who are you? [14]

169 32 2
                                    


Budayakan Vote sebelum baca...
Kritik dan saran di tunggu.

Happy reading my lovely reader...

Emmelly POV

Aku hanya diam di kasur luas yang terlalu empuk, perasaanku tak menentu dan hanya ingin terlelap saat ini juga. Tapi nihil. Sudah tengah malam saat aku sampai di rumah Anastasha dan hanya lelah yang kurasa bukan kantuk.

Harapan ku saat ini hanyalah tidur dan melupakan kejadian hari ini. Membuka lembaran baru dan mengulas senyum di pagi hari tanpa beban. Tapi sekali lagi itu hanya harapan, aku tak yakin semua yang kuinginkan akan terwujud.

Hatiku memang terbelah menjadi kepingan kecil, tapi masih ada hal yang bisa menguatkan. berkali ku sentuh bibir ku yang terasa perih, antara sakit dan tersipu. Senyum sinting sesekali terukir di sela tangis ku saat ini.

"Vin...dia sedang istirahat....tolong jangan temui dia dengan keadaan seperti ini"

"Menyingkirlah bedebah!!"

Aku rasa itu suara Anastasha dan Kevin, tapi ada rasa takut jika aku keluar. Dan mengapa Tasha melarang Kevin bertemu dengan ku.

"Kevin! Dia tid--"

Plak!

Aku terperanjat dengan suara sejenis tamparan itu, dan kemudian hening. Ku sadari ternyata telingaku sudah menempel di daun pintu karena ingin mengetahui apa yang terjadi. Rasa khawatir menyelusup ketika mengingat suara tamparan tadi, Tasha mungkin menjadi sasaran kemarahan Kevin.

Tapi mengapa?

Aku mendengar langkah kaki mendekat dan memaksa ku berlari kecil ke tempat tidur.

Cklek!

Bukannya di buka, tapi malah terdengar suara pintu di kunci.

"Anastasha! Biarkan dia melihat keadaanku yang sebenarnya! Menyingkirlah jalang! ...." teriakan Kevin terdengar putus asa dan penuh amarah. aku beringsut mendekat ke pintu minta di buka kan.

"Vi? Kevin? Buka... Tasha buka Tasha...buka!" aku menggedor-gedor daun pintu dan mencoba memutar kenop yang tentu saja tak bisa terbuka.

"Tidak Emmelly, tidak...Kevin kau tak bisa... tolong dengarkan aku kali ini saja" suara Anastasha di balik pintu terdengar seperti sedang menahan sesuatu, tapi demi apapun aku tak bisa memikirkan apapun yang terjadi di balik pintu itu.

"Awwhh!!" pekikan Anastasha kembali terdengar.

"Apa yang terjadi, Tasha! Kevin buka. Tolong buka!" mohon ku berkali-kali tapi tak ada yang menghiraukan.

Suara Anastasha yang menangis membuatku semakin terdorong untuk keluar, aku menghantamkan tubuhku bermaksud mendobrak daun pintu yang kokoh ini.

"Jalang keparat!" suara Kevin yang begitu keras dan derap kaki menjauh menandakan jika salah satu dari mereka telah menjauh.

"Tasha, kau baik-baik saja? Buka pintunya aku mohon" Seperti doa yang terkabul terlambat, suara kunci pintu yang di buka membuatku tak sabar untuk membuka daun pintu ini.

Aku menghambur keluar dari kamar ini dan mendapati Anastasha menangis dengan pergelangan tangan yang memerah dan pipi yang dia pegangi.

"Tasha...." panggil ku ketika melihat ia terisak dengan rambut sedikit berantakan.

"Mel, maaf" pilunya dan membuatku cepat-cepat memeluk gadis yang terlihat tak kalah kacau dengan ku.

"Sstt...apa yang terjadi? Kevin menyakiti mu?" isakan nya begitu hebat sampai aku merasakan tubuhnya bergetar. Alih-alih mencoba memberikan kehangatan, malah air mata yang dengan tidak tau dirinya mengalir ke pipi ku.

"Tenanglah..." Aku menahan suara bergetar dan tetap mencoba menenangkan Anastasha.

Aku membiarkannya tenang terlebih dahulu dan mengajaknya masuk ke kamar, dia duduk di kasur dan memberinya minum agar lebih tenang.

Ia masih tak membuka suara sampai akhirnya aku menyadari ada noda darah di baju Anastasha, dan membuat ku panik .

"Tasha, kau berdarah?"

"Tidak Mel, bukan aku. Jangan khawatir"
"Lalu ini darah siapa?"

Anastasha kembali diam dan menunduk semakin dalam.

"Tasha jawab aku" aku terus mendesaknya untuk mengatakan nya, walaupun dalam lubuk hatiku aku telah mengetahui.

"Tasha katakan!" desakku.

"Kevin" hatiku kembali terbelah dan hancur. Tak sedikitpun hatiku tersisa saat ini.

Aku berlari keluar dari kamar dan menuruni tangga. Aku berlari mencari mahluk gila yang telah mencuri Dan bahkan tidak menyisakan sama sekali untukku.

"Emmelly!! Jangan!! Emmelly!" teriakan Anastasha tak ku hiraukan, aku hanya ingin menarik tangan Kevin dan menamparnya keras. Walaupun hanya menangis dan memeluknya yang sebenarnya bisa ku lakukan padanya.

Tepat saat membuka daun pintu untuk keluar dari rumah, semua yang berada di halaman terlihat begitu menyeramkan. Leherku serasa di cekik dengan makhluk menyeramkan berada di segala arah. 

Sosok menyeramkan dengan tangannya yg tercabik mengeluarkan darah mengelus pipiku, tapi aku tak bisa mau ngehiraukan nya sama sekali.

Aku mencoba melangkah dengan kakiku yang serasa berton-ton beratnya. Masa bodoh dengan mereka, mati pun aku tak perduli.

Cahaya menyilaukan dari arah depan membuat ku menyipit kan mata. Sosok yang terlihat hanya wanita yang memakai gaun berwarna gading, aku tak bisa melihat jelas wajahnya tapi itu membuat ku lebih tenang.

"Kemarilah ..." ajaknya, dan entah mengapa aku menurut padanya. Aku mencoba menggapai tangannya dan perlahan aku melangkah menjauhi makhluk-makhluk menyeramkan itu.

"Emmelly?"

Suara Kevin.

.
.
.
.
.
.
.

.
.


Oke bakal double update.
Tapi 3comment dulu.

Vote Vote Vote

the psychopath meet indigo's girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang