Mimpi itu begitu nyata, ketika Sintha mendapati tubuhnya dijamahi oleh tangan seorang pria. Tangan itu kekar dengan kuku menajam di ujungnya. Namun Sintha tak dapat menatap wajah sang pria tersebut. Ia hanya menatap dinding kayu dengan atap yang terbuat dari ulin. Ketika ia menatap kebawah, tepatnya kearah wajah sang pria yang terbenam di selangkangannya, wajah itu terlihat kabur. Namun rasanya begitu nyata, walau Sintha sedang berada di mimpinya. Baluran lidah sang pria menggesek bibir kewanitaan Sintha dan buah dadanya serasa pegal karena kedua tangan pria itu meremas buah dadanya secara paksa. Terkadang cubitan hingga pilinan memaksa Sintha untuk menahan rasa sakitnya. Entah! Kenapa ia bermimpi seperti ini.Sintha merasakan rongga kewanitaanya begitu gatal, sehingga sapuan lidah pria itu menjadi penawarnya. Pinggulnya bergoyang mengikuti kemana lidah itu menyapu. Lalu dalam beberapa saat, Sintha merasakan kejangan nikmat yang merangkul akal sehatnya. Ia melengkuh dan merasakan darah menyentuh ubun-ubunnya. Desisnya panjang meratapi setiap kenangan yang hadir dibalutan ranjangnya. Lalu mimpi itu terbuyarkan oleh suara ketukan yang tak wajar.
Dalam kesayuan matanya, Sintha membuka mata. Ia terkulai menatap langit-langit kamarnya. Perlahan ia mengingat kembali dimana ia berada. Sintha masih berada di kapal yang membawanya ke tanah Borneo. Perlahan, Sintha merasakan tubuhnya yang mendingin dengan sendirinya. Lalu ia mendengarkan kembali suara-suara ketukan yang membangunkan dirinya.
"Sintha, tuk,,, tuk,,, tuk,,, Sintha, bangun nduk!" Sepertinya itu suara Nyi Simla dari luar kamarnya. Sintha yang barusaja merasakan kenikmatan mimpi, sekarang harus terbangun. Entah keperluan apa yang akan dikatakan Simla.
Sintha terbangun dari pembaringannya. Kain yang menutupinya terurai sehingga tubuh telanjangnya terlihat. Perlahan Sintha mengamati tubuhnya. Ia menatap kedua buah dadanya yang mulai mengkal, puting susunya yang kemerahan, serta bulu kemaluannya yang menyelip sela-sela pahanya. Sintha merasakan hawa panas yang tak biasa. Ia mengarahkan jarinya kearah bibir kemaluannya. Ternyata,,,
Lendir telah membasahi bibir itu. Sintha keheranan, apakah mimpinya begitu nyata sehingga kenikmatan itu masih tersisa di dalam dirinya. Lalu suara ketukan pintu kembali terdengar, kali ini Warman yang mengetuk. Suara seramnya terdengar dari awal alam sadar Sintha.
"Sintha, kita sudah sampai." Seru Warman memanggil Sintha dari luar pintu.
"Iya, sebentar." Jawab Sintha yang masih dalam halusinasinya. Ia berdiri dan menarik kain jariknya. Lalu melilitkan kain jarik itu ke tubuhnya. Keringat masih menitik ringan di tubuhnya ketika ia melangkah mendekati pintu.
Sintha melangkah mengikuti Simla. Warman berpesan agar Sintha bersolek untuk memikat sang putra mahkota. Sedangkan para prajurit lain menurunkan barang bawaan mereka. Sintha tak mengetahui keadaan diluar sana. Untuk sesaat ia harus berias dengan pupur agar lebih mempesona. Alisnya dipoles celak hitam, serta rambutnya digelung layaknya Raden Ayu dari Jawadwipa. Kembannya begitu rapat sehingga tubuh Sintha terlihat ramping. Belum lagi kebaya hijau tua dengan selendang hijau muda. Simla yakin bahwa putra dari kepala suku akan langsung tertarik padanya.
"Sekarang, hanya pria bodoh yang menolak cintamu." Puji Simla seraya menyampirkan selendang hijau muda ke pundak Sintha.
Wajah Sintha menjadi kaku. Ia tak pernah bertemu dengan pria sebelumnya. Sintha hanya dikelilingi oleh pria-pria di kelompoknya saja, jikalau bertemu dengan pria lain~~ia akan membunuhnya dengan sekali sergapan. Kini ia harus berdandan layaknya seorang Raden Ayu. Ya,,, Raden Ayu dari Jawadwipa.
"Tersenyumlah," pinta Simla kepada Sintha. Sintha tak pernah tahu cara tersenyum ala Jawadwipa. Menurutnya, ia hanya perlu merenggangkan bibirnya, lalu tersenyumlah Sintha. Sintha menatap dirinya di kaca, kaca yang memantulkan wujud dirinya dengan cara yang berbeda. Pipinya merona karena pupuran bedak dari Simla, sehingga senyum Sintha kini lebih merekah dari biasanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Putri
FantasiWarning!!! 21+ berisi kata-kata vulgar yang tidak pantas bagi pembaca di bawah umur. Kesamaan nama, tempat dan kejadian hanyalah kebetulan belaka. Ratna, gadis bengal yang terlibat hubungan terlarang dengan seorang teman kecilnya. Padahal ia adala...