Lelah gue gak ada apa-apanya, ketimbang ngeliat lo yang gak berdaya seperti ini. Andai tubuh bisa di tukar, gue rela ada di posisi lo sekarang. Cepat kembali Bindy.
Gue rindu!
Rabin Satya Cendana
~~~~
Di pelataran ruang icu, atau sebut saja dengan lorong rumah sakit. Masih banyak yang setia menunggu di depan ruangan Bindy. Hanya untuk sekedar menjenguk, melihat keadaan cewek itu.
"Apa sebaiknya orang tua kamu mengetahui hal ini?" Tanya pak Wartono dengan gerutan was-was.
Sean mencebik. "Akan lebih baik lagi bila mereka gak tahu pak"
"Tapi kenapa? Kamu yakin?"
Sean mengangguk. "Hmm"
"Mereka orang tua kamu dan juga Bindy. Jadi mereka berhak tau perihal ini" lagi-lagi pak Wartono membujuk mantan murid berprestasi itu.
"Kalau benar mereka adalah orang tua kami, kenapa mereka gak menelpon ke sekolah? Padahal mereka tahu pariwisata hanya 3 hari. Dan ini? Sudah seminggu. Mereka emang gak perduli dengan anak-anaknya!" Kemarahan Sean sudah berada di ujung tanduk. Kepalanya serasa sedang meluap-luap emosi.
Pak Wartono mencoba mengerti. "Baik lah. Tapi kalau mereka menelpon pihak sekolah? Maka bapak akan kasih tau ke mereka tentang kondisi Bindy yang sekarang"
"Coba aja! Itu gak akan terjadi! Mereka orang tua keras kepala, dan gak pernah perduli dengan anak-anak mereka" Sean mencak-mencak sendiri dalam hati. Dari matanya, menunjukkan rasa kecewa terhadap orang tuanya.
"Semoga Bindy lekas sembuh dan bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala" Lalu pak Wartono melirik jam tangannya. "Baiklah, ini sudah terlalu malam, takut kemalaman sampai rumah, jadi bapak dan bu Rini juga bu Ningrum dan semuanya izin pulang yaa Sean!"
Sean tersenyum samar. "Iya pak. Bu. Hati-hati. Dan untuk semuanya terimakasih!" Sean menyalami para guru yang pernah berjasa kepadanya saat dia masih duduk di bangku sekolah.
Melihat kepergian mereka yang perlahan menghilang di telan belokan. Sean memutuskan untuk masuk ke dalam ruang ICU. Di dalam sana, Bindy sedang di tengoki Rabin dengan tangan Rabin yang tak lepas menggenggam tangan Bindy kuat-kuat juga menempelkannya pada hidung mancungnya.
Sean mengambil baju berwarna hijau yang tergantung itu lalu memakainya. Saat memasuki area yang steril maka harus memakai baju khusus bagi para pengunjung yang ingin mendatangi pasien ICU.
"Lo boleh pulang" ujar Sean kepada Rabin.
Rabin mendongakkan kepalanya. "Gue mau di sini"
"Lo udah seminggu gak balik ke rumah. Malam ini aja lo pulang. Besok lo mau ke sini lagi silahkan. Setidaknya beri kesempatan mata lo buat tidur" saran Sean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rabindy
Teen FictionRank #5 harta Rank #110 kocak "Tangis mu adalah sumber luka. Sedangkan tawamu yang sekarang adalah sumber kebahagiaan. Teruslah tertawa, agar aku bahagia." - Rabin Satya Cendana - *** Sebelumnya maaf, ini masih kerangka cerita. Blm jadi cerita utuh...