Mark memakan makanan yang tersaji diatas meja dengan lahap. Ia seperti orang yang belum makan selama satu bulan. Meja nya penuh dengan makanan yang dimasak oleh Henry. Sementara Jinyoung hanya duduk, diam menemani Mark makan. Jinyoung tidak punya alasan menolak permintaan Mark agar menemani Mark sampai selesai. Jinyoung masih di hantui rasa bersalah, jadi sebagai gantinya ia akan melakukan apapun yang Mark mau. Bahkan jika Mark menyuruhnya mati sekalipun, mungkin ia akan melakukannya. Oke, mungkin yang ini sangat berlebihan Jinyoung.
Sudah sepuluh menit ia duduk berhadapan dengan Mark, tapi tidak ada pembicaraan diantara keduanya. Jinyoung merasa sangat canggung karena saat ini ia tidak sedang berakting lagi. Mark dihadapannya sekarang melihatnya sebagai Park Jinyoung, bukan Junior Park.
TUK
Yugyeom datang membawakan minum. Pemuda tinggi tersebut mendelik tidak suka karena Mark dengan seenak jidatnya menyuruh Jinyoung duduk disini. Padahal masih banyak pekerjaan yang harus Jinyoung kerjakan.
"Hyung, dari pada kau melihatnya makan, lebih baik kau bantu aku melayani pelanggan. Kakiku pegal sekali hyung berjalan kesana-kemari"
Jinyoung menggigit bibirnya. Ia melihat Mark dan Yugyeom secara bergantian. Ia merasa bersalah karena membiarkan Yugyeom bekerja sendiri, sedangkan Ryujin sudah pulang karena ia harus menemani ibunya ke salon. Sementara Henry dan ibunya memasak dibelakang.
"Sebentar lagi" Jawab Jinyoung sedikit berbisik pada Yugyeom.
"Ck! Apa untungnya kau menemaninya makan? Dia sudah jahat padamu hyung. Dia meninggalkanmu sendirian di hutan, dia juga melukai tanganmu"
"I-itu tidak sengaja" Jawab Jinyoung yang mulai merasa tidak enak pada Mark.
"Mungkin luka ditanganmu memang tidak disengaja. Tapi bagaimana dengan di hutan? Dia sengaja meninggalkanmu disana. Dia ingin membunuhmu hyung"
TAK
Jinyoung terkejut saat Mark meletakkan sendok diatas meja dengan kasar. Mark menatap Yugyeom dengan tajam. Bocah ini merusak moodnya yang tadi sudah lebih baik saat melihat wajah Jinyoung. Mark mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya lalu meletakkannya di atas meja. Setelah itu ia pergi begitu saja menghiraukan panggilan Jinyoung.
"Yugyeom, tidak seharusnya kau bicara seperti itu. Lihat, dia marah"
"Biarkan saja dia. Lagi pula untuk apa kau membelanya hyung? Apa yang kau lakukan selama ini sudah cukup membayar rasa bersalahmu padanya. Bahkan lebih. Dia melakukan hal menjijikkan itu padamu dan hampir menghilangkan nyawamu. Seharusnya dia yang merasa bersalah, bukan kau!" Yugyeom mulai kesal karena Jinyoung terus saja membela Mark.
Henry yang melihat adiknya ribut langsung menghampiri keduanya.
"Ada apa? Kenapa kalian bertengkar disini huh?"
"Tanyakan saja padanya!" Jinyoung melempar apronnya keatas meja lalu keluar dari restoran dengan perasaan kesal. Tidak seharusnya Yugyeom bicara seperti tadi dihadapan Mark. Jinyoung tidak bermaksud membela Mark, tapi menurutnya sikap adiknya tadi sudah kelewatan. Yugyeom tidak pernah bersikap tidak sopan seperti ini sebelumnya. Itulah yang membuatnya kesal.
"Gyeom, apa yang kau katakan padanya? Kenapa dia marah?"
"Aku bicara buruk dihadapan Mark. Lalu Mark marah, Jinyoung hyung juga ikutan marah. Aku tidak mengerti kenapa dia selalu saja membela laki-laki menyebalkan itu"
"Jadi karena itu? Hah sudahlah. Kita tidak usah ikut campur. Biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri. Dan kau, bagaimana pun juga Mark pernah membantu kita. Uang tabungan yang aku gunakan untuk membeli mobil adalah gajiku dari perusahaannya. Jadi kau harus..."