Terurai

304 33 6
                                    

Konon, manusia memiliki tiga wajah. 

Pertama, wajah yang kau tunjukkan di muka umum.

Kedua, wajah di mana keluarga dan teman terdekatmu saja yang tahu. 

Ketiga, wajah yang tak pernah kau tunjukkan kepada siapapun.

Para raksasa menghabisi seisi kota tanpa peduli. Tendang sana-sini, hancur tercerai-berai. Pisah-memisah enggan bertemu kembali. Seluruhnya berhujankan puing batu berbagai ukuran. Ledakan, asap, semua mengiringi isak tangis para penghuni. 

Salah satu keping pasel yang—setidaknya—masih bisa Eren dapatkan dalam laci memori. 

Gelap. Kilau di kelereng emeral lenyap. Kosong. Tak ada pantulan pemandangan para rekan yang berusaha menyelamatkan diri di hadapannya. Hanya rintih, jerit  yang merasuki pendengaran. 

"Ini karenamu, Eren."

Suara dirinya menggema. Bersamaan terpotretnya dunia yang penuh distorsi. Bukan sesuatu yang ia lihat saat ini. 

"Kau sudah memakan banyak korban akibat ulahmu. Bertanggung jawablah."

Pucatlah warna wajahnya. Bola mata kehijauan membesar. Bila dihubungkan kembali dengan nyawa seseorang, menceluslah dada, tertahanlah nafasnya sesaat. 

"Tidak. Ini bukan salahku. Aku harapan terakhir umat manusia. Tidak seharusnya aku menanggung. Para monster itu yang lebih berhak!" bantah Eren. 

Siluet di depan sana tersenyum. 

"Perkenankan aku bertanya sesuatu kepadamu. Dengan wajah mereka yang seperti itu, apa kau pantas menyebut dirimu sebagai harapan terakhir umat manusia?"

Eren sempat berharap. Dalam sekejap dihancurkan. Dari sekian banyak wajah yang bermunculan, si pemuda tak sedikitpun menangkap tanda-tanda harap di balik mata mereka. Bahkan kedua sahabatnya dan orang yang ia kagumi. 

"Kau mengatakan bahwa para monster yang lebih berhak menanggung. Jika raksasa itu kau sebut monster, lalu kau apa? Bukankah kalian tak berbeda?"

Semuanya kacau. Pikiran maupun isi hati. Sesat akal, namun tak menggila. Ingin menangis, namun tertahan. 

Eren Jaeger, lima belas tahun. 

Wajah pertama, ambisi tinggi melawan raksasa berhawa panas. Segala tindakan berani yang ia ambil seakan ingin mencari mati. Begitu kata Jean. 

Wajah kedua, angan-angan menjelajah dunia luar. Berjanji akan menemui laut, gurun pasir, dan berbagai fenomena alam lain. 

Wajah ketiga, keinginan hancur melebur saja bersama koyak tubuhnya. Bukan bermaksud melarikan diri dari tanggung jawab. Nyawa mereka yang hilang akibat tindakannya—seperti kata dirinya yang kedua—akan Eren tebus. 

Persetan dengan para rekan yang terus meneriakkan namanya dalam keputusasaan. Semua sama-sama munafik, bahkan saat tubuh sudah menggenang dalam cairan lambung si raksasa. 

Padahal semua hanya imaji. Teman-temannya sungguh merasakan depresi saat itu. 

"Jadi, lupakan saja monster keji ini."

-end-

Drabble ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang