You and Me Together

131 19 1
                                    

Fyuuuhhh ... akhirnya aku sampai juga di rumah Jane.

Aku menekan belnya.

Yang keluar bukan Jane, tapi anak kecil yang wajahnya mirip Jane.

Yang keluar bukan Jane, tapi anak kecil yang wajahnya mirip Jane

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Parahnya dia bawa senapan. Jangan bilang ada rencana pembunuhan dan siapa tahu teman-temanku dibunuh oleh orang itu.

"Woii, ngapain berdiri disitu? Masuk aja." Dia menunjukku.

Eh iya bukan sih tunjuk aku atau dia tunjuk bayanganku?

"Woii ilaahh. Disuruh masuk diem-diem bae, udah ditungguin noh sama Kak Jane."

"Woiii. Gue tembak ya, cepet ke dalem keburu makanannya dihabisin sama Kak Jane."

Orang itu mengarahkan senapan ke arahku, parah. Langsung saja aku terobos masuk ke dalam tanpa ucap salam, terburu aku ditembak 'kan tidak lucu.

Padahal senapan kagak ada pelurunya :v untung tadi gue ke tempat Bokap buat ngambil senapan. -Anak Kecil Bawa Senapan.

Sampai di dalam aku ngos-ngosan dan ternyata mereka yang ada di dalam melihatku seperti aktris yang dikejar-kejar oleh syaitonnirrojim.

Nadira yang makan wafer keluar lagi dari mulutnya karena ternganga lebar.

Jorok bat dah.

"Zoy, lu ngapa?" tanya Jane bingung.

Aku samperin mereka kemudian duduk di dekat Sasha sajalah, kalau duduk dekat Nadira jorok.

"Ada anak kecil tadi bawa senapan," jawabku singkat.

Karena Sasha anak baik hati langsung menyodorkan aing minum, padahal empunya rumah saha?

Setelah aku minum, Jane seperti menahan tawa.

"Kenapa maneh teh malah nahan ketawa? Kalo mau ngetawain aing mah ikhlas." Aku berselonjoran biar tidak varises kakinya.

"Anak kecil pake seragam?" tanya Sasha.

Aku manggut-manggut sambil ambil makanan, 'kan lumayan tadi aing lari ditambah lapar plus haus.

Nadira yang sudah tidak bengong tiba-tiba bicara. "Lu dikerjain sama adeknya Jane."

Otomatis aku langsung menatap Jane yang sudah tertawa laknat, ternyata aku dikerjai.

"Tadi kita juga pas mau masuk udah dikerjain sama adeknya, untung Jane omelin," sahut Chelsea yang sedang mengetik di laptop.

Untung aku sabar jadi manusia, bagaimana tidak sabar kalau di rumah mengobrol dengan triplek ditambah bocah penasaran.

"Lu punya adek, Jane?" tanyaku.

Jane geleng. "Adek tiri tepatnya, sih."

"NAON?!!!"

"APA?!!!"

Semuanya kaget barengan kecuali aku yang pakai logat sendiri.

"Duh, jangan teriak dong. B aja kali."

"Lagian lu gak bilang kalo mau ngomong tentang adek tiri lu," ketus si Chelsea kesal.

"Kalo gue bilang sama aja kalian kaget juga." Jane menatap Chelsea tak suka mulu daritadi.

"Gue sama Runa satu ibu beda ayah," ucap Jane.

"Iiihhh ... gue juga pengen punya sodara tiri, mau buktiin bener gak cerita onion and garlic?"

Sebenarnya pernyataan yang terlalu pintar untukku, tapi lihat Jane sedih jadi tidak tega aing.

Chelsea yang menyudahi ketikannya bergantian dengan Jane, kemudian Chelsea melirik ke arahku. "Emangnya lu mau di-bully sama sodara tiri lu itu sampe meninggal?"

Parah, kata-katanya pedas banget. Kalau aku jadi bang Wira sudah aku ajak tempur

di video game.

Sasha sebagai temannya sudah merasa ingin rukiyah dia. Perempuan penyabar memang Sasha, tidak seperti Chelsea bentar-bentar ketus.

Oh iya, aku belum cerita ke kalian kalau kita sedang melakukan apa.

Kita sedang membuat powerpoint fisika tugas dari bu Irene, baru saja masuk sudah dikasih tugas. Tepatnya baru seminggu.

Biar tidak bisa seperti Nadira yang daritadi menyemil makanan, aing sebagai anggota yang aktif membantu membaca rangkuman dan yang ketik sekarang Sasha.

"Zoe."

Aku menoleh ke arah Nadira. "Naon?" Dengan aku yang masih fokus membacakan.

"Dianter sama siapa lu tadi kesini?"

Oh iya, aku tadi diantar siapa, ya? Aku juga tidak kenal.

"Palingan ama Noah pacarnya," ketus Chelsea.

"Gak, bukan Noah. Gue gak tau dia siapa tapi gue lihat dari seragamnya yang urak-urakan dia bukan anak MIPA."

Semuanya melongo dan langsung menatapku, termasuk orang paling ujung sedang menyemil raut wajahnya serius. "Ya elah ini ngapa jadi pada liatin aing?"

"Kan elo lagi cerita." Nadira menoyor aku.

"Terus lu baca name tagnya gak?" tanya Chelsea yang juga penasaran.

Gimana mau baca, orang mata aing teh rabun -_- baca name tagnya Kak Arsen juga ampe jinjit gue saking tingginya.

Mau tak mau aku menggeleng saja, jujur terbaik seperti Boboiboy.

"Anak IPS mah gans-gans sumpah, ganteng gak, Zoe?" Tahu 'kan saha ieu yang nanya.

"Ganteng tap—"

"Noh, berarti anak IPS," tebak Nadira semangat banget.

Masa iya anak IPS? Bukannya anak emak bapaknya ya.


🐰🐰🐰


"Assalamua'alaikum."

"Wa'alaikumussalam," sahut bunda rupanya.

Setelah aku salim langsung diintrogasi sama bunda. "Kamu baru pulang habis dari mana?"

Bagaimana tidak diintrogasi, aku pulang maghrib, 'kan tidak boleh bagi seorang gadis di luar rumah. "Anu ... uuumm ... Bang Wira mana, Bun?"

"Kuliah malem Abang kamu, udah sana ganti baju terus sholat habis itu makan malem bareng Bunda," pinta bunda.

Seketika aku ingat Sandra. "Lah, Sandra mana?"

[1] Confused ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang