Susno
Wajahnya berseri ketika Prabu memeluknya. Kehangatan kedua sahabat itu begitu terasa, walau telah terpisah jauh oleh hutan belantara. Sudah hampir sepuluh tahun, mereka tidak bertemu. Terakhir bertemu adalah ketika Prabu mengundangnya ke Kedaton untuk menghadiri pelantikan Patih Amangkubumi waktu itu. Semuanya sudah dipersiapkan oleh Susno, termasuk menghadirkan putra dan putrinya. Senja itu, Susno beserta rombongan prabu menuju kediaman yang sudah dipersiapkan. Astana Giri Mandala, sudah siap menampung Prabu dan keluarganya. Bangunan megah dengan ukir-ukiran indah cukup untuk membuat Prabu bangga atas kepemimpinan Adipati Susno Abikusno.
"Hmn, berapa jumlah emas yang kau hamburkan untuk membangun tempat ini!?" Tanya Prabu yang terpakau dengan bangunan megah itu.
"Itu tak seberapa paduka prabu." Jawab Susno merendah.
"Engkau tahu, perjalananku begitu panjang dan aku tak ingin dikecewakan disini. Kuharap engkau mengerti, sahabatku?" Kata Prabu.
"Tentu saja tidak, paduka Prabu."
"Hmn, kalau begitu. Berjalanlah denganku." Pinta Prabu Aryawangsa.
Prabu sepertinya tak ingin membuang waktunya. Baru saja ia datang ke tanah Yudanta, dan sekarang ia harus membicarakan sesuatu. Tentu saja ini hal penting yang harus didengar oleh Susno. Mereka berdua berjalan mengikuti jalanan setapak di sepanjang selasar. Bunga-bunga bermekaran di samping kiri dan kanan jalan setapak itu.
"Aku khawatir, Susno." Keluh Prabu Aryawangsa yang menghentikan langkahnya untuk sekedar menghela nafas dan mencium aroma bunga yang harum mewangi.
"Tidak ada yang engkau khawatirkan, prabu." Jawab Susno menenangkan hati prabu. Namun dari pernyataan singkat itu, Susno dapat mengira dan menerka apa yang berada di dalam pikiran prabu.
"Setelah Mahapatih Mangkubumi Rangga Wirya mangkat, aku merasa hidupku dan Kedaton terancam bahaya." Ujar Prabu Aryawangsa seraya menatap serius ke arah Susno.
Susno terdiam, ia hanya menatap Prabu dengan tatapan sama. Namun sebenarnya Susno sedang memutar otaknya untuk menerka apa yang terjadi di Jawadwipa ini.
"Setiap hari, aku selalu berpikir. Siapa yang berada di pihakku, atau siapa yang akan menjadi lawanku." Tambah Prabu dengan segala kecemasannya. "Tetapi sungguh, tidak ada yang dapat kupercaya di Ardaka sana!"
Susno Abikusno tetap terdiam, ia mencoba menyerap apa yang sedang prabu bicarakan. Lalu getaran bibirnya mulai berucap, "tidak ada yang dapat meruntuhkan Kedaton Ardaka, Prabu Aryawangsa."
"Untuk itu, aku berpikir untuk mencari seseorang yang akan berpihak kepadaku. Lalu aku berpikir untuk menikahkan putra-putriku dengan putra-putrimu. Dan satu hal lagi," Prabu Aryawangsa memberi jeda.
"Adipati Susno Abikusno, maukah engkau bersumpah demi nama Dewa Dewi dan leluhurmu untuk setia terhadapku, sebab engkaulah yang akan menjadi Mahapatih Mangkubumi di Kedaton Ardaka nanti?" Pinta Prabu Aryawangsa dengan segala paksaannya.
Susno terkejut dengan pernyataan itu. Ia selalu mengingat bahwa perkataan Prabu harus dipatuhi, jika tidak dipatuhi maka di anggap sebagai pembangkang. Lalu dengan berat hati, Susno berlutut di hadapan prabu dan menghaturkan sembah sungkem kepada Prabu. Setelah itu, Susno mulai menanggapi pernyataan tersebut.
"Saya, Susno Abikusno, bersumpah atas nama Dewa Dewi dan leluhur untuk melayani Kedaton Ardaka demi kedamaian di Jawadwipa ini." Ujar Susno dengan nada tegas dan tanpa paksaan sekalipun. Memang seperti itu dirinya, ia selalu menjunjung tinggi tugasnya, dan mengesampingkan dirinya sendiri.
"Hehehe,,," Prabu terkekeh mendengar pernyataan Susno. Susno menatap heran dengan candaan Prabu itu. "Kau bisa katakan nanti saat pelantikan."
Dengan berat, Susno kembali bangkit dan menunggu perintah Prabu selanjutnya.
"Bagaimana kalau kita minum tuak, aku membawa beberapa yang terbaik dari Arundaya?"
Suasana malam itu diiringi dengan pesta singkat antara kedua sahabat yang terpisah jauh dan lama. Mereka bercerita layaknya seorang teman. Wajah merah dan celotehan kotor sering terumpat begitu saja. Tentu saja Prabu yang mengumpat, Susno tetap tegar dan menanggapi sedikit saja.
"Hmn, kau mau tahu kabar tentang berandal Batara?" Ujar Prabu sembari menenggak tuak dari gelas kayunya. Wajahnya memerah pertanda dirinya telah diujung kesadarannya.
Mendengar hal itu, Susno langsung bergerak. Ia menggerakan tangannya dan memerintahkan para prajurit Mangkujiwo meninggalkan mereka berdua. Rahasia itu sudah berlangsung lama adanya, dan tidak boleh ada yang tahu kecuali dirinya dan Prabu.
"Kau tau tentang Berandal Batara?" Ucap Prabu Aryawangsa sembari tersengal karena mabuk berat.
Susno hanya menunduk menunjukan kewibawaannya. Ia memang mabuk, namun ia cukup tangkas mengendalikan pikirannya. Kepalanya berat, apalagi Prabu Aryawangsa mulai membincangkan topik yang berat. Susno mengingat setiap perbincangan yang telah ia dengarkan di masa lampau. Ketika itu, Susno masih bujangan, berikut juga Pangeran Prabu Yudha Aryawangsa. Susno menjabat sebagai Tumenggung Manggalayuda pada saat itu. Saat dimana gerakannya secepat kilat dan sabet kerisnya tak ada yang menandingi. Pangeran Prabu Yudha sering kali membincangkan tentang seorang gadis dari keluarga Sanjaya, yaitu Dewi Sanjaya. Yudha yang kala itu masih muda begitu enggan untuk menikah dengan gadis pilihan orang tuanya dan akhirnya bencana itu terjadi. Dewi yang kala itu sedang dipingit menjadi dayang Astana digauli oleh Yudha. Lalu akhirnya Dewi mengandung janin pangeran Yudha. Seluruh Jawadwipa tahu dan itulah aib bagi keluarga penguasa Kedaton Ardaka. Mereka adalah keluarga Prabu, sudah pasti keluarga Sanjaya-lah yang menjadi incaran kesalahan. Seluruh pasukan Kedaton Ardaka dikerahkan untuk memburu setiap nama Sanjaya di Jawadwipa. Bahkan, Susno sendiri juga ikut memburu mereka.
"Kau yakin Dewi selamat pada waktu itu?" Tanya Yudha Aryawangsa kepada Susno Abikusno.
"Ya, aku yakin itu, prabu." Jawab Susno dengan perasaan mendalam.
"Aku takut, rumor tentang keluarga Sanjaya adalah berandal Batara itu benar." Ucap Prabu Aryawangsa sembari menyulut pipa tembakau dari bibirnya. Lalu ia meniupkan asapnya ke udara. "Aku tak mengerti, jika itu benar. Berarti tidak hanya Dewi yang selamat pada saat itu."
"Hmn," gumam Susno. "Menurut berita, Warman Sanjaya dan Wardi Sanjaya juga."
"Ya, mereka berdua menghilang sebelum kejadian." Tukas Prabu Aryawangsa.
"Kuharap mereka semua mati di hutan Batara, ndoro Prabu." Ujar Susno meng-iyakan maksud dari Prabu.
"Bukan begitu, Susno. Aku dalam bahaya sekarang." Ucap Prabu Aryawangsa yang khawatir dengan dirinya sendiri. Alisnya melengkung dan mata yang sayu, seakan beban pikirannya melampaui dirinya sendiri. "Sebelum kemari, aku sudah menuliskan wasiatku pada Ki Sastramandira. Aku juga menulis bahwa engkau adalah Patih Amangkubumi selanjutnya. Lalu putraku, Sahastra akan menjadi penerusku."
Susno terdiam mendengar pernyataan dari Prabu, seakan perbincangan ini adalah perbincangan terakhir untuk mereka berdua.
"Namun satu hal lagi Susno, kuharap engkau mendidik putraku menjadi seorang Prabu yang bijaksana, seperti ayahku dan para leluhurku. Aku tidak ingin putraku seperti diriku yang selalu gegabah dan ceroboh dalam bertindak." Ujar Prabu Aryawangsa dalam keadaan mabuk, namun pernyataannya sungguh benar adanya. Raden Susno tetap terdiam mendengar celotehan Prabu yang belum mendekati akhirnya.
"Engkau tahu, semua orang di Jawadwipa ini ingin menguasai Kedaton Ardaka. Namun aku memilih dirimu untuk menjadi penasihatku, mungkin para Adipati akan iri padamu. Tetapi engkaulah yang akan berada disampingku dan disamping putraku, nanti."
Adipati Susno tertunduk lesu memikirkan apa yang harus ia perbuat. Walau sebenarnya ia sudah mengetahui maksud kadatangan Prabu. Susno menggeser pantatnya mendekati Prabu. Ia mendekatkan wajahnya di hadapan Prabu. Terdengar lirih suara dengkuran dari dalam diri Susno. Wajah prabu tertunduk dan sepertinya Prabu telah terlelap. Susno kembali ke posisi duduknya dan memikirkan apa yang barusaja ia dengar. Ia berharap, semua itu hanyalah racauan singkat dari Prabu yang mabuk dan ia akan menanyakan semuanya esok hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Putri
FantasyWarning!!! 21+ berisi kata-kata vulgar yang tidak pantas bagi pembaca di bawah umur. Kesamaan nama, tempat dan kejadian hanyalah kebetulan belaka. Ratna, gadis bengal yang terlibat hubungan terlarang dengan seorang teman kecilnya. Padahal ia adala...