30. Hope

5.3K 571 20
                                    


Naya menggenggam erat tangan Ervin yang kini menghangat. ia tersenyum mendapati gurat kelelahan dari Tuannya itu. Meski Ervin telah sadar, tubuhnya belum pulih seutuhnya. Organ vital yang hancur perlahan memulih dan menjadi utuh kembali. naya bernapas lega melihat wajah Ervin yang mulai merona tidak seperti beberapa waktu lalu yang hanya menampilkan wajah pucat bagaikan sutera.

"Tuan, anda baik-baik saja?" Ervin tersenyum mendapati kekhawatiran Naya. Ia mengangguk dan menggenggam tangan mungil itu.

"Kau telah berusaha keras. Aku bangga."

Pipi Naya bersemu. Ia menatap dalam mata itu. Mata yang mampu menghanyutkan Naya hingga ke dasar hatinya. "Jangan pernah melakukan hal itu lagi, Tuan!"

Ervin mengerutkan keningnya menatap Naya bingung.

"Jangan pernah membuatku takut dan kehilangan kebahagianku. Jangan pernah melakukan hal yang mampu mengancam nyawamu."

Ah, Ervin mengerti. Ia terkekeh menatap wajah serius Naya membuat gadis di depannya mengerutkan keningnya tidak suka.

"Tuan!"

"Aku mengerti, jadi berhentilah mengomel itu sangat menggangguku."

Naya melepas genggamannya menatap Ervin tidak percaya, "Tuan tidak menyukai rasa khawatir hamba? Tuan membenciku?"

Ervin menggeleng membuat Naya semakin di penuhi kebingungan. "Lalu kenapa, Tuan?"

Greep.

Ervin menarik tubuh Naya hingga terjatuh ke dalam pelukannya. Ia melingkarkan tangan di pinggang ramping Naya dan menghirup aroma sakura yang menyeruak dari tubuh Naya. "Aku menyukai sikap manjamu, aku menyukai ocehanmu, aku menyukai kau khawatir terhadapku. Hanya saja ..." Ervin semakin mengeratkan pelukannya. Naya masih diam menunggu Ervin melanjutkan ucapannya.

" ... jika kau terus seperti itu, aku takut lepas kendali dan menginginkanmu lebih. Aku pria normal yang juga butuh menyalurkan hasrat terpendamku."

Naya membelalakkan matanya. Ia mendorong tubuh Ervin dan menatapnya kesal.

"Tuan!!"

Ervin terkekeh, ia sangat senang menggoda Naya. Ah, Naya benar-benar mengambil sisi lain di dalam tubuh Ervin. Ervin kembali menarik Naya ke dalam pelukannya menyalurkan rasa rindu yang tertahan di hati. Meski mereka hanya berpisah beberapa waktu, namun bagi Ervin sedetik saja ia tidak melihat Naya seperti ratusan tahun lamanya.

Ervin melepas pelukannya dna menatap ke dalam manik mata Naya. Ia tersenyum di kala mendapati apa yang ia cari. Wajahnya mendekat membuat Naya menegang gugup. Naya memejamkan matanya saat di rasa hawa panas yang keluar dari hidung Ervin menyapu wajahnya. Ia merasakan jarak mereka yang semakin dekat. Ervin menarik sudut bibirnya , merasa mendapat persetujuan dari gadis mungil di depannya.

Ervin semakin mendekatkan diri dan menempelkan benda kenyal miliknya ke bibir Naya. Ia mengecap manis bibir Naya. Awalnya ia hanya sekedar menempelkan kedua benda itu. Namun perlahan semakin menuntut dan mencoba masuk ke dalam mulut Naya. Ervin mengerti Naya masih harus di bimbing. Gadis mungil ini belum berpengalaman.

Lumatan demi lumatan membuai keduanya. Naya mulai mengerti cara membalas ciuman itu. Ia ikut bermain di sana. Hawa di ruangan terasa semakin panas membuat Ervin segera melepas tautan mereka.

"Kita sudahi, jika tidak bisa saja aku mengurungmu di bawahku."

Naya hanya diam, mencoba menghirup udara sebanyak mungkin hingga memenuhi paru-parunya. bibirnya yang memerah membuat Ervin segera mendekap Naya. Jika terus seperti ini, haruskah ia mempercepat pernikahan mereka?

***

Tayrl tersenyum masam. Ia memilih pergi dark tempat itu. Ia tidak ingin melihat dua orang yang kini tengah bercumbu di sana. Hati Tayrl terasa teriris. Air mata perlahan turun membasahi pipinya.

"Selalu, kau lebih memilihnya."

Tayrl merebahkan durinya di atas rerumputan. Ia menatal langit yang kini bersinar terang. Awan berjalan kesana kemari seolah mengejeknya.

"Bodoh!" cicit Tayrl lagi. Ia menggigit bibir bawahnya kesal. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Hati yang ia inginkan tidak pernah sekali pun menatapnya.

"Kau sedang apa di sini?"

Tayrl terkejut, ia bangkit dan menatap ke sekelilingnya. Sepertinya  suara Azzurri yang tadi sempat ia dengar. Namun, dimana wanita itu berada?

"Kau mencariku?"

Azzurri melompat, turun dari pohon membuat Tayrl mendelik terkejut.

"Kenapa?" tanya Azzurri yang kini telah berada di hadapan Tayrl.

Tayrl menatap Azzurri dari atas hingga bawah. Ia mengernyitkan keningnya tidak suka. "Sejak kapan kau suka memakai pakaian laki-laki?". Azzuri menatap dirinya bingung. Memang apa salahnya ia memakai pakaian ini.

"Kau terlihat berbeda." Tayrl menimpali seolah mengerti tatapan Azzurri yang terlihat bingung. Azzurri tersenyum dan memilih duduk di reremputan tempat Tayrl sebelumnya.

"Bukankah hidup memang seperti ini? Terkadang dalam hitungan detik saja pikiran seseorang dapat berubah. Apa lagi dalam hitungan hari."

Tayrl tertegu. Ia memilih ikut duduk di samping Azzurri dan menatap arah pandangan wanita itu.

"Kau tahu, Tayrl?"

Tayrl mengernyit. Menatap wajah sendu Azzurri.

"Selama aku berlatih, aku menemukan sesuatu yang sangat aku inginkan dari dahulu. Kau ingat aku pernah melukaimu menggunakan pedang yang terbuat dari kayu?"

Tayrl mengingat kejadian itu. Ia terkekeh mengingat kembali wajah Azzurri yang menahan tangis.

"Kau benar-benar lucu saat itu."

Azzurri mengerucutkan bibirnya kesal. Ia menatap Tayrl yang masih terus terkekeh.

"Ya, setelah kejadian itu aku di paksa mempelajari apa yang wanita pelajari dan dilarang keras memegang pedang." Azzurri terlihat kesal. Tayrl menghentikan tawanya dan menatap wanita itu prihatin. "Kau tahu aku sangat menyukai pedang bukan?"

"Ya, aku tahu. Kau benar-benar keren saat mengayunkan pedang seperti kemarin malam."

"Terimakasih. Ini kali pertama kau memujiku."

Tayrl menatap Azzurri sedih. Sejak pernikahan mereka, Tayrl memperlakukan Azzurri tidak baik. Ia selalu menjaga jarak dengan wanita itu dan terkesan kasar. Bukan tanpa alasan ia melakukan itu. Tayrl tidak membenci Azzurri, hanya saja ia tidak bisa menerima pernikahan mendadak yang terlalu di paksakan itu.

"Setelah perang ini berlalu aku akan kembali ke kerajaanku dan kau bisa menikah dengan siapapun yang kau suka."

Tayrl tertegu. Ia menatap Azzurri tidak percaya.

***

Ervin mencoba menggerakkan badannya, ia terlihat kualahan menahan sakit di tubuhnya. Darah yang tercampur masih belum terbiasa untuknya. Namun, melihat Naya yang berjuang membantunya membuat Ervin tersenyum lega.

"Tuan, ada yang kau perlukan?"

Ervin menggeleng dan melambaikan tangannya meminta Naya mendekat. Naya mengikuti intruksi arahan Ervin dan duduk tepat di samping Ervin. Ervin mengambil tangan Naya dan menggenggamnya erat.

"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, akan tetapi aku harap kita mampu melewatinya. Aku mohon bantuanmu, Naya!"

Naya menatap manik mata Ervin, ada kesungguhan di dalma mata itu yang membuat Naya tersenyum dna mengangguk pasti.

"Kita akan melaluinya bersama. Jangan khawatir."

Mereka berdua tersenyum. Kebahagiaan terpancar jelas di wajah keduanya. Mereka tahu, jalan yang harus di tempuh masih sangat panjang. Mungkin sekarang iblis hitam belum bergerak, namun mereka yakin iblis hitam tengah mempersiapkan pembalasan untuk mereka.

Selama mereka bersatu, rintangan sebesar apapun akan mereka hadapi.

***

Jangan lupa VOTE dan COMENT

Devil Beside Me [END] [REUPLOAD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang