Gemintang berkerlap-kerlip indah nun jauh di ujung langit sana
Menemani keindahan bulan yang memantul bagai mutiara raksasa.
Tersenyum manis pada kepahitan fana di permukaan tanah,
Bukan mengejek melainkan menguatkan.***
Rei menyerahkan cincin itu, tegas menolak bersama Kitawajima, apapun alasannya. Di rumah ada banyak cinta yang ia korbankan jika memilih bersama pangeran jaman now tersebut."Maaf, aku sungguh-sungguh tidak bisa. Lagipula, aku tidak sederajat denganmu. Cintaku tak tumbuh semudah itu Kitawajima-san." jelas Rei dengan senyum mengembang.
Sore itu, di tengah kesibukannya mengurus benteng, ia menyempatkan mengajak Kitawajima bertemu hanya untuk mematahkan hati lelaki tersebut.
Lebih baik daripada kisah Indah mereka nanti harus hancur di tangan jikan shokogun yang berhasil mengintervensi sejarah. Rei oun tak mengharapkan seseorang di dunia ini sebagai suaminya, cukup ia habiskan usia di benteng.
"Apa yang membuatmu menolakku?"
Rei tersenyum lebar sekali lagi, angin menerbangkan helaian rambutnya yang di kuncir satu.
"Karena kau tidak bisa berpedang," bisiknya halus. Sampai-sampai tak terdengar jika angin tak menghantarkan suaranya.
Kitawajima membisu seketika, mulutnya terkunci rapat. Tak menyangka alasan itulah Rei menolak pemuda sesempurna ia.
Lagipula, sejak awal Kitawajima telah minus di matanya. Mungkin di zaman ini tidak ada yang setara dengan para ksatria pedangnya.
***
"TAISHOU!!" Jeritan histeris Midare dan Shinano membuat jantung Rei mencelos. Ketel penyiram di tangannya hampir terjatuh."Ada apa?!" sahut Rei tak kalah panik. Apakah kuda-kuda yang mereka urus mengamuk?
"Namazuo-nii melempar kotoran kuda lagi! Ugh, menjijikkan!" Midare mengadu. Entah kemana kakak sulung mereka, mungkin disibukkan dengan anggota Awataguchi lainnya.
Rei menghela napas berat, daripada menikah dengan pemuda egois macam Kitawajima, mengurus Benteng berisi pria-pria pengangguran yang wajahnya kebanyakan ambigu itu jauh lebih berat.
"Tidak bisakah Namazuo-nii diubah menjadi lele saja, biar tidak usah menyebalkan begitu?!" tanya Shinano. Bahkan saudaranya sendiri ingin Namazuo dikutuk jadi lele disisa umurnya.
Argh, sakitnya kepalaku mengurus mereka setiap waktu.
Rei memijit kepalanya yang pening luar biasa, "Tidak bisa Shinano-kun, aku bisa ditebas Ichi nanti."
"Tapi Namazuo-nii mengotori pekerjaan kami!"
"Kenapa juga kita punya kakak sengklek yang terobsesi sekali pada kotoran kuda?!"
Bibir kedua tantou berpaha mulus dan berwajah unyu-unyu cantik itu maju lima senti.
"Kalau itu tanyakan sendiri pada kakak kalian. Mungkin dia hanya terlalu senang dapat memainkan kotoran kuda sesuka hati dalam wujud manusia. Hadeh." Rei meratapi nasibnya.
"Mungkin kesialanku memang berlipat ganda makanya ku sampai harus mengurus kalian semua sendirian." gumam Rek seraya menengadah keteriknya matahari sore. "Cuaca hari ini panas sekali, Ya Tuhan... "
Sayo yang ditemani Rei menyiram taman bunga mini mereka menarik ujung lengan kimono Rei, "Apakah Tuan ingin beristirahat dulu?"
"Ah, tidak usah. Sebentar lagi selesai kan?" Gadis itu menggeleng, "Shinano, Midare, kembali ke kandang kuda dan katakan pada Namazuo aku akan me-refine-nya jika tidak berhenti melempar kotoran kuda."
Midare dan Shinano bergidik ngeri mendengar ancaman tuan mereka, memutuskan dalam hati supaya jangan sampai membuat aruji mereka marah dikemudian hari.
Rei memperbaiki letak topi jeraminya, dan kembali menyiram gerombolan lavender dan bunga-bunga beraneka warna tersebut. Hingga Horikawa dan Izuminokami lewat mengajaknya bersantai.
Ketika asyik-asyiknya bermain tebak-tebakan di beranda samping, saniwa muda itu malah terlelap dipangkuan sang model iklan shampo. Menandakan bahwa satu hari melelahkan lagi yang telah dilewati oleh gadis puber tersebut.
Tidak ada tanda-tanda penyerangan dari jikan shokogun bukan berarti Rei bebas dari rutinitas memeriksa tiap perkamen sejarah dan menulis laporan serta meneliti kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Termasuk berapa lama perang dengan pasukan revisionis sejarah akan berlangsung.
Ketika semuanya telah usai dan para touken danshi bebas dari pertempuran yang mempertaruhkan nyawa, Rei mulai bingung. Akankah segala berakhir begitu saja?
Jika itu terjadi kemungkinan besar, misi melawan jikan shokogun yang merupakan top secret negara ini, akan menjatuhkan vonis mati padanya. Karena ia sudah di cap mati di zamannya sendiri, sedangkan jika dimensi benteng mereka ini akan dihapus dari lorong waktu.
Para pedangnya akan dikembalikan pada zaman masing-masing, dihapus ingatannya dengan cara mematahkan mereka, agar tidak ada kerahasiaan yang bocor. Dan mencegah pedang-pedang tersebut menjadi jikan shokogun next generation.
Mau apalagi, itu adalah takdir yang akan Rei pikul. Berpisah dengan pedang-pedang yang sudah ia anggap keluarga sendiri, dan kehilangan seluruh kenangan bersama mereka. Bahkan mereka tidak akan ingat sama sekali namanya.
Memilukan memang.
***
Ookanehira, Kiyomitsu, Yasusada, Taikogane, dan beberapa toudan lainnya sibuk menempelkan telinga di pintu kamar tuan mereka. Terkait dengan suara-suara erangan aneh dari dalam sana."A-agh, yamete, Shokudairi... "
Itu suara Rei, pasti.
"Hee, gomen Aruji-sama. Bisakah Anda jangan bergerak-gerak? Saya susah melakukannya."
Sungguh jawaban yang ambigu dari master chef citadel raya.
Ookan nyaris tersedak, Yasusada dan Kiyomitsu membelalak, sedangkan Taikogane menutup mulutnya mencegah batuk keras. Dan berbagai ekspresi keterkejutan lainnya.
"Hi-hiks, i... Ittai yo... " kali ini rintihan. "Aku tidak kuat,"
TIDAK KUAT APA COBA?
RIP pikiran positif para tsukumogami kepo di depan pintu."Aruji, kami akan melakukannya dengan pelan, jadi jangan menangis. Nanti tidak sakit lagi." ujar Hasebe.
"Ta-tapi kan sakit, Hasebe. SAKIT TAU GAK?! Kamu kan gak tau rasanya jadi aku~"
Semakin ambigu. Sakit apanya emang?
"Hmph, berhentilah bergerak atau tidak akan selesai." Terdengar dengusan ketus Ookurikara. Berarti ada tiga orang di dalam yang sedang melakukan 'sesuatu' bersama sang tuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saniwa to Honmaru no Monogatari
FanfictionJangan lupa vote ya! X3 Ini adalah kisah sang saniwa yang harus merelakan masa remajanya untuk mengurusi lelaki-lelaki pengangguran dan menggali tanah mencari harta karun demi membayar pajak serta memenuhi kebutuhan tidak penting para toudan :'3