Murid SMA Nusa Abadi khususnya untuk anak kelas dua belas. Disuruh diam dulu di lapangan, karna pak Wartono pingin briefing dengan anak kelas dua belas.
Rabin sedikit mendorong-dorong tubuh Robin buat agak majuan. Karna di tempatnya yang sekarang panas banget. Matahari menyorot dari arah belakang. Mau gak mau Robin harus nurut, karna kalau enggak ancamannya adalah tugas nyuci baju Robin hari ini akan bertambah karna Rabin udah punya banyak simpanan pakaian kotor yang semerbak. Di tambah aroma kaki yang bertebaran di kaus kaki Rabin. Makanya Robin gak mau itu terjadi padanya.
Makin naik kelas bukan makin sedikit tugas, tapi malah numpuk kek baju kotor Rabin.
Kalau kata Rabin lebih baik dia di suruh mengepel lantai sampai semua ubinnya retak, dari pada harus mengerjakan tugas sekolah. Itu pikiran kuno Rabin. Tapi untuk sekarang? Tidak ada lagi kata itu.
Karna semua kerjaan rumah di bagi sama rata. Belum lama satu minggu di balas satu. Jadi satu minggu Rabin, satu minggu Robin. Kalau dulu satu minggu di balas dua minggu. Jadi satu minggu Robin, dan dua minggu Rabin.
Sekarang tidak. Pakaian kotor di cuci sendiri. Tidak mengandalkan satu sama lain. Jadi Rabin punya waktu buat mengerjakan semua tugas yang menggunung.
"Gak berasa banget si. Tiba-tiba pengen lulus" Ferdi berceloteh sendirian.
Rabin yang emang kebetulan denger langsung menanggapi walaupun tau kalau Ferdi barusan cuma ngedumal.
"Hooh, padahal gue ngerasa baru sehari jadi murid di sini, udah mau lulus aja" Rabin menghela napas lelah.
"Kalau aja gue bisa nyuri kantong doraemon, pasti bakal gue puter waktu biar terus-terusan disini" Ferdi mulai tenggelam dalam khayalannya.
Rabin terdiam cukup lama. Membuat Ferdi dadah-dadah di depan muka Rabin. Guna agar Rabin kembali fokus.
Terdengar suara ngakak Rabin.
Ferdi langsung mundur, menjaga jarak dari Rabin. "Lama-lama gue ngeri deketan sama lo. Bentar-bentar bengong, bentar-bentar ketawa. Anu lo terganggu yaa?"
Rabin menyelesaikan tawanya. Menatap Ferdi dengan tawa ringan. "Inget Fer. Dibalik kata anu, itu terselubung berbagai makna yang membuat pikiran gue ambigu"
"Lagian gue ngeri otak lo terganggu"
"Ooh jadi anu yang lo maksud itu otak, gue kira mah apaan haha" Rabin terkikik geli.
"Lo tadi ketawa kenapa?" Ferdi masih penasaran.
"Jadi gini...
Author pov.
Rabin masuk ke dalam ruangan gelap. Matanya terusan berkeliling dengan bingung melihat kamar ini dengar samar cahaya yang kelihatan.
'Kayak pernah liat ini kamar, tapi dimana?' Tanya Rabin dalam hati.
Tiba-tiba tubuhnya tersungkur karna barusan abis tersandung sama sesuatu.
Diapun langsung berteriak. Melempar selimutnya dan berangsur menjauh dari Rabin.
"Aaaa. Ka.. kamu siapa?" Tanyanya sambil memencet tombol lampu.
Rabin terlonjak kaget. "Lo nobita kan?"
"Ta.. tau dari mana?" Tanya Nobita dengan suara ketakutan.
"Tau dari televisi" jujur Rabin
"Kamu berasal dari planet mana?"
'Banyak nanya juga ternyata' sungut Rabin dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rabindy
Teen FictionRank #5 harta Rank #110 kocak "Tangis mu adalah sumber luka. Sedangkan tawamu yang sekarang adalah sumber kebahagiaan. Teruslah tertawa, agar aku bahagia." - Rabin Satya Cendana - *** Sebelumnya maaf, ini masih kerangka cerita. Blm jadi cerita utuh...