Evan terbangun di kegelapan malam yang sunyi. Tenggorokannya yang serat membuatnya tak bisa lagi memejamkan mata.
Tubuhnya menegak lalu menuruni sofa melangkahkan kakinya ke arah dapur untuk mengambil air minum. Setelah meminumnya ia pun membawanya pada wadah gelas beling lalu diletakkan pada meja dekat pembaringan sofa. Bila nanti ia kehausan lagi, sudah ada di dekatnya.
Baru saja matanya mulai terpejam, samar-samar ia mendar suara tangisan bayi. Evan membuka mata lalu menajamkan pendengarannya.
Mata memgantuknya seketika membulat lantas dengan cepat melangkah memasuki kamar istrinya.
Seorang bayi merah tengah menggeliat. Kepalanya yang kecil bergerak-gerak dengan sesekali mulutnya mencari-cari sesuatu.
Bayi mungil itu kehausan. Sedangkan sang Ibu nampak kelelahan hingga sangat lelap tertidur.
Ayah bayi itu segera mengangkat tubuh terbalut kain popok dengan perlahan. Membawanya dalam tangan kirinya yang kuat.
Seketika makhluk tak berdosa itu terdiam. Meski belum memejamkan matanya sang bayi begitu nyaman pada gendongan sang Ayah.
"Ssh ... sshh ... anak cerdas tidak boleh cengeng. Lihat, ibumu sangat lelah hingga tidak mendengar tangisanmu," ucap Evan seakan bercerita. Meski belum paham tapi bathin antara anak dan ibu sangatlah kuat hingga mengerti meski tidak memahami bahasanya.
Evan merapikan helaian surai hitam panjang yang mengalangi pandangan wajah manis Raina.
Senyum lembut terukir di bibirnya. Namun, saat bayi mungil itu mulai menggeliat ingin menangis, Evan mengecup lembut pipi merah putrinya yang mirip apel. Bayi bernama Neysha itu seketika terdiam.
"Neysha, haus?" tanya Evan pada putrinya.
"Baiklah, Ayah akan buatkan susu Ibumu secara praktis," kekeh Evan merasa lucu pada dirinya yang berbicara sendiri.
Meski bayinya berada di tangan sebelah kiri yang menghangat. Tangan kanan Evan masih lincah di gerakkan untuk memanasi asi pumping untuk si buah hati.
Setelah memastikan suhu dan kondisi asi dalam botol yang telah dihangatkan pada mesin elektrik, Evan segera memosisikan asi tersebut pada mulut mungil putrinya. Bayi itu langsung menyedot kuat karet dot botol susunya.
Evan tersenyum memerhatikan bayi merah yang ternyata memang sangat haus. Hatinya selalu menghangat dan entah kenapa sifat kebapakan seketika hadir begitu saja. Sigap dan cekatan seolah mengerti keinginan sang bayi.
Syukurlah stok asi hasil pumping Raina cukup banyak. Wanita itu begitu rajin selalu melakukannya ketika payudaranya terasa nyeri akibat asi yang berlimpah.
Meski ukuran dada istrinya tidak terlalu besar, tapi pasca melahirkan terlihat semakin berisi dan meruah dengan asi.
Evan sangat bersyukur.
Hingga botol asi yang tadinya penuh kini terlihat kosong. Bersamaan dengan itu, si bayi pun kembali terlelap.
Sang ayah yang begitu memuja malaikat kecil dalam gendongannya memeluk erat menyalurkan kasih sayangnya.
Saat dirinya merunduk untuk memberikan kecupan di pipi merah sang bayi, tubuh tegapnya tersentak dengan tindakan yang tiba-tiba.
Bayi dalam gendongannya direbut paksa.
Ibu dari bayi tersebut telah bangun dan merampasnya dari tangan kuat sang ayah.
Ya, Raina Shabella, dengan sangat tidak sopan dan kepanikan di wajahnya, merampas bayi dalam gendongan Gerald Stevano.
Pria itu sangat terkejut dengan perbuatan istrinya yang menurutnya sangatlah berlebihan.
Belum sempat Evan melontarkan pertanyaan, wanita itu telah lebih dulu mengeluarkan suaranya dengan kalimat yang membuat Evan membeku.
"Kau tidak berhak atas bayiku. Tidak akan kubiarkan kau merebutnya dariku!"
Evan masih mencerna ucapan Raina yang terdengar menusuk jantungnya. Wanita itu telah berlalu memasuki kamar dengan langkah tergesa.
Mata nanar Evan terpusat pada pintu kamar yang tertutup rapat. Senyum getir hadir di bibirnya.
Sebegitu bencikah Raina pada dirinya? Hingga untuk merengkuh bayinya saja wanita itu begitu takut Evan merampasnya...
🍁🍁🍁
Di dalam kamar berukuran kecil dengan ranjang single tampak wanita muda dengan wajah penuh sesal menatap bayi mungil yang terlelap.
Kalimat yang telah terucap tanpa memikirkan perasaan pria itu seolah menari-nari di pikirannya.
Raina melihat jelas wajah terkejut sekaligus kecewa yang tercetak di wajah tampan Evan.
Hampir dua jam setelah kejadian tadi. Tapi Raina tidak bisa memejamkan mata. Kekecewaan Evan terus mengusiknya saat mulai terpejam.
Raina menyadari perihal ucapannya yang keterlaluan. Raina menggeleng pelan, peri merah dalam hatinya membenarkan tindakannya.
Tidak ada yang salah. Ia hanya mengantisipasi tindakan dari pria yang mungkin saja telah pulih ingatannya lalu masih berpura-pura agar bisa merebut buah hatinya.
Raina tidak akan membiarkannya.
Sedangkan di luar kamar, tepatnya di sebuah sofa kecil tampak seorang pria terlihat begitu gelisah. Ada rasa sesak yang mengganjal di dadanya, bahkan tenggorokannya terasa mengkal meski hanya untuk menelan ludahnya sendiri.
Pikirannya masih terusik dengan kilasan pernyataan menyakitkan tadi.
Hanya kerena ia belum mampu mengingat semua tentang mereka, lantas Raina tidak mengizinkannya untuk memberi kasih sayang pada bayinya.
Dan ... kenapa bisa istrinya menuduhnya akan merebut buah hati mereka dari ibunya sendiri?
Evan tidak habis pikir dengan kelicikan yang ada di kepala cantik Raina.
Keadaan yang begitu aneh membuat Evan ingin mencoba mengingat tentang memorinya. Namun, lagi-lagi hanya membawa dampak kesakitan pada saraf otaknya ketika memaksa mengingatnya.
Terasa nyeri menghantam bagian belakang tulang tengkoraknya.
Telapak tangannya yang kuat mengusap kasar wajah frustrasinya. Hingga dengan kesal meremas rambut hitamnya dengan keputusasaan yang teramat dalam.
Tidak, ia tidak akan menyalahkan Raina. Wanita itu hanya bertindak sesuai dengan perasaan keibuannya yang ingin melindungi dari keburukan apapun.
Evan tidak menampik, bisa saja dirinya yang kini memiliki jiwa baru mencelakai bayi mungil itu.
Apapun bisa terjadi selama ia belum mengingat semua tentangnya.
Embusan napas kasar meruntuhkan egonya untuk menerima perlakuan Raina. Meski kekecewaan begitu sulit untuk di enyahkan, Evan harus memahaminya.
Bukankah cinta harus mengerti?
.
.
.
.
.
*24-Juni-18
aliceweetsz
KAMU SEDANG MEMBACA
Evil's Love ✔
ChickLitKetika Tuhan memberi kesempatan kedua untuk memperbaiki diri. Sang iblis berevolusi menjadi malaikat tanpa sayap demi wanita yang telah dihancurkannya. Hukuman yang diterimanya bukan hal sepele. Satu persatu karma pedih menghampirinya dalam penebus...