31. Sintha

12.4K 518 13
                                    

Sintha


"Kau harus terlihat cantik malam ini," ujar suara lentik dari Simla yang mengaitkan kain tenun sarimbit di pinggang Sintha.

Sintha hanya tersengeh mendengar celotehan Simla yang tiada hentinya. Ia tersengeh mendapati pakaian asing yang dikenakannya. Busana yang ia kenakan berasal dari anyaman daun ampuro yang dikeringkan. Rasanya cukup gatal terutama bagian dada karena puting susu Sintha bersentuhan langsung dengan serat tanaman kering tersebut. Beberapa hiasan disematkan oleh Simla, seperti kalung, gelang, manik-manik, serta bulu burung enggang tersemat sebagai hiasan kepala. Sintha berpikir bahwa pakaian orang borneo ini tak begitu rumit, tidak seperti kebaya Jawa yang membutuhkan waktu lama untuk memakainya. Beberapa pupur riasan tipis melambari wajah cantiknya. Tak lupa Sintha juga diberi wewangian agar calon suaminya terpesona.

"Aduh, gatal sekali tubuhku." Ungkap Sintha sembari menggaruk bagian dadanya. Terutama puting susunya yang sangat sensitif.

"Nanti kau akan terbiasa dengan pakaian ini." Ungkap Simla seraya menautkan bulu burung enggang di kepalanya.

"Berapa lama aku harus memakai pakaian ini?" Tanya Sintha yang menggerutu.

"Upacaranya tujuh hari tujuh malam. Namun malam ini kalian akan sah menjadi suami istri." Ungkap Simla dengan santainya.

"Haaahhh!!! Apa aku harus memakai pakaian ini setiap saat." Sintha terkejut karena panjangnya acara pernikahan.

"Tidak juga, malam nanti kau bisa melepasnya, apalagi kau akan berbulan madu dengan calon suami." Simla meledek Sintha. Namun Sintha tak pernah merasa lega. Ia lebih tersiksa dengan pakaian yang membuat tubuhnya gatal. Lalu Simla menambahkan, "kau sudah tahu caranya, putriku?"

"Cara apa?" Ungkap Sintha dengan kasarnya.

"Cara agar Suli bisa menembus liang kewanitaanmu," ujar Simla yang kini sudah berada di hadapan Sintha.

"Haaahh!" Sintha terkejut dengan pertanyaan Simla. "Itu bukan urusanku!"

"Hahahaha,,," Simla terkekeh. "Ya, itu adalah tugas lelaki untuk memperawani seorang gadis, namun terkadang butuh beberapa hari untuk menembusnya. Itu artinya kau harus membantunya."

Sintha terdiam dan berpura-pura tak mendengarkan celotehan Simla. Namun didalam hati, Sintha merasakan hal lain. Ia hanya sekali merasakan batang kontol Suli, itu saja hanya sebuah sentuhan, bukan tusukan. Sintha khawatir Suli tak berhasil menembus dinding keperawannya.

"Intinya, kau harus rela keperawananmu diambil olehnya. Setelah dia merasakan kenikmatan itu, maka kau telah menguasai Borneo sepenuhnya." Tambah Simla. "Baik semua sudah siap. Kau akan menari untuk sang pangeran."

"Apa!? Menari!!" Bentak Sintha, kali ini ia berdiri seakan menantang siapa saja.

"Ya, tarian Burung Enggang. Aku lupa mengatakan hal itu."

"Tapi bagaimana,,," Sintha tergagap menanggapi itu.

"Sudah, menari saja seperti jaipong, atau gambyong, atau tayub. Intinya kau harus menarik perhatian sang pangeran." Simla mengatakan hal itu seakan menari bukanlah hal susah bagi Sintha.

"Teta,,tapi."

Simla enggan menanggapi Sintha lagi. Ia melenggang keluar gubuk untuk memberitahu bahwa riasan Sintha sudah siap.

Lalu sebelum Sintha berdiri, sang paman Warman Sanjaya memasuki gubuk Sintha. Ia terlihat gagah dengan pakaian Borneo-nya. Tiga helai bulu enggan mengacung di ikatan kepalanya. Lalu sehelai kain dari dedaunan kering menutup setengah tubuh kekarnya. Warman sudah menjadi ayah bagi Sintha, dari kecil Sintha sudah diasuh oleh Warman. Tak pelak, ikatan emosional begitu kental tercetak di wajah mereka.

Tiga PutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang