20. Susno

13.9K 399 5
                                    

Susno

Wajah setengah bayanya setengah tegar menatap ke arah luar jendela kamarnya. Di luar sana, kembang setaman mewangi menusuki sebagian rumahnya. Namun ketegaran wajahnya tak sebanding dengan keteguhan hatinya. Adipati Abikusno menghisap cangklongnya dan menghembuskan asapnya ke udara. Tembakau dari Giri itu serasa berat di tenggorokannya, namun ia tetap menghisapnya karena ramuan purba itulah yang cukup menenangkan pikirannya.

Beberapa hari yang lalu, sebuah rumah Joglo yang sangat megah telah berhasil dibangun. Entah, berapa banyak batu dan kayu yang telah ia habiskan. Belum lagi kepengan emas yang telah terhambur demi menyambut kedatangan sang prabu. Bangunan dengan dinding pembatas itulah yang akan mengagungkan sang prabu kelak. Rumah yang terdiri dari dua kamar utama, sebuah ruang pertemuan, dan sebuah kolam pemandian~~jika penghuninya nanti ingin mandi. Dua kamar itu hanya diperuntukan untuk Prabu dan putrinya yang akan datang ke Yudanta. Sang prabu dan ratu akan di tempatkan di kamar utama. Sedangkan putri sang prabu akan ditempatkan di kamarnya sendiri. Para dayang telah disiapkan tenda-tenda khusus diluar padepokan. Lalu para pasukan akan menempati rumah-rumah singgah yang telah disiapkan. Semua hiruk-pikuk tentang persiapan telah ia siapkan. Prabu menyukai lautan karena dahulu ia adalah seorang pelaut handal. Maka perombakan besar dilakukan di dermaga teluk Rabaya. Kapal-kapal nelayan  yang telah usang mulai dibenahi, dan jalan berbatu yang akan dilewati oleh Prabu akan dihaluskan. Belum lagi Susno harus menyiapkan beberapa hal lain, seperti makanan kesukaan prabu dan hal-hal yang disukai prabu tentunya.

Dalam hati kecilnya, ia mulai berpikir bahwa kedatangan prabu kemari pasti memiliki maksud lainnya. Susno cukup mengetahui mengenai tradisi Jawadwipa ini. Ia juga mengetahui bahwa Mangkubumi Raden Ki Warsita telah tiada, sehingga Kedaton akan memilih seorang Mangkubumi yang baru. Sejak dahulu kala, para Prabu akan jauh meninggalkan Kedatonnya demi menjemput para Mangkubumi-nya. Tugas Mangkubumi sangatlah berat, ia harus menjadi penasihat dan beberapa diantaranya harus menggantikan sang Prabu jika ia berhalangan hadir. Keputusannya adalah keputusan prabu juga. Tak ada yang dapat menentangnya ketika mangkubumi berbicara. Bahkan beberapa prabu dahulu kala hanya akan bertindak sesuai dengan perkataan mangkubuminya. Ia adalah wakil dari seluruh perkataan Prabu.

Susno tak pernah menyangka bahwa mungkin saja Prabu Aryawangsa akan memilihnya. Sehingga ia harus berpikir bahwa bagaimana dengan Yudanta jika ia harus meninggalkan Yudanta? Siapakah yang akan memimpin Yudanta kelak? Padahal sudah pasti tambuk kepemimpinan akan jatuh kepada putranya, yaitu Candrakanta.

Belum lagi rencana pernikahan Candra dengan putri Prabu Yudha Aryawangsa. Sudah pasti hal itu menjadi pemikirannya yang pertama. Susno belum tahu bagaimana reaksi Candra ketika ia harus dijodohkan, apakah Candra akan membangkang atau Candra akan menerima saja. Yang jelas, keputusan Prabu itu mutlak adanya. Ia akan menjadi suami dari Raden Ayu Ratna dan akan menggantikan dirinya untuk memimpin Yudanta ini.

Putrinya juga ia pikirkan. Ia tak pernah mengira bahwa putrinya akan segera dinikahkan nanti, setelah ia cukup berumur. Tentu saja sang putri akan menjadi seorang Ratu kelak, jika para Dewa dan Dewi berkehendak. Namun semua tentang putri kecilnya yang ayu dapat ia pikirkan nanti. Mengingat Maya sangat antusias ketika mendengar ia akan dinikahkan oleh Sahastra, putra mahkota Kedaton Ardaka.

Di siang yang terik itu Susno bergumam pada dirinya sendiri, "tak kusangka Mayang, wahai istriku. Putra-putri kita akan dipersunting oleh keluarga Kedaton. Jika engkau disini, apakah kau akan bahagia juga? atau malah bersedih seperti diriku?"

Susno menghembuskan asap cangklongnya lagi. Lalu meletakannya di meja kecil di kamarnya. Kemudian ia terduduk kembali di kursi santainya sembari menatap gulungan-gulungan kertas yang cukup menyibukannya. Ia menatap model rangka atap joglo yang dirancang oleh Ki Palinggar Jati. Lalu ia berpaling ke surat-surat yang tengah ia terima. Di balik tumpukan itu, pandangannya teralih oleh surat-surat yang dikirim dari berbagai Kadipaten-Kadipaten lainnya pagi ini. Salah satu dari gulungannya bersegel dua buah tombak yang saling menyilang. Susno mengetahui darimana simbol itu berasal, yaitu dari Mayapada, markas besar para prajurit Manggalayuda. Ia lalu menariknya dan membuka segelnya. Lalu ia mulai membacanya.

Tiga PutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang