6. Clutch II

4.8K 559 39
                                    

Mungkin akan ada banyak sekali orang yang menertawakanku, bahkan hingga menghardikku begitu melihat daftar riwayat pencarian yang ada dalam ponselku—betapa memalukannya. Kalimat-kalimat yang tampak tolol seperti 'Bagaimana mengunci mobil dari dalam' dan semacamnya telah memenuhi riwayat pencarianku selama tiga puluh menit terakhir. Namun, tentu saja hal itu tak akan bisa kutemukan dengan mudah. Nihil, bahkan hingga belasan halaman pencarian yang kutelusuri, tak ada satu situs pun yang menyinggungnya.

Akhirnya, merasa putus asa, kulahap sarapan yang telah kubeli sebelumnya, nasi putih dengan tumis kangkung. Kesukaanku, tetapi bukan dengan alasan makanan itu adalah makanan terbaik bagi lidahku, melainkan harganya yang murah. Sebenarnya, aku sedikit menyesal karena tak pernah belajar untuk memasak, membuatku terpaksa selalu membeli makanan, menghamburkan uangku yang sebenarnya dapat kuhemat dengan lebih baik. Tapi, hei, bukankah artinya aku dapat memakan makanan apapun seprti yang kumau, tak perlu tergantung akan kemampuanku untuk memasak makanan-makanan terbatas yang dapat dibuat olehku?

Loka sudah berangkat ke sekolah, mendahuluiku. Mengenakan celana abu-abu dan tas yang tampaknya tak terisi apapun, dia mengendarai motor peninggalan ayah kandungnya dulu. Sebenarnya, beberapa kali kutawarkan untuk pergi bersamaku, tetapi alasan sulit untuk pergi ke mana-mana tanpa motor selalu mendekap dalam mulutnya. Jadi, aku tak dapat menghasutnya. Selain itu, memang ada benarnya juga, sih.

Walaupun berulang kali sendok yang kugenggam masuk dan keluar dari mulutku, tetapi pikiranku hanyut dalam hal yang lain, seolah-olah otak dan sistem motorikku bekerja untuk dua hal yang berbeda. Kukunci ponselku, menyimpannya di samping piringku sembari memikirkan kegiatan yang akan kulakukan hari ini. Minimal pagi ini.

Secara umum, ketika kuselidiki sebuah kasus, utamanya kasus pembunuhan, ada dua hal yang akan kuselidik seteliti mungkin. Pertama, bukti yang kuat untuk menunjang seluruh kesimpulan yang kubuat dalam kasus itu. Dan kedua, motif yang kuat dari pelaku. Aku tahu, biarpun sebenarnya alasan pertamaku pun sudah cukup bagus untuk mengakhiri sebuah kasus, tetapi rasa kemanusiaanku memaksa untuk memberikan alasan yang kedua. Semua orang di dunia ini—termasuk diriku—pasti memiliki motif yang kuat untuk melakukan suatu kegiatan, termasuk alasan lapar yang menjadi motif utamaku untuk menyantap sarapan ini. Jadi, aku tak dapat melepaskan hal itu dari penyelidikanku.

Pembunuhan yang sedang kuselidiki sekarang ini—seorang kepala distributor—pun tak luput dari hal yang sama. Bahkan, berdasarkan bukti, asumsi, dan kesaksian beberapa orang, dapat kusimpulkan bahwa keluarga korban pun terlibat akan pembunuhannya. Namun, kini pertanyaan baru timbul dalam benakku. Kenapa? Bukankah dia adalah orang yang baik? Bukankah dia begitu menyayangi keluarganya hingga setiap hari menanyakan kabar? Masalah apa yang menimpa keluarga mereka sehingga mereka—seandainya memang benar adanya—harus membunuh orang baik itu?

Kutumpakkan keningku di atas telapak tangan, tentunya setelah kulepaskan sendok dari lenganku. Kepalaku berdenyut, dua kali. Astaga, sialan, kenapa semua orang tidak dapat hidup selayaknya manusia normal, sih?

Semalam, Wijaya sendiri telah mengontakku, meminta izin dariku untuk pergi ke rumah keluarga korban, memastikan kesaksian yang diberikan oleh tetangganya itu. Tentu saja aku pun tak ingin meninggalkan kesempatan itu. Namun, rencana kami itu baru akan dilaksanakan pagi ini.

Waktu telah menunjukan pukul tujuh, tetapi awan dengan intensitas yang besar menutupi cahaya matahari, membuat dunia ini terlihat mendung. Kelabu merayapi permukaan dunia. Namun, bukan alasan yang tepat bagiku untuk mangkir dari pekerjaan. Jadi, kuhabiskan seluruh makananku, mengambil seluruh barang yang mungkin akan kuperlukan selanjutnya, termasuk menutupi diriku dengan jaket, beranjak pergi sesegera mungkin hingga sebuah chat tiba-tiba mendatangi notifikasi ponselku.

Detektif Roy : Rasionalitas [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang