Felix in War

55 10 2
                                    

2599, Perang Dunia Ketiga.

Aku menatap bayanganku di cermin. Sekitar mataku hitam, seperti panda. Rambut hitamku berantakan dan sudah sedikit panjang, aku meringis. Kata Ayah aku memang lebih mirip dengannya secara fisik. Tapi entahlah, aku memang tidak pernah melihat secara langsung sosok Ibu. Jadi sangat sulit membedakannya hanya dengan melihat foto.

"Felix!"

Kepalaku menoleh ke arah pintu dan mendapati Rhys, rekan Ayah tengah berdiri dengan memakai seragam coklat dan topi hitam kecil yang menyembunyikan rambutnya yang digulung kecil. Ia berlari ke arahku dan berjongkok.

"Ada apa?" tanyaku ketika melihatnya mengatur napas. "Kau berlari dari kant—"

"Ikut aku!" Rhys menarik tangan kananku untuk keluar kamar.

"Kita mau ke mana?" Aku melepaskan tangan dari pegangannya ketika sampai di depan pintu. "Aku harus bertemu Ayah terlebih dulu."

"Ini perintah Ayahmu juga, Felix." Rhys kembali menarik tanganku untuk mengikutinya. Kami berjalan menuruni tangga dan aku sama sekali tidak berbicara. Rhys melepas pegangannya ketika sampai di pintu utama. Ia terlihat sibuk dengan passcode pintu.

"Kau tidak bermaksud menculikku, bukan?" tanyaku sedikit takut. "Aku bisa memanggil Tody untuk menyelamatkanku dengan kemampuan barunya."

Bunyi ces menyita perhatianku. Rhys berhasil memasukkan passcode, hanya perlu menarik pintu baja itu untuk terbuka dan kami bisa keluar. "Apa kemampuannya?" tanyanya menoleh padaku.

Aku tersenyum bangga dan segera menjawab, "Dia bisa memukulmu!"

"Dia bahkan tidak punya tangan. Apa dia melakukan itu dengan tubuhnya sendiri? Itu sama saja bunuh diri." Rhys mengulurkan tangannya padaku. "Kali ini jangan lepas pegangannya! Usahakan kau tetap bersamaku. Mengerti, Felix?"

"Aku malas. Sebenarnya ada apa di luar sana? Pertunjukan sulap?"

Rhys memegang tanganku secara paksa. "Kau memang memiliki sifat yang sama seperti Ibumu. Keras kepala. Aku melakukan ini juga karena perintah Ayahmu!"

"Apa yang Ayah katakan padamu?" tanyaku kembali menuntut penjelasan.

Rhys dengan sedikit jengah mulai meniru ekspresi wajah Ayah, "Rhys, tolong selamatkan Felix. Jika kau berhasil, kita akan berkebun di Mars."

"Apa?!" Aku menggosok telingaku takut-takut salah dengar, "selamatkan?"

Rhys mengangguk. "Jika kau banyak bicara lagi, kita bisa tamat bersama di sini. Kau mau?"

"Tidak!" Aku menggapai tangannya. "Di rumahku tidak ada jendela. Jadi aku tidak tahu apa yang terjadi di luar sana!"

Rhys menggenggam tanganku dan menarik pintu. "Makanya buat jendela. Kau harus lari secepat mungkin!"

Belum sempat aku mencerna ucapannya, Rhys sudah menarikku untuk segera berlari. Rasanya cukup terkejut, Ayah sering memperingati agar aku tidak berlari-lari di dalam rumah ketika bermain bersama Tody. Aku jadi tidak terbiasa berlari. Ayah takut aku jatuh dan terluka hingga menambah cacatku, Ayah juga takut kehilangan orang berharga untuk yang kedua kali di hidupnya, begitu katanya.

Aku mengedarkan pandangan. Sepertinya tidak ada yang salah. Tanah gersang, udara panas, dan bau limbah industri makanan instan. Itu sama persis seperti yang sering Ayah katakan.

"Bisakah kita lebih santai?!" Aku berteriak, kelelahan. "Bahkan aku bisa tamat jika kau tetap nekat membawaku berlari seperti ini!"

Rhys memperlambat larinya dan berhenti, tubuhnya berbalik menghadapku. Aku menundukkan kepala dan mengatur napas yang tersenggal. "Maaf, aku lupa. Sebelumnya John juga sudah memberi tahu tentang itu. Terima kasih sudah mengingatkan."

Kid's AdventureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang