Konklusi

178 23 1
                                    

30 Maret. 

Seharusnya pada tanggal ini, hadiah sudah tersampaikan. Levi tinggal melangkah saja. Menunggu pagi-pagi di depan kediaman seseorang. Memberi kejutan, menjadi orang ketiga yang mengucapkan. Betapa spesial momen itu setiap tahun.

Namun, di kotak posnya sekarang justru datang sebuah undangan. Ukiran-ukiran emas pada kover berlatar belakang putih-krem dan nama kedua insan memberi nuansa mewah. Tanpa membuka sampulnya pun Levi sudah tahu jenis perhelatan yang diadakan. 

Kedua kaki menyeret raga menuju kamar mandi. Di bawah aliran shower, pria itu termenung. Membiarkan busa-busa sampo dan sabun meluruh oleh air. Sedang isi kepalanya tak lain hanya diisi oleh invitasi yang belum sempat—lebih tepatnya enggan untuk dibuka.

Sepuluh menit di kamar mandi. Levi beranjak menuju lemari, mengambil setelan jas hitam paling ujung. Ia kenakan lambat-lambat di depan kaca. Pantulan dirinya terlihat menyedihkan. Menghabiskan sepuluh menit dengan guyuran air dan tangis membuat manik kelabu itu semakin kelam dan memerah. 

Helai-helai rambut disisir ke belakang. Sesekali meremas pelipis, menahan pelupuk untuk tidak jatuh berderai airnya. Penyamaran oleh air mandi tidak cukup menutupi kelopak yang membengkak.

Kotak kado yang disiapkan jauh-jauh hari ikut dibawanya. Levi memutuskan, inilah kali terakhir perayaan ulang tahun orang itu.

.

Ikatan janji suci pengantin selesai diikrarkan. Kedua insan berbalut setelan putih-putih saling memasangkan cincin. Kecupan menutup ijab kabul, berakhir dengan sesi foto bersama keluarga.

"Levi-san!"

Pria itu menoleh. Tak jadi ia melangkah pulang. Sang mempelai pria berlari menghampiri dengan sumringah.

"Eren," ucap Levi, berusaha tenang. Agak ragu, ia menyalami Eren. "Selamat ya, atas pernikahanmu. Semoga kau dan Mikasa segera dikaruniai anak."

Eren mengangguk. "Terima kasih doanya! Ah, Anda sudah mau pulang? Ayo foto dulu!"

Levi tak kuasa menolak. Eren lebih dulu menyeretnya dan Mikasa ke salah seorang fotografer. Kilat menjepret di bawah langit biru, menangkap momen bahagia.

Sekaligus momen terakhir. Setidaknya, itu mufakat Levi dengan dirinya.

"Hei, Eren."

Ini finalnya.

"Selamat atas pernikahanmu."

"Anda sudah mengatakannya tadi."

"Jaga Mikasa baik-baik."

Pemuda bersurai cokelat mengangguk. Masih bingung dengan arah pembicaraan ini.

"Dan selamat ulang tahun."

Senyum yang mengembang nyaris dua tahun sekali dibalas oleh rekahan yang tak kalah cerah dari sang pengantin pria. Pipinya merona kesenangan. Sekali lagi, Eren berterima kasih sebelum berderap memenuhi panggilan teman-temannya.

Sementara Levi masih terpaku. Mengamati punggung lebar itu kini bersanding dengan kulit mulus bersalutkan gaun putih. Senyum ikhlas menyembunyikan kegetiran. Meremas dada hingga sesak, membuat ujung mata pedas.

Seharusnya pada tanggal ini, hadiah Levi telah sampai di tangan Eren. Namun, apalah kadonya bila di jari manis Eren sekarang, telah tersemat cincin yang sah oleh belenggu akad.

Lagipula, ia tidak lebih dari seorang teman dekat.

Jadi, mengapa Levi harus merasa nyeri?

-end-

Drabble ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang