31. Keputusan Azzurri

4.9K 537 18
                                    


"Tidak, kau tidak boleh menggunakan pedang itu!"

"Tapi kenapa?"

"Kakak, dengarkan aku! Aku tahu kau sangat ingin membantu pertempuran itu, akan tetapi pedang pusaka dari Kerajaan Auzzora bukanlah pedang biasa. Aku tidak ingin kau mati konyol hanya untuk sebuah pedang!"

"Naya, dengarkan aku. Ak-"

"Tidak! Sekali aku bilang tidak, akan tetap sama!"

Naya pergi meninggalkan Azzurri yang masih menatapnya memohon. Naya tidak ingin mendengar apapun lagi dari wanita itu. Meski terlihat kejam, Naya hanya tidak ingin kehilangan Azzurri. Sedikit banyak ia mengetahui tentang pedang pusaka itu. Pedang yang mampu menghabisi para iblis dengan sekali tebasan. Pedang yang mampu membelah bumi sesuai keinginan Tuannya.

Naya hanya takut.

Takut jika Azzurri mencoba mengambil pedang itu dan berakhir mati sia-sia. Semua orang tahu, pedang itu akan melalap tubuh siapa pun yang berusaha mencabut dari tempatnya. Jika Azzurri memang pemilik pedang itu, ia akan selamat. Akan tetapi, bagaimana jika sebaliknya?

"Naya," Azzurri masih mencoba mengejar Naya. Gadis kecil itu berusaha berlari melebarkan jarak dirinya dengan Azzurri.

"Jika memang kau menganggapku sebagai saudarimu, bisakah kau percaya kepadaku?!"

Ucapan itu membuat langkah Naya terhenti. Tubuhnya menegang. Ia mengepal tangannya kuat mencoba menahan air mata yang telah sampai di pelupuknya. Mata merah menahan sesak di dada membuatnya terlihat sangat kacau.

Naya memutar tubuhnya dan menatap Azzurri pilu, "Aku menganggapmu sebagai Kakakku! Dan itulah alasan aku melarangmu pergi! Aku tidak ingin kehilanganmu!"

Azzurri menegang. Ia menatap Naya  air mata yang berusaha ia tahan lolos sudah dan membasahi pipinya. "Naya,"

"Jadi aku mohon, saat ini ... untuk saat ini tetaplah di sini dan jangan membantah ucapanku, Kakak!" Naya membalikan badannya lagi dan berlari menuju kamarnya. Pundaknya bergetar menahan isak tangis yang kini lolos dari mulutnya.

Azzurri berusaha mendekat ke kamar Naya. Namun, tarikan di lengan membuat langkahnya terhenti.

"Ervin," Azzurri membelalakan matanya. Tubuhnya terseret akibat tarikan Ervin yang memintanya menjauh dari kamar Naya.

"Kita harus bicara!"

Azzurri mengerti ia membiarkan Ervin membawanya pergi dari tempat itu dan menjauh dari kamar Naya. Azzurri menatap sekali lagi kamar yang kini tertutup rapat ia tersenyum miris. Mengingat perkataan Naya membuat hatinya menghangat dan sakit bersamaan.

Ini kali pertama ia di perlakukan sebagai seorang saudara.

Tanpa Azzurri sadari, seseorang melihat keduanya dari kejauhan. Seseorang itu mengepal tangannya dan menghela napas mengatur degupan di hati yang membara dan seolah membakar dirinya.

"Kenapa kau membuat Naya semarah itu?" Ervin melepas genggamannya dan menatap Azzurri lekat. Azzurri menghela napasnya berat dan menundukkan kepalanya.

Pluk.

Tangan besar itu terjatuh tepat di atas kepalanya, menekan hingga membuat Azzurri semakin menundukkan kepalanya. "Jawablah,"

"Aku hanya meminta persetujuan dari Naya." Azzuri menatap Ervin sendu. Ia menggerak-gerakkan kakinya merasa bersalah. Ervin tersenyum kecut dan melepas tangannya dari kepala Azzurri. Jika saja bukan karena kesalah pahaman itu, hubungan mereka berdua tidak akan serumit ini. Ervin selalu menganggap Azzurri sebagai adik kecilnya. Adik yang selalu ia jaga meski orang lain menganggap hubungan mereka lebih dari itu.

Devil Beside Me [END] [REUPLOAD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang