[newspaper]

1.3K 212 59
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Yoongi POV

Anak itu duduk manis sendirian di salah satu meja. Untungnya kedai roti ini baru buka. Tak ramai orang berkeliaran. Aku jadi tidak perlu takut pembicaraanku nanti akan terdengar orang lain. Benar-benar menyebalkan. Ulah siapa sebenarnya kali ini, aku jadi penasaran. Ada sesuatu yang tidak beres terjadi. Untungnya, aku tidak lupa membawa senapanku kemana-mana.

Kujatuhkan diriku dengan nyaman pada kursi di hadapan gadis 26 tahun ini. "Langsung saja seperti biasa. Suasana hatiku sedang buruk." Setelah menaruh ponsel di meja, dia langsung mengusap kasar wajahnya.

Seulgi menatapku tajam. Tidak biasanya dia dimata-matai seperti ini. Ada yang salah? Aku penasaran apakah dia bertengkar lagi dengan Jimin atau bagaimana. Ini terlalu berlebihan, kalau memang benar. Padahal semalam mereka masih tidur bersama. Apa pagi ini aku melewatkan sesuatu?

"Mobil sedan hitam mengikutiku. Aku tidak tahu sejak kapan, tapi aku mulai sadar setelah menyeberang jalan di perempatan lampu merah sana. Jangan bilang kau sedang membuat masalah dengan seseorang dan melibatkanku, Min."

Astaga, omong kosong apalagi kali ini. Ini masih terlalu pagi untuk berdebat. "Cepat sekali berspekulasi, Nona. Sudah berganti hobi sekarang? Kau senang menodong orang dengan tuduhan tak berbobotmu itu?" Sumpah, suasana hatiku makin berantakan. Jadi gemas ingin kusergah saja dia. "Kalau bertengkar, ya bertengkar saja. Jangan dilampiaskan pada orang lain."

"Maksudmu Jimin? Siapa yang bertengkar, Idiot. Kami baik-baik saja."

Diantara mereka bertujuh, yang berani mengataiku bodoh, idiot, dan lainnya itu hanya Seokjin dan gadis bermata tajam ini. Cantik, namun tak ada yang tahu kalau dia sebenarnya bisa lebih bengis. Sikapnya manis, sedikit menyebalkan. Sama kurusnya dengan Wendy. Tapi tak jarang aku suka melihatnya memakai pakaian yang sedikit barbar. Lagipula lelaki mana yang tidak terpikat, apalagi kami tinggal di bawah atap yang sama setiap hari. Sudah biasa kendatipun tetap ada sesuatu yang berusaha menarikku.

Aku lelaki normal. Jadi, wajar.

"Lalu kenapa?"

"Apanya?"

"Kenapa kau memanggilku? Kenapa bukan pacarmu?"

Kulipat tanganku di dada sembari memperhatikan detil pergerakan dari Seulgi. Akhirnya dia menyambar gelas kopinya yang masih beruap itu juga. "Jimin sedang ada urusan. Jadi, kau yang kuhubungi." Anak ini lanjut menyesap hangat kopinya lagi. Membuka tudung hoodie hitam Jimin yang dia kenakan, dan menyibak rambutnya ke belakang.

Aku mendengus malas. Gara-garanya, Wendy harus berprasangka yang tidak-tidak padaku. Dia langsung bungkam begitu kurebut kasar ponselku darinya. Salahnya juga telah lancang menyentuh barang milikku. Dia gadisku, tapi bukan berarti aku dapat percaya seutuhnya. "Perusak suasana. Kau sudah mengacaukan pagiku. Sial!"

Dysphoria • wengaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang