Kata Ibu, Pipit adalah seekor burung. Bentuk tubuhnya kecil dan memiliki paruh besar. Namun, Pipit seekor burung yang cerdas.
Kata Ibu, Pipit sangat suka makan padi. Aku juga sangat suka makan padi, karena rasanya enak. Jadi Ibu berharap aku tumbuh besar bersama padi. Karena namaku Pipit.
Namun, aku berpikir burung pipit itu pengganggu. Setiap hari Ibu mengusirnya ketika memakan padi. Aku berkata, "Apakah aku memang sepelti pipit itu, Bu?"
Ibu menjawab,"Jangan ikutin kebiasaan buruknya. Pipit tidak seperti itu kok."
Ibu menambahkan. "Jadilah seperti pipit, seekor burung yang selalu senang terbang di angkasa."
Aku merasa semakin senang ketika Ibu berkata demikian, bahkan aku selalu memamerkan namaku ke teman-teman. Walaupun diantara mereka meledek, aku tidak terlalu memerdulikan.
Aku menjawab,"Pipit itu bulung yang tebang bebas mengakasa."
Teman-teman selalu tertawa ketika aku berbicara itu, dan menyebutku sebagai Pipit bulung telbang. Aku merasa senang membuat teman-teman tertawa. Semoga saja aku bisa membuat Ibu dan Ayah senang.
Kata Ibu, setiap lelaki pasti akan maju ke medan pertempuran. Ayahku seorang lelaki dan tentara yang hebat. Aku bangga punya Ayah yang selalu melindungi, dalam situasi apapun demi kehidupanku dan Ibu.
Suatu ketika Ayah berkata,"Kelak, Pipit harus seperti Ibu."
Sebenarnya aku ingin sekali maju ke medan pertempuran, seperti Ayah katakan. Namun, aku hanyalah seorang gadis kecil. Aku ingin membantu Ayah suatu hari nanti.
Aku dan Ibu selalu bekerja di ladang, dan terlindung dari medan pertempuran. Walaupun aku seorang gadis, aku tetap akan membantu ayah. Seperti menyiapkan kebutuhannya sebelum berangkat berperang.
Sebenarnya aku tidak mengerti perang, tetapi teman-teman khususnya para laki-laki menunjukkan arti perang. Kami bermain pistol yang terbuat dari plastik, sembari melempar sebuah balon air. Kemudian berteriak," Dhuuuaaaalllll."
Sangat mengasyikkan, aku berpikir bisa membantu Ayah berperang. Aku juga semakin jenuh dengan para cewek di sana, setiap hari mengotori baju dengan bermain lumpur. Aku pernah diajak main, tetapi aku tolak. Karena, aku mau menjadi tentara yang hebat seperti Ayah.
Ayahku dalam berperang selalu menggunakan Robot, dan Ayah yang mengendalikannya untuk mengalahkan musuh. Andai saja, aku berada di sisi Ayah. Seperti, membantu mengalahkan musuhnya dalam sekali serang.
Sebenarnya, selain Ibu memberikan nama Pipit kepadaku. Sedangkan Ayah memberi nama Pipit pada Robotnya 'Pipit Ex Ten'. Begitulah nama yang diberikan pada Robot itu.
Ayah bertarung demi melindungi bumi juga. Musuh yang dilawan Ayah adalah monster, yang berasal dari radiasi nuklir. Teman-temanku juga bercerita mengenai monster itu, terutama Ayah. Monster yang tidak bisa diperkirakan kedatangannya. Sebenarnya aku cuma tertarik dengan pertarungan, bukan asal-usul monster.
Tetapi, teman-teman maupun Ayah selalu membicarakan monster terbaru dan semacamnya. Mungkin itu penting bagi mereka.
"Pipit, tolong ambilkan karung itu."
"Baaaaiiikkk."
Saat memanen adalah sesuatu yang luar biasa, padahal kami mempunyai Robot yang suka memanen. Tetapi memanen sendiri lebih menyenangkan.
Aku mengambil karung yang sangat banyak, entahlah berapa dan aku malas untuk berhitung. Asalkan karung cukup aku gendong, tidak masalah seberapa banyak karungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kid's Adventure
Short StoryBercerita dengan sudut pandang anak kecil beserta segala tingkah polosnya sepertinya belum cukup. Bagaimana jika ditambah dengan berbagai latar waktu, dari saling lempar tombak sampai adu kekuatan nuklir? Selamat datang di Event ketiga Montase Aksar...