Part 21

10.9K 635 58
                                    

Seorang wanita berjalan begitu cantik bak model yang sedang berlenggak di atas cat walk. Wanita itu tersenyum ramah pada setiap orang yang berlalu lalang. Matanya mengedar mengitari sekeliling perkebunan.

Tiba-tiba saja kedua sudut bibir seksinya melengkung sempurna. Sorot matanya tampak berbinar seperti menemukan sebuah harta karun.

Seorang pria yang sejak tadi menjadi sasaran target masih terlihat sibuk. Pria itu begitu tekun melakukan pekerjaan kasar itu. Tanpa sungkan ia akan membantu siapa saja yang terlihat kesulitan dalam pekerjaan.

Benar-benar jiwa pemimpin yang bersahaja. Berbeda sekali dengan kepribadiannya yang dulu. Penuh dengan kesombongan akan kekuasaan.

Wanita itu melamun dengan gumaman yang hanya didengar dirinya sendiri.

"Bagaimana? Bisa kita bicara?" sapa Zeya yang mengejutkan Evan karena menepuk punggungnya tiba-tiba.

"Zeya! Tentu saja. Sebentar, aku selesaikan ini dulu."

Zeya mengangguk tersenyum manis.

"Kau bisa menungguku di dalam," pinta Evan.

"Tidak. Aku tunggu di kursi sana saja. Lebih segar di luar. Aku suka udaranya," jawab Zeya sambil menunjuk sebuah kursi di bawah pohon tempat biasa yang sering di gunakan untuk menunggu.

Wanita itu mengeluarkan benda pipih canggih dari dalam tas mahalnya. Lantas mengangkat dan memosisikan benda itu tepat mengarah pada posisi Evan berada.

Cekrek

Bibir yang terpoles lipstik merah terang itu menyeringai, hingga sebuah pesan masuk terdengar langsung di baca olehnya.

"Oh, My God!"

Wanita itu tertawa dan ingin mengabaikannya. Saat ingin memasukan ponselnya, benda itu bergetar dan bersuara.

Zeya mendekatkan benda canggih itu ke telinganya.

"Kau yakin itu dia?" tanya suara dengan intonasi tak sabar.

"Menurutmu? Apa kau ingin aku membawanya menemuimu?" mata Zeya mengedar memastikan tidak ada orang yang mendengarnya. "Dia -- amnesia!" kekeh Zeya.

"Damn! Ini di luar dugaan."

"Aku tahu apa yang ada di otak sialanmu itu. Santailah. Kita bermain cantik saja," desis Zeya.

"Tapi ... K-kau ..."

"Aku sudah sembuh. Jangan mengatur rencanaku. Atau aku --" ancam Zeya.

"Ok, ok, fine. Silahkan kau bermain-main dengannya sepuasnya!"

"Sudahlah. Dia menuju ke sini," bisik Zeya.

Tanpa menunggu reaksi dari lawan bicaranya wanita itu memutus kontaknya lantas memasukan benda pipih itu dalam tas.

"Maaf, membuatmu menunggu," sapa Evan menyesal.

"Tidak apa-apa. Aku senang berada di sini. Santai saja." Zeya masih terus bersikap ramah.

Mereka berdua terlibat obrolan serius tapi santai. Mulai dari berbagai pengiriman sayur dan buahan yang akan di kirim ke resto maupun kafe milik Zeya.

"Kau tahu, pengunjung di kafe maupun resto semua memberikan penilaian istimewa sejak kami bekerja sama denganmu," ungkap Zeya antusias.

"Sebagai staff pegawai pengelola lahan aku senang sekali mendengarnya. Terima kasih sudah memercayakannya pada kami," jeda sesaat, "Ehm, tapi ini bukan milikku, rasanya lebih pantas kau mengucapkannya pada Pak Dodi selaku pemilik perkebunan," usul Evan.

Evil's Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang