus dadanya. Wanita itu menatap ngeri darah yang mengalir dari luka di dada.

"UHUK!" Ia terbatuk dan mencengkram dadanya kuat. Darah segar ikut termuntahkan saat ia batuk, membasahi dagu serta leher dan kerah bajunya.
Wanita itu ambruk, tergeletak tidak bernyawa di lantai.

Seorang lelaki menyimpan kembali pistolnya di balik jas. Ia duduk bertumpang kaki dan menatap jasad wanita itu dingin. Tangannya meraih ponsel dari meja di samping kursi dan menelepon atasannya.
"Misi selesai, Shion telah dieksekusi sesuai perintah, Boss."

Lelaki itu terdiam beberapa saat, mendengarkan instruksi bossnya. Namun, beberapa menit kemudian, seringai terukir di bibirnya kala sang Boss memberikan misi baru untuknya.

"Memata-matai kepolisian kota ini? Kalau tidak salah, mereka dilindungi oleh mafia terbesar di Rusia ini, 'kan?"

Di seberang sana, bosnya mengiyakan, membuat seringai di bibir lelaki itu semakin lebar.
"Anda memang selalu tahu apa yang menjadi kesenanganku, Boss."

***

Sasuke baru saja selesai menidurkan adik angkatnya dan berniat kembali ke ruang tamu kediaman Nikiforov saat ponsel di saku celana berdering. Lelaki berusia lebih dari 50 tahun itu meraih ponselnya dan menerima panggilan.

"Hn, ada apa?" tanyanya pada orang yang ia ketahui sebagai putra sulungnya itu.

Menma, sang putra sulung tidak langsung menjawab, Sasuke mendengar keributan dan isak tangis menantunya di seberang sana. Kening Sasuke mengerut, kekhawatiran perlahan merasuk dalam hati. Bagaimana tidak? Menantunya itu bukanlah seorang pria cengeng, sifat kakak iparnya jelas menurun pada menantunya itu. Jika Yuuki sampai menangis terisak, pastilah ada sesuatu yang buruk terjadi ... pada keluarganya.

"Tousan."

Sasuke mengerjap, panggilan dari Menma membuatnya kembali ke dunia nyata. Ia memokuskan diri pada putranya di seberang, menunggu sang putra melanjutkan ucapannya.



"Tousan, cepatlah pulang."



Kerutan di dahi Sasuke bertambah, hatinya semakin digerogoti rasa khawatir. Telinganya dapat mendengar dengan jelas suara sang anak bergetar, menahan tangisnya.
"Ada apa?" tanya Sasuke kembali, sedikit mendesak.




"Rumah sakit tempat di mana Kaasan dirawat baru saja terkena ledakan bom."


Seluruh tubuh Sasuke seketika memanas, ia bahkan merasakan jantungnya berhenti sedetik, kemudian di detik berikutnya kembali berdetak dengan kecepatan berkali lipat, membuat dadanya nyeri sekaligus sesak.



"Bagaimana keadaanmu? Ibumu? Adik-adikmu?" Sasuke bertanya bertubi-tubi, ketenangannya perlahan mengikis dan tergantikan oleh rasa panik.



"Kami baik-baik saja, daya ledak bom itu tidak mencapai ruang ICU ...."



Sedikit perasaan lega Sasuke rasakan, keluarga kecilnya ternyata baik-baik saja.



"Hanya saja, karena berusaha menjinakkan bom, Itachi-Tousama ... ukh ...." Menma tidak melanjutkan ucapannya dan satu isakan lolos dari anak sulungnya itu.



Walaupun Menma tidak mengatakan apa yang terjadi, Sasuke tahu betul berita apa yang ingin di sampaikan olehnya. Sasuke terhuyung ke belakang, ia bersandar pada tembok dan jemarinya terkepal erat.



Air mata perlahan mengalir di pipinya, rasa sesak dalam dadanya semakin terasa menghimpit. Ia mengembuskan napas, berusaha menenangkan diri. Lalu, dengan suara bergetar, ia kembali berujar,
"Baiklah, aku akan kembali sekarang juga. Kau jagalah keluarga kita."



Jawaban di seberang sambungan telepon adalah penutup dari percakapan keduanya. Tubuh Sasuke perlahan merosot, ia menunduk dan membenamkan wajah pada lengan bagian atasnya. Kedua tangan terkepal erat dan seluruh tubuh pun bergetar. Kehilangan sang kakak beberapa hari setelah istrinya di vonis koma tentu membuat Sasuke tidak bisa lagi menahan perasaan sedihnya.



To be continued ....


Hallo semua, maafkan diriku yang baru muncul lagi setelah beberapa bulan menelantarkan fanfic ini. Diriku masih sibuk. //cry

missing child 2: the chain hateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang