Alarm menggema dikamar perempuan itu. Bindy meraba nakas yang ada disebelah tempat tidur untuk mengambil jam weker itu. Bindy mulai terduduk dan mengucak matanya.
Sudah jam 5 pagi.
Bindy beranjak kekamar mandi untuk bersih-bersih. Menghilangkan keringat yang menempel dibadannya.
Setelah tiga puluh menit Bindy keluar dengan keadaan yang sudah wangi.
Hari ini merupakan hari pertamanya masuk kesekolah. Bindy tersenyum pada cermin rias yang ada dikamarnya. Melihat pantulan dirinya disana.
Bindy meraih alat pengering rambut. Mencoloknya di stop kontak. Dan mulai dia gunakan ke rambut. Setelah itu dia menyisir rambutnya secara perlahan. Sengaja dia gerai karna belum terlalu panjang.
Bindy mengambil tas. Membawanya dengan digemblok. Dan mematikan Ac dikamar sebelum dia keluar kamar menuju lantai bawah untuk sarapan.
Bindy senyum-senyum. Membayangkan dia akan bersekolah disekolah baru. Bertemu guru baru, suasana baru. Dan yang pasti bertemu teman baru yang akan membuatnya senang setidaknya untuk melupakan segala beban masalah.
Semoga.
~~~~
Dirumah ini bukan suara alarm hape, juga bukan suara alarm jam weker. Melainkan asal suara dari mak Sinta. Alarm paling ampuh untuk membangunkan dua kebo. Memang benar, teriakan emak lah yang paling dahsyat melebihi apapun. Bahkan suara toa kampanyepun sepertinya kalah dengan teriakan mak Sinta.
"Rooobiiiiiin"
"Raaabiiiiiin"Teriak mak Sinta memanggil kedua anaknya.
Dengan gerakan seperti orang kaget, mereka serempak bangun dari tidurnya. Walau mereka tidak dalam satu kamar.
"Iya mak" Jawab mereka serempak tanpa aba-aba.
Robin keluar dari kamarnya dan berlari menuju kamar mandi. Begitupun dengan Rabin. Namun, Rabin harus menunggu sampai orang yang ada didalam kamar mandi selesai. Robin yang ada didalamnya.
Setelah beberapa menit, kedua kaki Rabin menyilang karna menahan rasa mulas yang mendera. Rabin mengetuk pintu kamar mandi dengan tidak berperasaan.
"Cepetttt napaa. Lama banget. Ngapain aja sih lo" Omel Rabin.
"Sabar. Gue udah kelar mandi. Tinggal cebok" Jawab Robin dari balik pintu.
"Cebok di luar aja. Udah kebelet YaAllah" Rabin memegang perutnya seolah memerintahkan cairan didalamnya tidak keluar dulu sebelum diizinkan.
Robin pun membuka pintu kamar mandi. Handuk masih berselempang dipundak dan celana pendek yang menutupi bagian bawahnya. Rabin langsung saja menyeruduk masuk kedalam. Tanpa membiarkan Robin benar-benar keluar dari kamar mandi.
Akhirnya acara mandi-memandi pun selesai. Mak Sinta sudah memasak nasi goreng bawang dan telor mata sapi. Sederhana. Namun nikmat.
Rabin dan Robin melahap makanan itu secara ganas. Rasanya kalau gak ganas tidak membuat perut mereka kenyang.
'Toktoktok'
Suara ketukan pintu utama terdengar sampai keruang makan.
"Assalamualaikum" Ucap seorang perempuan yang menunggu pemilik rumah keluar.
"Eh eh eh anaknya pak Lurah udah rapih. Sini masuk dulu yuk. Lagi pada makan" Ujar mak Sinta dengan cengiran menyambut.
Yooka Kezia. Perempuan cantik nan imut itu tersenyum. "Iya mak. Makasih" Dia pun masuk kedalam rumah.
Melihat kedatangan Kezia, Robin buru-buru menyiapkan tempat untuk cewek itu. Membuat pak Fatah tersenyum jahil. "Pacaran yaa?"
Robin dan Kezia saling tatap kemudian membuang muka. Seketika pipi Kezia bersemu merah. Begitupun Robin yang mendadak gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rabindy
Teen FictionRank #5 harta Rank #110 kocak "Tangis mu adalah sumber luka. Sedangkan tawamu yang sekarang adalah sumber kebahagiaan. Teruslah tertawa, agar aku bahagia." - Rabin Satya Cendana - *** Sebelumnya maaf, ini masih kerangka cerita. Blm jadi cerita utuh...