Bindy mendorong koper berukuran sedang yang berisi banyak pakaian. Baik pakaian dalam, pakaian tidur, seragam yang sudah di tentukan sebelumnya, dan pakaian yang lainnya. Bindy harus berterimakasih pada Sean sebab orang itu mau menjadi pendamping dia kali ini.
Sebelum keluar, Bindy melihat gaun pengantin yang anggun. Baik di lihat dari bagian depan maupun belakang.
Sangat cantik gaunnya sampai membuat Bindy tersenyum senang melihatnya. Tapi, senyumnya kemudian sirna. Menjadi tatapan yang kini sendu. Mengingat orang yang akan menjadi pasangan dalam pernikahannya adalah orang yang sama sekali bukan orang yang Bindy cintai. Tapi sekali lagi, Bindy harus menerima kenyataan pahit itu. Bindy juga harus dan wajib belajar buat mencintai Yosen sepenuhnya. Selayak cinta istri kepada suaminya saat Bindy nanti resmi menikah dengan Yosen.
Besar kemungkinan perhikahan akan di langsungkan dengan meriah dan pasti mewah. Dilihat dari gaun putih yang sangat anggun dan mewah di pandang.
Kalau gaunnya saja sudah ada, bagaimana mungkin pernikahan gak di langsungkan?
Bindy menghela napas pasrah. Berharap keajaiban datang kepadanya. Berharap orang yang akan menikah dengannya adalah orang yang dia cintai.
Dan satu yang berat dia harapkan adalah. Dia berharap kalo dia bisa mencintai orang yang bernama Yosen.
~~~~
Suara yang terdengar gak beraturan kayak di pasar sampai ketelinga Sean maupun Bindy saat memasuki area sekolah.
Banyak para murid yang sibuk menceritakan apa yang di bawa. Menceritakan betapa mereka pingin cepat-cepat berada di sana. Intinya semua terlihat cerah ceria.
"Untuk semua kelas, dimulai dari kelas 12 ipa satu sampai dengan 12 ips tiga harap membentuk barisan yang rapih sesuai dengan kelas kalian masing-masing" arahan pak Wartono terdengar tegas dan lantang dengan alat pengeras suara yang di berikan oleh pak Yanto tadi.
Gemuruh suara tapakan kaki dari berbagai penjuru memenuhi ke tengah lapangan.
Ferdi mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Mak lo mana? Gak ikut? Atau ayah lo? Kok lo gak bawa pendamping? Kan di suruh bawa. Lo gak takut di suruh balik lagi? Udah tau pak Wartono gitu. Kalo di suruh bawa pendamping yaa bawa. Nih lo malah gak ada pendamping" cerocos Ferdi tak karuan membuat Rabin menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Karna gak mungkin Rabin menutup telinganya dengan telapak kaki.
"Aduuuh lo berisik banget sih. Gue bawa kok tenang aja" jawab Rabin.
"Mana? Mak lo gak kelitan. Ayah lo juga" Ferdi kembali celingukan.
"Gue emang gak bawa mereka. Karna mak gue harus nemenin ayah gue kontrol yang sebulan sekali itu. Jadi gu--"
"Nah trus pendamping lo siapa?" Ferdi bertanya.
Rabin menepuk tangan Ferdi, membuat orang itu meringis karna di gebuk. "Makanya lo dengerin penjelasan gue dulu kampret, jangan selak omongan gue makanya!"
Ferdi mengusap bagian yang di tepuk tadi. "Iya-iyaaaa"
"Pendamping gue itu sahabat gue waktu SMP. Namanya Fadil. Lo udah tau kan?" Tanya Rabin.
"Iya gue tau. Oh jadi lo bawa si Fadil itu. Yang badannya sangat lah kurus" Ferdi cekikik geli.
"Haha bego lo. Udah madep depan. Entar di absen lo gak denger bisa berabe. Kek waktu itu kita disuruh lari keliling lapangan seratus kali. Engap. Gue ogah ngelakuin itu hari ini" Rabin memutar paksa tubuh Ferdi. Membuat Ferdi mendengus.
Pak Wartono sibuk mengabsen semua murid.
"Zira.." nama siswi terakhir yang kelas ips 3 sudah di sebut. Pertanda kalau pengabsenan sudah selesai.
Dan pak Sam, yaitu guru agama di SMA Nusa Abadi langsung memberi pengarahan sedikit tentang kegiatan selama di perjalanan.
Pak Sam mulai memimpin doa sebelum semuanya naik ke bis masing-masing.
~~~~
Semua mamandang dengan tatapan yang sulit di percaya. Katanya bakal pergi ke hutan? Tapi kok ini?
Ini mereka malah pergi ke gunung. Bagi anak gunung yang sering pergi pulang gunung tentu tau ini gunung apa.
Pak Wartono membenarkan kacamata yang menggeser. "Bapak bingung mau bawa kalian pergi ke hutan apa lagi? Jadi bapak bawa kalian ke gunung salak. Disini juga kan banyak pohonnya, trus lega, jadi semuanya...
anggaplah ini hutan yaa" ujarnya."Pergi ke hutan mangrove kan bisa pak. Kenapa kita gak kesana?" Rabin menyuarakan pendapatnya.
"Itu jauh. Lebih baik ke sini kan? Sudah dekat juga sejuk"
"Tapi saya gak bawa tenda kan pak" ucap salah satu siswa dari kelas ips.
"Tenang. Semua fasilitas sudah bapak persiapkan. Kalian akan tidur di dalam tenda yang berjejer rapi di sana. Satu tenda hanya cukup dua sampai empat orang. Yang terpenting kalian membawa jaket tebal. Itu gak jadi masalah lagi"
Mendengar itu, banyak suara-suara sumbang siur yang terjadi. Ada yang setuju dan senang karna mereka sebelumnya belum pernah ke gunung. Ada juga yang gak setuju buat mereka anak gunung, karna mereka udah sering pergi ke gunung, yang bisa mereka lakukan hanyalah menerima dengan lapang dada dan pasrah.
Prediksi sebagian murid mereka akan menginap di villa yang letaknya di tengah hutan. Tapi pada kenyatannya mereka akan tinggal di bawah atap tenda dan di atas tanah yang dingin. Mana sebagian besar dari mereka membawa barang menggunakan koper, tapi ada juga yang membawa tas gunung.
Sebenarnya pak Wartono sendiri gak tau apa yang sebenarnya terjadi. Awalnya memang pak Wartono dan para pengurus keberangkatan merencanakan pergi hutan. Sebab disana akan lebih menegangkan. Ditambah hutan yang di rencanakan sangat dekat dengan danau yang cukup luas.
Tapi apa mau di kata? Menurut info, hutan di sana sedang ada masalah dengan tanahnya dan juga suhu udara. Jadi untuk menghindari segala sesuatu yang kemungkinan akan membahayakan, lebih baik di sini, di gunung salak. Lagi pula sama saja disini ataupun di sana. Kalau keadaan malam akan tetap gelap, dan kalau keadaan siang akan sama terangnya.
Satu persatu dari semuanya mulai mendaki gunung tersebut dengan susah payah. Terlebih pendamping yang di bawa oleh Rabin dan Robin. Kasihan Fadil, dia harus mengangkat berat badannya dengan susah payah agar bisa sampai ke atas sana. Memang, gak akan sampai puncak. Hanya di kaki gunung. Tapi itu sudah membuat peluh keringat Fadil berjatuhan dan napas yang terjadi juga terengah-engah. Fadil juga yang menawarkan dirinya sendiri untuk membantu Rabin dan Robin biar bisa ikut pariwisata.
Sebenarnya, ini gak cocok di bilang pariwisata. Karna kebanyakan dari orang mengartikan kata pariwisata itu sebagai hiburan. Mungkin ini lebih cocok kalau di sebut jambore. Atau persami. Atau LDKS. Yap mungkin.
Dan yang lebih gak nyambung adalah kendaraan yang di pakai mereka. Yaitu bus pariwisata yang dilengkapi dengan AC dan juga toilet. Kalau emang mau ke gunung, pasti akan pakai bis tronton seperti tahun kemarin. Tapi berhubung tujuan awalnya ke hutan, jadilah pakai bus pariwisata. Dan gak ada yang bisa sangka juga mereka akan menginap selama tiga hari dua malam di gunung salak.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Thx udh mau baca. Vote and komen;)
Salam gabut,
Ariani PutriSabtu,
25-08-2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Rabindy
Teen FictionRank #5 harta Rank #110 kocak "Tangis mu adalah sumber luka. Sedangkan tawamu yang sekarang adalah sumber kebahagiaan. Teruslah tertawa, agar aku bahagia." - Rabin Satya Cendana - *** Sebelumnya maaf, ini masih kerangka cerita. Blm jadi cerita utuh...