Tepat begitu Ibu Alma keluar dari ruang kelas. Para teman sekelas tampak bergembira. Bersorak-sorai dan ada pula hanya saling melempar senyum menyambut liburan semester yang akan berlangsung kedepan. Dilihat dari 32 orang di kelas ini, sepertinya tak ada satupun yang punya niatan, sekadar mengatakan kepadaku, "Selamat berliburan." Cukup maklum. Oke, aku bukan anak cengeng. Hal sepele tidak perlu air mata.
Mereka iri terhadap kepintaranku dan ketampanan superku, harap maklum jika menemui mereka bersikap jijik atau mencibir tanpa sebab.
Dengan segera aku memasukan peralatan. Seperti; buku, pensil, pena yang bertaburan di meja. Memasukan benda-benda itu ke dalam ransel dan bergegas pulang. Lagi pula kesunyian akan lebih nikmat dibanding keramaian tanpa ada yang mengajak berbicara. Jangankan berbicara, tersenyum saja mereka enggan. Oh ya, aku hampir melupakan Rill. Satu-satunya orang yang menganggap aku ada di kelas ini, dan lagi tak menganggapku saat ini. Kini dia tengah asyik ber-high five ria bersama, di kerumunan, barisan bangku paling pojok.
Berhasil memasukkan peralatan sekolah dengan sangat-sangat rapi, aku melangkah keluar. Di luar tampaknya sudah ramai oleh penjemput. Hemm ... flaying car. Begitu aku sampai di perkarangan sekolah, suara Rill mengintrupsi langkah.
"A, mau kemana?"
Aku berbalik dengan bermalas-malasan, "Pulang." Kataku yang berhasil menaikkan alisnya.
"pulang?" ulangnya.
"Ya," kataku.
"Tunggu Joy jemput," katanya memohon, aku menggeleng dan langsung berlari keluar pagar tanpa harus memikirkan perasaannya yang ngotot menumpangiku playing car-nya (mobil terbang) seperti biasa.
Capek, bukan hanya kaki tapi telinga juga. Sudah panas, suara deru mesin transportasi darat dan udara juga ikut membantu. Membantu dalam artian menyusahkan pejalan kaki sepertiku.
Di trotoar, aku berhenti sejenak sambil menselonjorkan kaki. Lelah.
Suara klakson flaying car menjerit beberapa kali. Sudah dipastikan pelakunya adalah Rill. Aku mendongak ke atas udara, di mana kepala Rill menyembul dari jendela kaca. Senyumnya terlihat manis. Namun siapa peduli. Kendaraan itu pun akhirnya mendarat tepat di sisi jalan. Rell dan Joy sopir pribadi menyilakan aku masuk.
"Kalian duluan saja, kali ini aku tak ingin menumpang," kataku sembari menggeleng. Rell ternganga.
"Really?" tanyanya memastikan.
"Ya," Jawabku mantap.
"Kenapa?" Rell cemberut, "flaying car 'ku bau?"
Aku lantas ingin tertawa, namun tertahan. "Tidak." Aku menggeleng. "Tapi aku ingin belajar menempuh jarak dengan kaki, biar saat bertualang sudah terbiasa."
"Kau ... kau akan pergi bertualang? Umurmu saja masih 12 tahun, A, apa kau gila!" maki Rell. Aku menggoyangkan bahu tak peduli. Apa hak cewek itu memakiku, dia bukan ibuku, dia juga bukan nenek Lie.
"Besok aku akan memulai pertualangan ini, Aku ingin mengungkap segala keganjilan. Sampai bertemu kembali ketika aku sudah kembali, Rell." Akhir dari kata sebelum aku berlalu dari hadapan Rell yang nampak tidak percaya dengan ucapan pria 12 tahun yang akan pergi bertualang seorang diri.
Tiba di rumah aku langsung masuk tanpa mengetuk. Pintu terbuka dengan sekali dorongan. Ibu terlihat lelah, muka pucatnya terlihat tenang dengan hidung bernafas normal dan mata terpejam rapat, ibu berbaring di sofa reot ruang tamu. Aku menghampirinya, lalu mencium kening ibu. "Ibu tidak ingin mengatakan semuanya, maka aku akan mencari tau sendiri," Ungkapku pelan, lebih tepatnya gumaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kid's Adventure
Short StoryBercerita dengan sudut pandang anak kecil beserta segala tingkah polosnya sepertinya belum cukup. Bagaimana jika ditambah dengan berbagai latar waktu, dari saling lempar tombak sampai adu kekuatan nuklir? Selamat datang di Event ketiga Montase Aksar...