Dinda masih menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tebal serta berbulunya. Tubuhnya membutuhkan istirahat yang lebih banyak.
Dinda tinggal di kamar sewa milik sahabatnya dengan segala fasilitas yang sangat sederhana jauh berbeda dengan punya dia yang ada mansion. Itu dulu tapi semenjak 1 bulan yang lalu, dia memutuskan hidup sederhana dan keluar dari segala kemewahannya. Bukan tanpa alasan ia melakukan itu karena suasana rumah yang tidak nyaman lagi baginya.
Ibunya meninggal dan ayahnya jadi gila bekerja. Weekend yang biasanya mereka habiskan dengan bermain, bercanda ataupun liburan kini hanya menjadi kenangan. Ayahnya tidak ada waktu lagi di rumah. Ayahnya pulang larut malam dan pergi lagi saat Dinda pergi sekolah. Intensitas bertemunya mereka sangat sedikit. Kadang seharian mereka tidak akan bertemu. Ayahnya akan mengirim pesan saat malam hari.
Jangan tidur terlalu larut
Empat kata itulah yang selalu diterima Dinda setiap malam. Ia tidak kabur dari mansion, ia bicara baik-baik kepada ayahnya walau sempat menolak tapi akhirnya sang ayah mengizinkannya. Dengan syarat jika terjadi apapun harus segera menghubunginya atau orang kepercayaannya.
Dinda membuka matanya, hal pertama yang ia lihat adalah jam dinding yang menunjukkan pukul setengah delapan tepat. Artinya 30 menit lagi waktu masuk kantor. Dinda bergegas masuk kamar mandi mencuci muka serta menggosok gigi. Lalu mengganti pakaian tidurnya dengan gamis simple berwarna biru muda serta kerudung yang berwarna senada. Untungnya atasannya itu tidak mempermasalahkan penampilannya saat bekerja.
Kurang dari 15 menit Dinda sudah siap berangkat ke kantor. Mengunci pintu kamarnya lalu pamit sama ibu kosnya sekaligus ibu sahabatnya.
Beruntung jarak antara kosan dengan kantor tidak terlalu jauh. Hanya dengan menaiki satu angkot saja Dinda bisa menjangkau kantornya.
Dinda berjalan tergesa menuju meja kerjanya. Pasalnya ia sudah telat 5 menit. Dinda mengecek agenda harian atasannya. Tidak ada meeting semacamnya, hanya menandatangani setumpuk berkas saja. Dinda mengambil tumpukkan berkas itu, membawanya memasuki ruangan Noval.
Di kursi kebesaran yang mengarah langsung ke pintu masuk telah di duduki Noval sambil bermain game di laptopnya, suara gamenya sangat terdengar jelas.
Pintu terbuka,menampilkan Dinda yang lagi kesusahan membawa berkas yang lumayan banyak. Dinda berjalan ke depan, meletakkan berkas itu perlahan di hadapan sang CEO.
"Hari ini tidak ada jadwal meeting pak."
"Hm," jawab Noval masih serius memainkan gamenya.
"Saya permisi pak," ucap Dinda jengkel karena perkataannya hanya dibalas hm sama Noval. Menyebalkan bukan.
Noval melihat tumpukkan berkas itu lalu mematikan laptopnya dan mulai membuka lembar perlembar kertas yang telah dibubuhi tinta hitam itu.
Menuliskan disposisi surat lalu menekan tombol intercom yang terhubung dengan Dinda.
"Masuk!" hanya satu kata yang bernada perintah.
Dinda tau apa yang harus dilakukannya. Jadi tanpa banyak bicara ia langsung membawa lagi berkas tadi pagi yang dibawanya. Hampir jam makan siang tapi perut Noval teriak minta makan. Selain suka tidur dan bekerja Noval juga suka makan.
"Uangku menipis, dan aku lupa bawa bekal. Apa aku harus menahan lapar siang ini. Ahh aku tidak bisaaaa." Noval yang baru saja melangkahkan kakinya keluar ruangan dan mendengar Dinda yang lagi asik bermonolog.
"Saya mau makan siang di luar. Bersiap dan temui saya di basement," ucap Noval lalu melangkah pergi melewati meja kerja Dindaa.
----------------------####
Tbc25/04/18
![](https://img.wattpad.com/cover/145751853-288-k504296.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT'S WRONG WITH PAK NOVAL (?) (SELESAI - Belum Revisi)
General FictionJudul awal : Noval Life Story "Jaga diri baik-baik sampai kamu berada di pelukkan ku lagi," ucap Noval pelan. Lalu menyamankan posisinya bersiap tidur. --------------------# ************* Cerita ini gua buat khusus untk ..... Typo, kesalahan ada di...