Raina terlihat gugup ketika dirinya menaruh nampan yang berisi makanan di sebuah meja kecil sisi ranjang. Pria itu menatapnya tak berkedip. Mulai dari membuka pintu hingga memasuki kamar Evan menatap tajam.
"Makanlah, agar kesehatanmu cepat pulih," ucapnya pelan.
"Terima kasih."
Tidak ingin berlama-lama Raina segera beranjak, namun tertahan. Evan segera melepaskan pegangan pada lengan kecil Raina karena respon wanita yang berstatus sebagai istrinya terlihat tidak suka.
"Ma-maaf. Hm, kira-kira berapa usia kandunganmu?" Evan tak bisa lagi menutupi rasa penasarannya. Apa lagi setelah Bibi Martha mengatakan hubungannya dengan wanita hamil ini adalah suami istri. Ia merasa ada yang aneh, mengingat sang istri bersikap dingin padanya.
"Menurut perhitunganku, bulan depan akan memasuki bulan ke tujuh." Raina tersenyum kecil sambil membelai perutnya.
Pria itu sedikit mengganjal dengan kalimat yang Raina ucapkan. "Perhitunganmu? Apa kau tidak pernah memeriksanya ke dokter?"
Mata Evan melebar mendapati anggukan ragu kepala istrinya. "Maaf, itu pasti karena aku yang tidak berada di sisimu saat awal-awal kehamilanmu. Sekali pun ada, saat ini aku hanya bisa merepotkanmu. Maaf," lirihnya.
Raina begitu tidak percaya dengan jawaban yang Evan berikan. Dugaannya benar, pria ini kini seolah berubah cover menjadi sosok yang perhatian. Namun ia menepis, semua ini hanya kepalsuan belaka karena adanya ketidaksadaran dari pria yang berada dihadapannya.
"Bukan begitu. Hanya saja aku memang malas mengecek kehamilanku karena memang aku tidak mengalami hal yang mencemaskan," ucap Raina.
"Jujur, sampai saat ini tidak ada satupun memori yang kuingat tentangmu. Tapi hatiku merasa yakin, jika bayi itu memang milikku. Entahlah, aku juga tidak mengerti. Tapi memang itu yang kurasakan saat bersamamu." kedua garis sudut bibir Evan terangkat samar mendapati rona merah di pipi Raina.
"Tentu saja ini bayimu. Aku berani bertaruh jika kau menginginkan test DNA."
"Sstt... aku tidak meragukannya. Aku tahu dia milikku."
Jantung Raina berpacu cepat saat jari panjang milik Evan menyentuh tepat di bibir ranumnya. Tanpa ia tahu, pria itu pun merasakan hal aneh dalam dadanya.
"Sebelum dingin, sebaiknya kau segera makan," perintahnya lantas meninggalkan pria itu sendirian.
Sedikitpun Evan tidak meragukan statusnya. Ia sangat yakin dengan ucapan Bibi Martha. Seisi rumah ini tidak mungkin membohonginya. Lagi pula selama ia tinggal di sini kedua wanita itu merawatnya dengan baik. Bahkan begitu peduli dengan perkembangan kesehatannya.
Meski tak menampik ia sangat ingin mengetahui jati dirinya yang sebenarnya.
Evan hanya merasa asing dengan sikap Raina yang begitu dingin. Wanita itu seolah terpaksa merawatnya. Namun ia selalu menepisnya ketika manik madu terang itu menatapnya, hatinya selalu bergetar dan menghangat.
Perasaan terdalamnya seolah memanggil pada rasa yang lebih dari kekaguman.
Kepala cerdasnya menggeleng, lantas segera melahap makanan yang nyaris saja dingin jika ia sampai terus membayangkan polah sang istri.
🌺🌺🌺
Raina cukup panik ketika menceritakan kisah palsu mengenai dirinya dengan pria itu. Lidahnya seakan menuntun pada kebohongan yang kelak akan membawanya pada hubungan yang rumit.
Evan terlihat memercayai dengan semua kalimat yang terlontar dari bibir cantik istrinya. Meski ada hal yang masih mengganjal di hatinya.
Sebuah pertemuan yang singkat hingga mereka melakukan pernikahan sepihak tanpa sepengetahuan pihak keluarga dari si pria karena bukan dari kalangan bangsawan. Evan mendengarkan dalam diam. Sesekali kepalanya mengangguk paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evil's Love ✔
ChickLitKetika Tuhan memberi kesempatan kedua untuk memperbaiki diri. Sang iblis berevolusi menjadi malaikat tanpa sayap demi wanita yang telah dihancurkannya. Hukuman yang diterimanya bukan hal sepele. Satu persatu karma pedih menghampirinya dalam penebus...