Bonus Chapter: Love Letter

102 9 5
                                    

Dimulai dari chapter 'Who is She?'

🐇🐇🐇

Author POV.

"Kolong meja lu isinya apaan, sih, Shil? Kotor banget. Nanti kepsek ngomel-ngomel ada sampah di kolong meja!" omel Ella kepada Shilla yang baru datang ke kelas.

Sebagai ketua kelas yang akan membawa nama baik kelasnya harus mengomando anggota kelasnya. Ya ... jabatan ini juga bukan Ella yang ingin, tapi semua teman kelasnya menunjuk dia untuk jadi ketua kelas karena wajahnya yang galak.

Seharusnya wajah galak jadi bendahara biar tagih uang kas semua bayar yang hutang.

Shilla mendengus kesal. Memang dari kemarin kolong mejanya dipenuhi oleh surat-surat cinta yang aduh ini zaman kapan pakai surat segala? Membuat malu.

"Iya nanti gue buang kok, El," ucapnya seraya duduk di bangkunya sambil melirik kolong meja.

"Ya udah—by the way, sekalian dong buangin sampah yang ada di tempat sampah kelas, kan lu piket hari ini hehehe." Ella pergi keluar kelas.

Noah, lu buat beban banget, sih.

Setelah membuang sampah tersebut Shilla kembali ke bangkunya dan mengambil surat-surat untuk dibaca—bukan. Sejujurnya Shilla malas banget baca enam surat dengan berbagai warna yang terlihat menarik.

Lagipula Noah sekarang statusnya pacar teman kecilnya, mana mungkin ia menikungnya. Tak akan pernah.

Walaupun Shilla juga suka Noah, tapi yang namanya teman dia tak akan rela membuat hancur.

"Uuumm ... Shuhua!" Panggil Siyeon.

Shuhua yang sedang merapikan rambutnya menoleh ke arah Siyeon dengan menaikan satu alisnya.

"Shuhua, tolong absenin gue, ya. Bilang aja ke Kak Joy kalo gue gak bisa ekskul Paskibra karna ada acara keluarga."

Shuhua tampak berpikir. "Tapi kan lu dari kemarin absen mulu, Yeon. Gak takut nilainya gak ada?"

"Maunya, sih, gue masuk tapi ada perlu gue."

"Iya, Siyeon."

🐇🐇🐇

Bel istirahat berbunyi.

"Baiklah, pelajaran ini kita sambung minggu depan. Harap kerjakan tugas kalian, ya." Pinta Bu Taeyeon setelah meninggalkan kelas.

Siyeon berdiri mau ke kantin tapi ada orang yang manggil dia dari ambang pintu, "Siyeon!"

Pasti tahu jawabannya, kan?

Dengan langkah berat Siyeon datengin orang itu.

"Jeno, gue mau ngomong sesuatu." Ucap Siyeon.

Di depannya, Lee Jeno, juga mau ngomong sesuatu. "Gue juga. Ngobrolnya di bangku itu aja." Jeno nunjuk bangku koridor dekat pintu kelas Siyeon.

"Permisi, jangan di jalan ngobrolnya. Orang juga mau lewat." Ucap Jaemin di belakang Siyeon.

Sebenernya Jaemin gondok banget lihat Jeno yang labil kayak remaja baru puber, hari ini baik-baikin Siyeon dan siapa tahu besok cewek lain dibaikin, Heejin mungkin.

Jeno merotasi bola matanya dan menarik pergelangan tangan Siyeon supaya mereka berdua gak disinisin lebih lanjut oleh Jaemin. "Gitu kek dari tadi."

Habis keluar dari kelas Jaemin langsung pergi, bukan pergi tapi sembunyi di suatu tempat untuk mendengar hal yang ingin ia tahu.

Jeno dan Siyeon duduk. "No, sebenernya tujuan lu bikin surat terus ditaro di kolong meja gue apa?" Tanya Siyeon.

Jeno nunduk, tersenyum dan menatap Siyeon yang tampak kesal padanya. "Ada alasannya. Yeon, sebenarnya gue gak suka sama Heejin."

"Coba lo bayangin jadi Heejin gimana, deh, No. Dan gue gak bisa bayangin jadi dia, penyebab dia kehilangan sebagian memorinya karna lo."

"Jadi, kalimatnya Jaemin yang lu denger? Emang Jaemin selalu ngambil yang bukan haknya. Dulu lu dan sekarang dia mulai deketin Heejin." Mata Jeno menatap Siyeon lalu beralih ke dinding.

"Seenggaknya dia gak nyakitin Heejin."

"Siyeon, lu sadar dong. Jaemin buat kita gak pernah bisa jadian."

"Dan kita cuma masa lalu, No. Sebenarnya gue udah gak suka lagi sama lu." Ucap Siyeon membuat Jeno kehilangan segenggam harapannya.

Terus Jeno narik hela napas dan megang kedua pundak Siyeon. "Gue bakalan buat lu suka sama gue lagi gimanapun caranya. Yeon, mau gak mau gue harus ngomong sejujurnya ke Heejin, terus putusin dia."

Sementara Siyeon hanya menggeleng. Di dalam hati Siyeon berbohong atas ucapannya tadi biar Jeno jauhin dia tapi kenyataannya berbanding terbalik. Ini sama sekali gak masuk akal.

Di balik tempat persembunyiannya ia berdecih dan mengumpat. "Brengsek."

Saat balik badan untuk ke kantin, Jaemin ketemu sama Heejin yang lagi bawa kertas dan pulpen. "Heejin, ngapain?"

Tapi Heejin malah nyapa tembok yang gak bersalah alias kejedot tembok.

Habis ini jenong jidatnya -Jaemin.

🐇🐇🐇

[1] Confused ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang