Him -Son Wendy

3.4K 398 8
                                    

Kami bertemu di bar yang sama bukan sekali dua kali. Aku bahkan ingat betul warna jaket biru pudarnya. Dia selalu duduk sendirian di ujung sana, meracau pilu  yang seperti akan mencekiknya.

Gelas demi gelas dia teguk dan merasakan pahit yang menyenangkan sekali tegukan. Pandangannya kosong. Menatap gelasnya yang semakin lama semakin habis.

Persetan dengannya, aku sendiri sedang terluka.

Mencintai seseorang yang mencintai gadis lain. Aku terlalu bodoh untuk tersadar dari kenyataan kejam ini. Gadis yang aku tak tahu siapa dia, dia pergi bersama lelakiku.

Harapanku selalu kosong tiap aku mencobanya. Dia menarikku dalam rindu yang teramat tinggi dan menghentakkanku sampai pada luka yang teramat dalam pula. Menjarah tiap inci perasaanku agar berlari padanya.

Aku sepenuhnya sadar aku salah. Memberontak pun kurasa tak sanggup. Entah ikatan macam apa  yang membuatku tak pernah bisa memutus apapun darinya. Mencintainya rupanya sakit.

Jiho memelukku erat seolah dia ingin memilikiku seutuhnya. Tapi, aku sempat lupa bahwa dia bisa melepasku kapan saja. Bodoh.

Lelaki itu selalu berhasil membuatku menelan harap buta. Tidak pernah peduli sementara aku mulai menangis darah sekali pun.

Aku diam seperti orang bodoh, tak tahu apapun. Tiba-tiba saja semuanya datang tanpa kuduga sebelumnya. Terlanjur percaya dan berakhir terluka. Aku benci pernah mencintainya.

Sampai suatu malam aku terduduk di samping seseorang yang sudah tak asing bagiku. Malam itu menjadi pertama kalinya aku bicara dengannya. Dia sudah mabuk berat dan aku tidak peduli.

Aku setengah sadar saat membawa laki-laki itu ke mobilku dan membawanya ke apartemen Taehyung. Bocah itu tidak ada di sana. Jadi, aku langsung membawanya ke kamar Taehyung dan menidurkannya di sana.

Kepalaku mulai pusing. Lelaki itu juga masih memegang lenganku dan menyuruhku berbaring di sampingnya. Dia menyebut nama seseorang. Kupikir dia kekasihnya.

Mataku juga tak kuasa menahan kantuk. Membuatku berakhir tidur satu ranjang dengannya.

Tengah malam tiba, aku bisa merasakan dia memelukku dan membisikkan sesuatu tepat di telingaku. Suaranya yang serak dan dalam membiusku perlahan dan tak membiarkanku lepas dari rengkuhannya.

"Jadi gadisku ya?"

Entah sihir darimana, tiba-tiba aku mengiyakan ucapannya tanpa memikirkan apapun. Tangan kasarnya mengusap wajahku lembut. Dia menenggelamkan dirinya padaku.

Sejak saat itu, aku mulai mengenal jauh dirinya. Sisi gelapnya menarikku lebih jauh padanya. Merasakan rasa yang luar biasa menguras tenaga, menyeretku untuk berdiri di tepi gedung yang tinggi.

Ada keinginan untuk menggapainya dan membiarkan waktu yang menjawab misteri kehidupan yang disembunyikan Tuhan. Mewarnai takdir dengan warnaku sendiri.

Pahit atau manis lihat saja nanti.

Dysphoria • wengaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang