Part 41

19 1 2
                                    

"Rabin aku boleh minta sesuatu?"

Rabin tentu saja mengangguk. "Lo mau minta apa? Bakal gue turuti"

Kina menarik napas dalam lalu menghembuskannya. Sebisa mungkin Kina menyampaikan apa yang kini dia ingin sampaikan pada Rabin.

Kina kembali menarik napasnya. Tenggorokannya terasa sangat kering. Hingga membuat dia sedikit kesusahan untuk sekedar bersuara. Tapi Kina tetap berusaha semaksimal mungkin.

"Aku mau... kamu... selalu seperti orang yang aku kenal... selalu... tertawa... jangan pernah berubah kalo aku udah gak ada di samping kamu... selalu lucu... selalu bikin orang lain tertawa... karna..." Kina memegang kepalanya yang sakit. "..dengan begitu kamu pasti gak akan sedih... karna melihat kamu sedih, itu membuat aku sakit" ucap Kina tersendat-sendat sambil memaksakan senyumnya. "Maafin aku yaa.. selalu repotin kamu... maafin"

Kina terbatuk. Karna kalau tidak dia batukkan, maka napasnya terasa tersendat yang membuat dia tak bisa bersuara. Matanya beralih pada kedua orang tuanya.

"Mama..."

"Iya sayang, mama disini" bu Vina menjawab dengan air mata yang berderai takut.

"Papah..."

"Iya kenapa" jawab papahnya cepat.

"Aku ngantuk. Mata aku susah banget buat di buka. Aku silau sama lampu itu, aku izin tidur dulu yaa. Maafin aku mah.. pah.. aku sayang sama kalian.

Rabin... aku sayang sama kamu juga" Kina tersenyum kemudian matanya langsung tertutup.

Membuat mama dan papanya beserta Rabin dan juga pak Abdul menangis dalam ruangan IGD. Menangis pilu tak sangka.

Malam ini, malam kepergian Kina untuk selamanya. Malam dimana mata Kina tak akan lagi bisa terbuka dan melihat indahnya langit. Kina sudah pergi ke atas sana, ke atas langit yang selalu dia impikan.

Selamat jalan Kina. Perjuangan mu dalam mempertahankan hidup sangatlah mengesankan. Membuat siapa saja takjub. Penyakit kanker darah atau leukemia akut membuat nyawanya teregang dengan cepat.

Flashback Off

Rabin lagi-lagi membuang napas lelah. Kepalanya menengadah ke atas langit. Gemerlap Bintang dan juga cahaya bulan membuat senyum Rabin terukir pilu. Rabin mengibaratkan salah satu bintang yang paling terang di sana adalah sosok Kina yang ceria. Sosok Kina yang dia kenal sangatlah polos.

"Kin, semoga lo tenang di sana, tenang di sisiNya" Rabin menundukkan kepalanya. Menghilangkan pikiran Kina yang malam ini gak tau kenapa masuk ke dalam pikirannya.

Seketika senyum Kina terbayang jelas. Kala itu Kina tertawa karna melihat es krim Rabin yang baru di beli saat itu jatuh tak tertolong.

Ah Rabin jadi ingat Bindy. Senyum dan tawa Kina, itu seperti turun di diri Bindy. Seperti Bindy adalah suatu replika Kina banget.

Tak sadar, Rabin berada di dekat jurang. Saat matanya melihat seseorang yang sedang duduk menyendiri di bawah sana dengan tatapan kosong. Sekarang Rabin sudah ada di dekat turunan. Rabin menuruninya buat menghampiri orang itu.

Rabin menepuk bahu cowok itu secara jantan. Menyadarkan orang tersebut. Orang itu melihat ke arah Rabin dengan datar.

Rabin mengambil duduk di sebelah cowok itu.

"Bengong aja nih. Lagi mikirin apa?" Tanya Rabin basa-basi.

Orang itu tak merubah mimik mukanya yang senantiasa datar itu.

RabindyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang