Everyday I Need You

115 15 0
                                    

Nadira POV

Hai, aku Nadira Kim. Ini pertama kalinya aku ber-POV, semoga POV-ku membuat kalian mengerti pemikiranku.

Jadi, aku datang pagi-pagi ke sekolah karena ada ulangan matematika yang diajar oleh Pak Richard. Berhubung aku naik bus maka sebelum pukul enam tepat, aku harus sudah sampai di sekolah.

Saat sampai di kelas yang ada hanya Jane, Edward, Dino, dan Nancy. Mereka anak rajin pengecualian Edward yang tidak tahu motifnya datang pagi buta, mungkin colong Wi-Fi sekolah, biasanya kalau siang jebol banyak yang pakai.

Kalau sudah jebol yang datang Bu Irene sambil membawa tongkat kayu, aku heran orang kalau marah-marah biasanya keriputan atau cepat tua. Ini Bu Irene tetap saja cantik.

Aku menaruh tas di bangku dan melihat bangkunya Zoe belum ada tasnya, ya iyalah orang datangnya kepagian. Kemudian aku mengeluarkan buku matematika biar bisa hapal rumus.

Kalian jangan salah, ya, Pak Richard memang wajahnya baby face, tapi kalau sedang marah kalian tidak bisa membayangkan lagi pokoknya.

"Edward, anjir rese bat sih lu ya! Balikin buku gue."

"Ya lu kan bisa belajar pake buku yang lain."

"Apaan, sih? Masih pagi gue gak mau ribut sama lu."

Hmm ... lagi-lagi Edward berulah sama Haseul. Huft, repot juga, ya, kenal dengan Edward. Sekalinya dikenal oleh Edward langsung dikerjai habis-habisan. Beruntungnya aku belum dikenal oleh dia.

"Eh, Nadira!"

Ekspetasi hanyalah ekspetasi, kenyataannya dia sudah kenal aku.

"Apa?" Aku masih fokus dengan buku bacaan.

Dia mulai berdecak kesal. "Ck, kalo orang ngomong dilihatin apa?"

Langsung aku lihat dia pakai mata besar dan bulatku. "Nih, udah gue lihatin."

"Ma—maksud gue dengerin."

"Taulah, serba salah gue kayak Mba Raisa." Aku balik lagi ke arah buku. "Cepetan ada apa?"

"Lu disuruh ke kelas 10 IPS 2 buat ambil buku Kimia disuruh Bu Krystal." Edward kembali ke tempat duduknya.

Karena aku penurut, aku langsung pergi ke kelas yang dibilang Edward tadi. Saat aku di sana sama saja sepi tapi kelasnya lebih sepi lagi parah.



Tok! Tok! Tok!



"Permisi, saya disuruh ambil buku kimia sama Bu Krystal. Bukunya dimana, ya?" tanyaku sopan sambil senyum jangan lupa.

"Ada di meja pojok, ambil aja," kata anak perempuan rambut hitam panjang.

Aku mengangguk dan segera ambil tumpukan buku yang jumlahnya tiga puluh enam, lumayan berat. Tidak ada yang mau menolong, ya?

"Gue bantu sini!" Ada laki-laki yang ambil setengah dari buku yang aku bawa.

Dengan lama aku bengong dulu, gila sih ini rezeki anak sholehah. Bisa bertemu laki-laki tampan di pagi hari.

"Woi, ayo ke kelas lu." Dia berjalan duluan keluar kelas.

Dengan cepat aku menyusul dia.

omong-omong kelas MIPA dan kelas IPS kelasnya jauh banget, aku kasihan sama dia bolak-balik ditambah tadi sepertinya baru datang.

"Lu kelas berapa, sih?"

"Gue kelas 10 MIPA 6."

"Oh ... wali kelasnya guru kimia pantesan, Bu Krystal."

"Tap—tapi kok buku kimia ada di kelas IPS? Bukannya IPS gak ada kimia, ya?"

"Emang gak ada. Kemaren tuh Bu Krystal sengaja taro di kelas gue biar kalo dari ruang guru deket ambilnya."

Aku manggut-manggut sampai lihat kelasku sudah muncul di ujung koridor.

"Nama lu siapa?" tanyaku.

"Hah?"

"Nama nama?"

"Nadira Kim." Saat di depan pintu Mary dengan hati yang baik mengambil buku di tanganku.

Dia memberi bukunya kepadaku lalu senyum sampai matanya menyipit. "Nama lu Nadira? Gue Haris Hwang."

Selesai dia mengenalkan dirinya langsung pergi ke kelasnya lagi, sementara diriku masih mematung membisu.

Haris Hwang? Haris?




🐰🐰🐰




Sekarang sudah pukul enam lewat lima belas menit berarti lima belas menit lagi bel masuk, tapi Zoe belum datang juga. Jadi was-was 'kan aku.

Padahal kalau dia masuk akan aku ceritakan tadi aku bertemu lelaki gantengnya kelas IPS, sumpah rezeki banget. Sayangnya, si sipit belum menampakkan kesipitannya.

Sudahlah lanjut hapal rumus saja aku.



Debuk! Brak!


Aku menoleh ke sumber suara yang berasal dari bangkunya Zoe dan yang benar saja pelaku berisik itu dia sendiri.

"Zoe, tumben dateng udah detik-detik mau masuk. Kesiangan, ya, bangunnya?" Reflek aku bertanya.

Tapi, dia hanya balas pakai nada bengeknya dulu alias ngos-ngosan. Lagipula tumben ini anak lesu dan pucat banget, dobel khawatir aku.

"Gu ... e .... gak ... ke ... si ... angan ... hah ... hah ... tap ... pi ... abang ... gue ... yang ... la ... ma ... kea ... siput ... huffft."

"Lu kenapa? Sakit? Ke UKS aja mendingan, gue anterin."

Sekalian lihat dokter UKS pagi-pagi, kan, lumayan dapet dobel lihat cogan gratis :v

Zoe langsung menggeleng saat aku menawarkan ke UKS, tidak bisa diajak berkompromi memang. Sekalian aku mau istirahat dulu di UKS.

Ya sebagai teman aku juga mempentingkan kesehatannya daripada lihat yang lain, tapi lain lagi ceritanya kalau orangnya sudah kepala batu.

Jadi, untuk memastikannya lagi aku bertanya ulang. Siapa tahu telinganya tidak tersumbat seperti tadi.

"Serius, Zoy? Muka lu udah pucet kea pangsit rebus mirip Kak Agus," celetukku. Untung tidak ada orangnya, kalau ada mungkin aku sudah dikeluarkan dari ekskul.

Begini, aku sudah baik, menawarkan pertolongan, bujuk supaya ke UKS saja tapi ditolak mentah-mentah.

"Berisik bat elah, lanjut belajarnya." Zoe mengambil buku matematikanya, sementara aku lanjut hapalan rumus.



Bruk!



Baru aku mau hapalan tiba-tiba orang di samping membuat suara berisik lagi, saat aku menoleh ternyata dia tidur.

Ya sudah, mungkin dia ngantuk berat makanya tidur dulu. Lagipula tidurnya di lantai pulas banget.

Ti-dur di-lan-tai?

"Zoe, lu pingsan? Pingsan gak ngomong dulu."

Dengan cepat aku mengangkat Zoe, tapi tidak bisa karena aku perempuan tidak akan kuat. Kemudian aku meminta tolong Edward, tapi tidak direspon dan sampai lelaki lewat koridor kelas aku mintai tolong.

"Woi, tolongin gue dong! Temen gue pingsan di kelas harus dibawa ke UKS."

Akhirnya lelaki itu mau dan gotong Zoe yang sedang tidur ke UKS, aku dan Jane ikut juga. Kemudian bel kita meninggalkan Zoe di UKS untuk ulangan.

[1] Confused ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang