Senja menggelayuti langit hari itu. Pendar cahayanya merambati jalanan dan gedung, melingkupi bayang-bayang hitam.
Semilir angin mengecup lembut kulit, membelai surai kecokelatan. Di bawah gemerisik dedauan pohon sakura, seorang pangeran menjelma jelata melamar sang gadis pujaan.
Bagi sebagian orang, dilamar pangeran adalah mukjizat. Tapi bagi Rei, dilamar pangeran zaman sekarang macam begini adalah kejutan tak masuk akal yang biasa Tsurumaru perbuat.
Kotak kecil berlapis beludru itu terulur begitu anggun, menampakkan kilau logam mulia berbentuk bundar.
"Maukah kau menjadi pendamping hidupku, Reina Ayanami-sama?" Suara sang pangeran mengalun merdu bagai nyanyian kaum siren.
Rei tercekat, sedangkan Yuki sudah menjatuhkan rahangnya. "Ma-maksudmu apa, Kitawajima-san?"
"Bukankah sudah jelas? Aku sedang melamarmu,"
Dunia Rei berputar bagai badai seketika. Tak pernah sekalipun menyangka akan dilamar seseorang diusia semuda ini, oleh pewaris sah satu-satunya Kitawajima Group.
Kini ia berharap Yuki menebas lehernya seketika. Tapi Yuki masih membeku, otaknya hang menerima kejadian ini.
"Lupakan keinginanmu yang konyol ini, Kitawajima-san. Aku tak berniat menikah untuk beberapa tahun kedepan," tolak Rei.
"Lagipula banyak gadis kaya cantik, anggun, dan berpendidikan khusus yang bisa kau jadikan istri." sambungnya usai menarik napas.
Kitawajima merengut sebentar, "Tapi semua wanita suka dilamar oleh pria kaya yang tampan. Mereka yang kau sebut juga mengharapkan itu."
"Tidak semua," Rei hampir saja menampar pemuda tajir di hadapannya tersebut, "contohnya aku, dan teman-temanku."
Bukannya memaki, Kitawajima bangkit dari posisi berlututnya. "Kalau begitu, harus membutuhkan rasa Cinta dulu ya? Padahal aku hanya ingin kita bertunangan sampai kau siap saja."
'Aku tidak akan pernah siap', batin Rei terlonjak.
"Dengan segala hormat, aku menolakmu, Kitawajima-san." Rei membungkuk rendah, menyadari betapa jauhnya perbedaan sosial mereka.
"Tapi aku menyukaimu."
"Itu tidak cukup bagiku," Sekuat tenaga Rei menekan hasrat untuk kabur dari situasi ini.
"Nenek bilang kau calon yang tepat bagiku, meski bukan dari kalangan elit. Caramu menuangkan teh begitu anggun dan estetik. Tak seperti gadis-gadis kaya di luar sana."
"Aku tetap tidak bisa,"
"Padahal aku bekerja sendiri demi membeli cincin ini. Aku bekerja sebagai freelancer di sebuah majalah, tidak kah kau pikir itu cukup?"
Rei bergeming, menutup rapat kedua bibir. Itu cukup sebenarnya, tapi bagi Rei, akan ada banyak hal yang ia korbankan.
"Harganya memang tak semahal yang Ayahku tawarkan, tapi... Tapi aku ingin kau memandangku sama seperti kau bersama teman-temanmu. Aku berusaha mengimbangimu,"
Rei membuka mulut, "Tidak... Tidak ada cinta di hatiku untukmu Kitawajima-san."
"Maka dari itu ayo mengikat hubungan yang berkomitmen dan serius, akan kubuat kau mencintaiku."
"Aku bukannya tidak ingin... Tapi aku memang tidak bisa. Kau akan kecewa denganku,"
"Aku tidak akan kecewa, aku janji."
KAMU SEDANG MEMBACA
Saniwa to Honmaru no Monogatari
FanfictionJangan lupa vote ya! X3 Ini adalah kisah sang saniwa yang harus merelakan masa remajanya untuk mengurusi lelaki-lelaki pengangguran dan menggali tanah mencari harta karun demi membayar pajak serta memenuhi kebutuhan tidak penting para toudan :'3