Kiss Later

212 28 12
                                    

Ekskul. Ekskul. Ekskul.

Pasti kalian penasaran 'kan aku ekskul apa?

Akui saja sudah.

Akui tidak!

Ya sudah kalau tak mau mengaku.

Biar aku yang mengaku.

Sebenarnya aku tidak ikut ekskul dan kertas ekskul itu aku kasih pada orang yang membutuhkan. Ingat kata Vincent dia yang bilang.

"Eh, mana kertas ekskul lu? Kalo gak nyerahin ntar gue dihukum sama Bu Irene."

Dia mengulurkan tangannya minta kertas itu, tapi bagaimana ya aku sudah kasih ke orang lain.

"Zoe, lu budek atau gimana?" Please jangan bentak perempuan, tidak kuat hati aing.

Aku lihat dia, si Pak Ketua cool seperti es kulkul. Nah, 'kan aku jadi lapar omongin makanan.

Tiba-tiba laki-laki lucu datang di samping Vincent. "Zoy, kertasnya mana? Gue sama Vincent dimarahin sama Bu Irene tadi pagi," ucap Dino.

Kalau yang tanya lemah lembut begini jadinya aing ikut lembut juga seperti iklan downy. Selembut sutra~

"Maaf, Dino. Kertasnya hilang gak tau kemana."

Serempak mereka berdua teriak, "LAH KOK BISA ILANG???"

Anjay gue digasin, elpiji lagi naik jangan boros-boros gasnya.

Satu kelas melihat ke arahku termasuk orang yang di sampingku, Nadira. Karena dia pakai earphone jadi tidak dengar, ditambah pakai hanya sebelah dengan volume besar.

Aku sudah memarahi Nadira tapi dia bilang begini, "Gak apa-apa gue budek sebelah, yang penting telinga satunya masih berfungsi. Dari pada lu budek dua-duanya." Tak usah ditiru ya guys, tak baik untuk kalian. Memang titisan jin dia.

"Kok bisa hilang sih, Zoy?" ucap Dino dengan lemah lembut. Aduh tidak kuat Zoe.

Kemudian si es kulkul memutar bola matanya. "Bodo amat dia yang diomelin. Gue tinggal bilang lu hilangin kertasnya."

Saat dia ingin kembali ke bangkunya, aku bicara saja sejujurnya kalau, "Vin, lu kan yang bilang kasih ke orang yang membutuhkan. Ya udah, gue kasih aja ke bapak pemulung depan sekolah, kan, lumayan buat tambahin timbangan sampahnya."

"Waaahhhh ... Viki ya ngajarin anak orang gak bener," kata si Vernon, bule kelas 10 MIPA 6.

Karena aku bicara begitu satu kelas jadi sudutin Vincent. Jadi merasa bersalah aing teh, kumaha atuh ieu?

Tiba-tiba Hyunjin bisikkin gue sesuatu, aduuuhhh mana geli. Aku tuh gak bisa diginiin tahu.

Oh my good yes, ngapa gue jadi alay begini. Gara-gara temenan ama Daehwi nih. Udah mana tebelmet nya ganti bukan Baejin lagi malah ke Nancy.

"Lu parah bat Zoy mojokkin orang. Kasian tau, Vin," bisik si Nadira.

Aku menatap Nadira tajam. "Fakta tau, lagian dia ngapain bodohin gue kek gitu."

"Lu juga bodoh berarti kalo bodohin mah."

Oh iya benar juga kata Nadira, tapi nanti saja aku minta maafnya sama es kulkul itu. Sudah tidak mood aku hari ini untuk ngobrol.

Sekip...

Tadi kelasnya Pak Willis belajar biologi alias belajar untuk mencintai bias. Ya bukanlah, kalau masalah bias banyak aing mah. Mau aku sebutin?

Mendingan tidak usah ya nanti sampai subuh tidak akan kelar juga.

Aku samperin Vincent yang sedang main COC dengan Edward si tablemate-nya. Kenapa aku tahu? Karena aku intip dari belakang sebelum panggil.

"Hoi, Vin! Gue minta maaf ya udah bikin lu malu satu kelas. Maaf ya. Maafin gak nih?"

"Halah bacot lu! Diem ngapa ntar gue kalah nih." Dia fokus sama COC daripada aku yang manusia, sedih aku. Dasar si goblin ya, hancurin masa depan bangsa.

Ya sudah, aku bodo amat mau dia maafin aku atau tidak yang penting aku sudah minta maaf.

Tiba-tiba aku tersesat.

Tersesat di hatinya para bias gue hehehe. Bercanda. Aku bingung mau ke mana masalahnya Nadira ke kantin bareng Jane dan Vivi, sedangkan aku ditinggal karena berurusan sama ketua tidak jelas itu.

Lagian juga aku tidak lapar, tapi aing haus.

"Zoe, Zoe." Seseorang menarik tanganku.

Ish, gila parah banget. Aku mau diapakan dibawa ke belakang sekolah. Dari deruan napasnya sepertinya habis dikejar-kejar oleh rentenir, bukanlah mana mungkin rentenir main ke sekolah.

Dia masih pegang tanganku. Oh my goodness tangannya gemetaran kemudian tak lama dia mendongak ke arahku.

Aku benar-benar kaget. "Noaaaaahhh .... anjir."

Itu bukan aku yang teriak tapi ....

"Zoy, kabur." Aku dibawa lari oleh Jeno lagi. Ini sebenarnya sedang main petak umpet atau polisi maling, hah? Kok tidak ajak-ajak aing.

Rasanya paru-paru aku ingin copot. "Isshh Noah lu kenapa sih?" Aku melepask cengkeraman tangan Noah.

Kita berhenti lari setelah suara perempuan tadi tidak ada. Dia tengok-tengok dulu seperti ingin maling guys, ah Tuhan aku jadi lupa 'kan ingin marah kalau lihat Noah keringatan. Aku ingin lap keringatnya lumayan kalau aku jual hehehe.

"Noah, tadi siapa yang ngejar-ngejar lu? Sampe gue ikut juga ditarik. Hayati lelah bang~"

"Oh tadi.. hah... hah... hah... kakak osis... siapa namanya? Ohh... itu... Kak Michelle." Rupanya Noah bengek, bukan cuma atur napas.

Aku bingung. "Lu punya utang sama Kak Michelle sampe dikejar gitu?"

Dia geleng.

Karena aku kasihan akhirnya aku suruh dia untuk duduk di bangku kosong yang tidak jauh dari aku berdiri.

"Gue beliin lu minum, ya."

Aku mau pergi, tapi ditahan. Tangannya dingin ya ampun, jangan-jangan ini bukan Noah, ini adalah hantu bangku kosong.

Bunda selamatkan anakmu ini.

Omong-omong hantu bangku kosong makan manusia tidak?

Saat balik badan Noah tidak ada, tapi masih pegang tanganku. Pandanganku naik ke atas ternyata Noah berdiri guys.

"Lu mau ikut gue beli minum? Sumpah gue haus banget tadi, No." Aku menahan kehausan.

"Lu mau gak jadi pacar gue?"

"Gue lagi budek nih. Lu ngomong apaan?"

Pura-pura budek gak ngapa kan? Biar gue gak geer :v -Jeon Heejin 2018.

[1] Confused ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang