Part 12

7.4K 635 24
                                    

Suasana hati Evan sejak tiba di perkebunan sangat murung. Bahkan sudah beberapa kali, Jun selaku pegawai yang cukup dekat dengan Evan mengamati perubahan suasana hati rekannya.

Sedari tadi pria kota itu terlihat tidak fokus. Ada beberapa pekerjaan yang nyaris Evan abaikan.

Waktu hampir sore, tapi Evan belum beranjak dari perkebunan. Biasanya pria itu selalu ontime.

Jun menghampiri Evan yang duduk di sebuah kursi panjang, tepat di bawah pohon rindang.

"Kau kenapa?" tanya Jun yang dibalas dengan kening berkerut.

"Seharian ini terlihat begitu murung. Ada apa? Apa kau kelelahan karena membantu istrimu dan si bayi mungil?" lanjutnya menatap wajah tampan Evan penuh selidik.

"Oh, itu ... bukan apa-apa, aku masih bisa menanganinya."

"Lalu kenapa kau terlihat tidak bersemangat. Biasanya semangat juangmu selalu meletup-letup. Bahkan kau langsung pulang bila waktunya tiba." Jun masih kurang puas dengan jawaban Evan.

"Mau cerita?"

Evan terlihat tidak yakin dengan tawaran Jun. Tapi saat ini ia benar-benar butuh support atau sesuatu hal yang membuatnya berpikiran positif.

Jun terlihat tidak sabar menunggu jawaban Evan.

"Hm, kurasa berbagi cerita denganmu tidak masalah," urai Evan.

"Meski terdengar cengeng. Tapi setiap pria itu sangat perlu bertukar pikiran untuk hal yang baik. Asal kau menceritakannya pada sesama kaum saja jangan dengan lawan jenis. Bisa-bisa kau malah menimbulkan masalah baru, karena terlibat skandal dengan lawan jenismu," kekeh Jun mencoba merelaksasi suasana hati Evan.

"Kau bisa saja. Pastinya aku tidak akan melakukan point kedua. Masalah pribadi saja belum benar kuurus. Bagaimana aku menambah dengan masalah baru." jeda sesaat, "Mana sanggup aku menyakiti perasaan Raina. Wanita tulus yang menerima keadaanku seperti ini," lirih Evan.

Jun melihat perubahan Evan yang semakin mendung ketika menyebutkan nama sang istri. Jun yakin, pasti ada sesuatu antara pasangan baru ini.

Tanpa maksud ikut campur, Jun hanya ingin berbagi pengalaman berumah tangganya.

"Tapi ..." ucapan Evan menggantung.

Jun menunggu kalimat selanjutnya dengan sabar. "Katakan saja. Aku akan mendengarkanmu."

"Apa wanita setelah melahirkan bisa berubah jadi lebih over protective. Hm, maksudku menjadi sangat berlebihan tingkat ketakutan terhadap bayinya?" tanya Evan hati-hati.

"Tentu saja. Seorang wanita yang baru menyandang status ibu itu sangat sensitif. Bahkan hanya sekedar untuk mendekati bayinya saja, ada rasa kecemasan yang luar biasa. Apa lagi saat kau menggendongnya. Ocehan kekhawatirannya pasti terulang-ulang terus di telingamu," jawab Jun tersenyum mulai paham masalah yang dipendam Evan.

"Padahal aku hanya berniat baik. Tidak ingin mengganggu istirahatnya yang begitu lelap. Tapi dia malah menuduhku ingin merebut putrinya. Yang benar saja, mana mungkin aku merebutnya. Seolah dia melupakan bahwa aku suami sekaligus ayah dari bayi mungil yang dilahirkannya." Evan kembali murung.

Jun terkekeh lucu melihat wajah melankolis pria gagah nan tampan di hadapannya. Ia tidak menyangka pria ini begitu murung hanya karena masalah yang menurutnya hal biasa.

"Kupikir masalah apa. Ternyata sedari tadi kau galau karena sikap Raina."

"Menurutmu ini masalah yang biasa?"

"Tidak juga." Jun mencebik.

Evan dibuat bingung dengan jawaban Jun yang menurutnya sangat tidak jelas. Membuat Jun susah payah menahan tawanya karena takut Evan tersinggung.

Evil's Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang