Rimba benar-benar jengkel melihat kelakuan temannya. Sudah lebih dari lima menit dia menggeser menu digital di meja kantin, namun belum juga menentukan pilihan makan siangnya.
Anak kelas 6 sekolah dasar itu melirik ke arah alarm di ujung meja, "Punyaku 3 menit lagi jadi, dan aku tidak akan menunggumu sampai selesai makan nanti." Dia berbalik dan melihat gedung botani tinggi di sebelah gedung sekolahnya.
Rasa jengkel Rimba lenyap begitu saja. Tanaman pangan yang tumbuh subur melingkar di dalam gedung tinggi bertingkat itu benar-benar bisa menghiburnya. Rimba bisa melihatnya melalui dinding kaca bening dengan kerangka baja yang kuat, ada pilar besar di tengah-tengahnya. Benar-benar mengagumkan. Ada rasa bangga ketika mengingat kembali siapa penemu teknologi itu, Ayah dan Ibunya.
Ayahnya pernah bilang, jika mereka memiliki 10 unit saja ladang bertingkat maka seluruh Indonesia tidak akan kelaparan. Bukankah sangat menakjubkan? Mereka memang pasangan yang serasi. Teknologi yang dikuasai Sang Ayah, bisa sangat bermanfaat ketika berkolaborasi dengan ilmu botani milik Ibunya.
Ah ... Rimba jadi merindukan mereka. Sudah dua hari ini mereka pergi ke Kalimantan. Melakukan penelitian lain pada kesuburan tanah dan lanskap alam serta kultur di sana.
Rimba masih tersenyum aneh mengingat liburan yang dijanjikan kedua orang tuanya setelah mereka kembali nanti. Hingga suara pecah Riski memaksanya untuk sadar.
"Iya, aku sudah tahu Ayah Ibumu penemunya. Jangan dilihat terus, itu alarmmu bunyi dari tadi Rim!"
Desahan kasar dikeluarkan Rimba, dia bergerak cepat merapikan rambut tipis coklatnya yang berantakan di tiup angin. Kantin sekolahnya memang ada di atap gedung. Rimba sebenarnya suka pemandanganya, tetapi tidak dengan angin dan teriknya. Mengganggu sekali.
Saat Rimba berbalik, Riski sibuk merakit ulang Kamigami belalang favoritnya. Dia menggeleng prihatin, menyentuh alarmnya, kemudian meja di bawah alarm terbuka. Kaca hitam pekat itu terbelah dua kemudian bergeser masuk ke dalam celah sempit di bawah kayu. Memperlihatkan kamar kecil seukuran nampan. Sudah ada makan siang pesanan Rimba di dalamnya.
"Kamu gak jadi pesan?" Rimba heran, alarm di meja bagian Riski mati. Berarti teman sebangkunya itu tidak memesan apa pun.
"Biasanya aku tidak bingung mau makan apa, tapi tadi beda. Itu tandanya aku tidak lapar," jawabnya kelewat santai. Tangan kanannya sibuk mengutak-atik aplikasi toymakers di ponselnya. Sedangkan yang kiri memegang robot bentuk belalang hijau lengkap dengan dua kaki belakang untuk melompat. Takut kalau saja Kamigami-nya sudah terhubung dengan Toymakers dan melompat tinggi kemudian jatuh dari atap.
"Terserah!" Lagi-lagi, Rimba melihat Riski yang duduk tepat di depannya dengan malas. Alih-alih tertarik dengan konsep primitif seperti biomimikri, Rimba lebih suka teknologi mutakhir. Seperti yang dikembangkan oleh Museum Fosil terbesar di kotanya.
Museum Fosil Mesozoikum mengembangkan teknologi portal waktu. Diadaptasi langsung dari portal waktu sebenarnya, yang banyak ditemukan di luar angkasa oleh PUANAS (Pusat Antariksa Nasional). Tidak lagi berdasarkan pada teori masa lalu, seperti Tipler Cylinder atau Relativitas milik Einstein.
Rimba melihatnya setiap malam, dari dinding kamarnya yang sudah terhubung langsung dengan museum itu. Di jaman ini semua gedung saling terhubung melalui sebuah pusat komunikasi. Jadi, hanya melalui dinding kamarnya Rimba bisa melihat, merasakan, juga mencium aroma dari susunan kerangka Ceratopsia yang dipamerkan Museum Fosil Mesozoikum.
"Ki, Minggu depan aku mau ke museum. Aku mau lihat langsung paleontolog sana melewati portal waktu ke Periode Kapur, jamannya Triceratop hidup," celetuknya tiba-tiba, Rimba hanya terlalu bersemangat setiap kali mengingat hal-hal yang di sukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kid's Adventure
Cerita PendekBercerita dengan sudut pandang anak kecil beserta segala tingkah polosnya sepertinya belum cukup. Bagaimana jika ditambah dengan berbagai latar waktu, dari saling lempar tombak sampai adu kekuatan nuklir? Selamat datang di Event ketiga Montase Aksar...