Buncah -Son Wendy

1.1K 173 13
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Pagi ini cukup mengejutkan ketika figur Yoongi yang kutemukan di sisa terakhir kantukku semalam. Bau harum yang tak asing tercium begitu menggoda. Ramen instan pedas yang kubeli semalam. Bau kopi turut mendominasi saat kulangkahkan kaki menuju dapur.

Lelakiku di sana. Punggungnya membelakangiku dengan dibalut kaus hitam tanpa lengan. Kau tahu, aku sedikit geli menyebutnya lelakiku. Huft, bagaimanapun juga aku harus terbiasa dengan itu, dengan mengatakan 'Min Yoongi adalah lelakiku'. Sekian.

Dia masih dingin. Kendati sebaris kalimatnya lewat pesan singkat setengah jam yang lalu lumayan manis dan menghangatkan. Aku merasa lebih baik sampai kutahu si sipit itu yang mencoba meluluhkan lukaku yang nyaris membatu semalam. Tidak tahu saja kenapa pagi ini suasana hatiku mulai membaik. Tumben saja dia datang lalu membuatkan makanan dan segelas kopi panas. Manis, bukan?

Aku tidak dapat menebak orang seperti apa lelaki ini. Namun dari yang kutangkap, kendati Yoongi dingin luar biasa, dia punya cara tersendiri untuk membuat orang lain merasa hangat dengan sikap manisnya. Dia kaku. Tidak perlu berbasa-basi untuk menunjukkan rasa pedulinya. Berbeda dengan Jiho yang benar-benar memperlakukanku bagai ratu. Benar-benar di luar ekspektasiku kalau anak ini akan tetap sebeku ini meski kepadaku.

Melihat mangkok berisi ramen instan buatannya aku jadi tak bisa berkata-kata. Mengantuk, iya. Bingung, iya. Ya sudahlah, kududukkan diriku di sampingnya menyantap isi mangkok berkuah merah keorenan itu. Tak ada kalimat yang coba Yoongi ungkapkan untuk memecah sepi di antara kami berdua. Bukan aku tidak ingin mengawali pembicaraan. Hanya saja perlakuan Yoongi pagi ini cukup untuk membungkam tiap kata yang hendak kulontarkan.

Setelah Yoongi berhasil mendekapku hangat semalam, ada sesuatu tak terjelaskan di dalam sana. Sembari makan, kulirik lelaki sipit di sampingku itu. Makannya lahap sekali. Tidak sekali-dua kali, namun aku tetap berusaha setenang mungkin agar dia tidak mengetahui gelagatku. Aku bisa mati kaku jika dia tahu.

Mataku bahkan tak bisa lepas darinya sesaat ketika Yoongi berlalu ke kamar mandi. Aku menertawai diriku sendiri seperti orang gila, kau tahu. Melancipkan kedua sudut bibir, dan menarik sebuah senyum simpul. Kukatakan sekali lagi, suasana hatiku sedang amat baik pagi ini.

Ponsel Yoongi menarik perhatianku. Seseorang akan terlihat dari bagaimana isi ponselnya. Baiklah, Min Yoongi bukan orang yang suka merepotkan diri sendiri. Aku bebas menjelajah apa saja karena dia tidak memasang password. Tidak ada yang mencurigakan sampai sebuah pesan masuk yang tak sengaja kubaca menggelitik rasa penasaranku. Pengirimnya bernama V.

"Barusan aku mengantar Namjoon Hyung ambil paket untuk bahan merakit nanti malam. Katanya paketmu juga sudah datang. Mau ambil jam berapa? Aku ikut denganmu."

Namjoon? Paket? Merakit? Apa ini? Seperti ada yang tidak beres. Apa yang dirakit sampai mereka harus membeli barang yang dipaketkan? Mereka kurir atau apa? Pertanyaan-pertanyaan itu malah menyerangku seketika.

Otakku mencoba mencerna maksud kalimat-kalimat itu. Berhenti dari pekerjaan membuat kecepatan berpikirku menurun. Padahal kasus-kasus seperti ini hampir setiap hari menjadi makananku. Aku yang terbaik di timku, asal tahu saja. Dan lihat sekarang, Son Wendy, kau tak sehebat dirimu setahun yang lalu itu. Tapi aku malah tersentak.

SG is calling...

Siapa lagi ini?

Haruskah si sipit itu menamai kontaknya dengan inisial huruf? Tadi V, sekarang SG. Kusimpulkan sekali lagi, Yoongi tidak hanya orang yang anti merepotkan diri, namun dia cukup misterius. Dia tidak mudah terbuka sekali pun denganku yang katanya kekasihnya. Sumpah, aku jadi penasaran dia menamai kontakku dengan huruf apa, apakah W atau bahkan tak disimpan.

Tak ada tanda-tanda Yoongi akan segera keluar dari kamar mandi sementara ponselnya terus menjerit ingin segera diangkat. Apa aku kurang sopan jika kujawab telponnya? Aku jadi berdebar melihat benda kotak hitam ini bergetar di tanganku.

Sesuatu terasa seolah menghantam dadaku kuat-kuat begitu kuputuskan menjawab telpon dari ponsel lelakiku. Kata-kata yang kususun langsung teredam oleh diam yang buru-buru membungkam. Aku terlalu terkejut untuk sekadar bertanya siapa dia. Hei, aku belum seutuhnya menerima presensi Yoongi untuk mengisi kekosonganku. Tapi apa ini?

Itu ... suara wanita.

Tidak ada yang menerpaku dengan luka sebelum aku sempat tertegun menelan rasa pahit saat Yoongi merebut ponselnya. Rasanya seperti tersengat listrik. Begitu tiba-tiba dan meninggalkan perasaan aneh sekaligus debar yang mulai menggila.

Gadis di seberang sana berteriak marah mencari Yoongi. Sampai misuh-misuh. Tidak ada yang salah. Tidak. Aku saja yang terlalu khawatir. Tapi khawatir kenapa? Yoongi hanya orang baru yang tiba-tiba masuk dan mengakuiku sebagai gadisnya beberapa waktu lalu. Tahta Jiho belum seutuhnya runtuh, namun Yoongi malah merampas sesak yang tak tertebak. Kau pikir aku sudah menyukainya?

Raut wajah Yoongi seolah mengatakan bahwa aku adalah manusia paling bersalah. Wajah yang semalam kutatap dalam remang, yang kulihat sebelum aku mulai terlelap. Anak ini yang semalam menyamankanku dan mendekap luka yang menggerogotiku perlahan. Dia seperti orang lain sekarang.

Yoon, aku dan kau masih orang lain. Terkadang kau dekat dan menjauh, dingin dan kurang ajar, menyebalkan dan serampangan. Beberapa kali kau sempat membuatku berdebar serta nafasku yang seolah tertarik ketika kau lingkarkan lengan kurusmu padaku. Namun tidak ada apa-apa. Bayang lelaki brengsek itu masih mendominasi, lalu jelaskan kenapa aku yang merasa patah?

Tak ada yang kumengerti. Satu pun kata bahkan tak bisa kuucapkan sembari melihatmu berjalan menjauh. Perasaan sialan. Apa karena kau mengakuiku sebagai gadismu yang membuatku seolah tak bersedia jika kepadamu perempuan mana pun mendekat? []

_____

Dysphoria • wengaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang